Wake Up Call: Krisis Kepercayaan Perbankan AS

Senin, 20 Maret 2023 | 07:05 WIB
Wake Up Call: Krisis Kepercayaan Perbankan AS
[]
dr Hans Kwee | Praktisi Pasar Modal, Dosen Magister Ekonomi Atma Jaya dan Trisakti

KONTAN.CO.ID - Krisis kepercayaan perbankan AS nampaknya belum berakhir. Akhir pekan lalu, indeks bursa Wall Street di AS kembali terkoreksi, Investor kembali melepas posisi sahamnya di bank First Republic dan perbankan lainnya.

Krisis kepercayaan perbankan AS dimulai dari bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB). Ini adalah salah satu kegagalan perbankan AS yang terbesar setelah bangkrutnya Bank Washington Mutual di 2008. SVB menghadapi masalah klasik, yakni penarikan dana secara bersama-sama oleh deposannya.

SVB diperkirakan bukan satu-satunya bank yang menghadapi masalah. Menurut laporan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) pada akhir 2022, perbankan AS telah mengalami kerugian hampir US$ 620 miliar, sekitar Rp 9.548 triliun jika menggunakan kurs Rp 15.400.

Ekonomi dan pasar keuangan dunia sebenarnya baik-baik saja sampai pandemi Covid-19 muncul. Bunga acuan The Fed yang di 2019 masih di 2,25%-2,5% dengan cepat turun menjadi 0%-0,25% ketika pandemi Covid-19 mengguncang dunia.

Selain menurunkan bunga, The Fed bersama beberapa bank sentral melakukan quantitative easing untuk menahan kejatuhan pasar keuangan yang terkena dampak negatif pembatasan sosial untuk menjinakkan pandemi. Banyak negara memberi stimulus fiskal berupa bantuan langsung tunai ke masyarakat yang pekerjaan dan penghasilannya terdampak pandemi. Hasilnya likuiditas sangat longgar di tengah bunga sangat rendah.

Baca Juga: Fleksibel Meracik Portofolio, Reksadana Campuran Solusi di Pasar yang Volatil

Era Covid-19 juga ditandai dengan booming sektor teknologi, khususnya industri startup. Industri ini dianggap diuntungkan karena pembatasan kegiatan sosial.

Dana yang beredar di pasar akibat likuiditas yang longgar tadi pun akhirnya banyak mengalir ke sektor ini, karena dianggap menguntungkan. Ini membuat industri startup banyak mendapatkan kucuran dana dari venture capital.

Di masa pandemi Covid19, bank di AS yang kelebihan likuiditas juga banyak menempatkan dananya pada surat berharga, seperti obligasi.

Tapi ketika pendemi mulai berakhir, pembukaan ekonomi mulai menimbulkan masalah baru, yakni inflasi mulai naik. Peningkatan permintaan barang dan jasa tidak dapat cepat dipenuhi karena gangguan pasokan. Inflasi yang awalnya di pikir sementara ternyata lebih permanen dan meningkat terus sampai kuartal dua dan tiga.

Ini memaksa sebagian bank sentral mengerek suku bunga secara agresif. The Fed menaikkan suku bunga dari 0%–0,25 % menjadi 4,5%–4,75 % hanya dalam setahun. Suku bunga ECB naik dari 0% jadi 3,5% dan suku bunga BOE naik dari 0,5% ke 4%. Kenaikan suku bunga yang cepat ternyata menimbulkan beberapa masalah.

SVB sendiri mengalami masalah karena fokus bisnis mereka terpukul kondisi yang tidak mendukung. SVB tertekan penarikan dana simpanan dan turunnya harga surat berharga yang dimiliki.

Baca Juga: Lelang SBSN Pekan Depan Dibayangi Sentimen Global

Maklum saja, SVB menyasar perusahaan perintis (startup). Sementara sebagian besar perusahaan startup yang menjadi deposan SVB terpaksa menarik dananya karena kebutuhan dana.

Penarikan dana besar di tengah kenaikan yield mendorong SVB menjual portofolio dalam kondisi rugi. Ini menimbulkan kepanikan sehingga banyak deposan besar menarik dananya. Hanya dalam 48 jam bank ini tutup setelah mengalami krisis modal. Perdagangan saham SVB segera dihentikan.

Regulator California segera menutup bank ini dan menempatkannya dalam kurator di bawah FDIC. Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menyatakan, pemerintah federal tidak akan memberikan bailout bagi investor SVB.

Beberapa hari kemudian Signature Bank (SNB) yang berpusat di New York juga mengalami keruntuhan. SNB menjadi bank gagal terbesar ketiga di AS. Bank ini dikenal ramah kripto, di mana hampir seperempat simpanan berasal dari sektor mata uang kripto.

Tetapi sejak awal 2022, aset kripto terpuruk dan harga kripto jatuh. Ambruknya bursa kripto milik Sam Bankman-Fried, FTX, telah menguras simpanan miliaran dollar. SNB memang telah mengurangi simpanan kripto hingga US$ 8 miliar, sekitar

Rp 123,3 triliun, untuk mengurangi risiko. Tetapi setelah kegagalan SVB, risiko penarikan dana besar-besaran nasabah melumpuhkan bank tersebut.

