Wake Up Call