Baca Juga: Wake Up Call: Strategi Memproteksi Portofolio dari Kejatuhan Pasar

Krisis perbankan di AS lalu menyebar ke Eropa setelah Credit Suisse mulai menghadapi masalah yang sama. Pernyataan Credit Suisse yang menemukan kelemahan material tertentu dalam pengendalian internal di pelaporan keuangan 2021-2022 menjadi salah satu sebab.

Selain itu, pemegang saham mayoritas Credit Suisse, yaitu Saudi National Bank, menyatakan tidak dapat memberikan lebih banyak bantuan keuangan pada Credit Suisse. Bank ini telah bekerja keras membendung arus keluar nasabah. Untungnya, kabar Credit Suisse mendapat dana pinjaman US$ 54 miliar dari Swiss National Bank mampu meredakan kekhawatiran.

Laporan FDIC tentang kerugian perbankan AS di akhir 2022 menimbulkan spekulasi masih cukup banyak bank di AS akan mengalami masalah yang sama. Ini kembali terbukti setelah First Republic Bank (FRB) mencari bantuan likuiditas tambahan.

SVB, SNB dan FRB punya masalah sama. Sejumlah simpanan di bank tersebut tidak diasuransikan. Ini membuat kekhawatiran sehingga deposan menarik dana. Masalah FRB mereda setelah konsorsium perbankan AS memberi bantuan likuiditas.

Ini sekaligus memberi sinyal ke pasar bahwa perbankan AS masih aman. Sebanyak 11 bank sepakat menyetor dana senilai US$ 30 miliar, sekitar Rp 462 triliun ke First Republic Bank untuk menghindarkan bank tersebut dari kebangkrutan.

Nampaknya, masih sulit diprediksi kapan krisis kepercayaan perbankan AS akan berakhir. Tetapi otoritas setempat nampak cepat bertindak dengan memberikan jaminan dana deposan akan dikembalikan utuh. Kita masih harus menunggu cerita akhir krisis kepercayaan perbankan AS ini.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Catur Sentosa (CSAP) Bikin Anak Usaha Baru
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:48 WIB

Catur Sentosa (CSAP) Bikin Anak Usaha Baru

Emiten pengelola gerai Mitra10, PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) mendirikan entitas usaha baru, yakni PT Kairos Indah Sejahtera (KIS)..

Saraswanti Anugerah Makmur (SAMF) Akan Stock Split di Rasio 1:2
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:43 WIB

Saraswanti Anugerah Makmur (SAMF) Akan Stock Split di Rasio 1:2

Melalui aksi stock split, nilai nominal saham SAMF akan berubah dari Rp 100 menjadi Rp 50 per saham setelah stock split.​

Emiten Rumah Sakit Siap Ekspansi Pada 2025
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:39 WIB

Emiten Rumah Sakit Siap Ekspansi Pada 2025

Sederet emiten rumah sakit merencanakan berbagai aksi korporasi strategis pada tahun 2025. Mulai dari penerbitan obligasi hingga ekspansi.

Pergerakan Tak Wajar Saham-Saham Baru
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:38 WIB

Pergerakan Tak Wajar Saham-Saham Baru

Sejumlah saham yang baru mencatatkan sahamnya di BEI (IPO) masuk UMA dan sempat digembok bursa/suspensi 

Emiten Kecipratan Berkah Program Tiga Juta Rumah
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:33 WIB

Emiten Kecipratan Berkah Program Tiga Juta Rumah

Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal terlibat langsung dalam program 3 juta rumah yang dicanangkan pemerintah. 

Efek Donald Trump Mengendalikan Pasar Keuangan
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:18 WIB

Efek Donald Trump Mengendalikan Pasar Keuangan

Kebijakan Trump diproyeksi bakal berdampak ke ekonomi global. Terutama negara-negara yang menjadi target Trump. 

Perang Dagang Membayangi Prospek Pasar Valuta Asing
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:07 WIB

Perang Dagang Membayangi Prospek Pasar Valuta Asing

Tren pelemahan mata uang utama diperkirakan berlanjut karena kebijakan penerapan tarif masih tetap membayangi pasar.

Mendadak IHSG Menanjak dan Jadi Salah Satu Yang Terbaik
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:05 WIB

Mendadak IHSG Menanjak dan Jadi Salah Satu Yang Terbaik

Derasnya arus net sell selama dua hari terakhir menjadi sinyal waspada bagi para investor di bursa saham. 

Masa Suram Saham Gudang Garam
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:05 WIB

Masa Suram Saham Gudang Garam

Mencermati prospek kinerja dan harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tahun ini yang masih terus melemah 

Melampaui Ekspektasi, ACES Mengantongi Penjualan Rp 8,5 Triliun di 2024
| Rabu, 22 Januari 2025 | 07:02 WIB

Melampaui Ekspektasi, ACES Mengantongi Penjualan Rp 8,5 Triliun di 2024

ACES membukukan penjualan Rp 911 miliar pada Desember 2024, naik 26,5% secara bulanan dan naik 12,1% secara tahunan 

INDEKS BERITA

Terpopuler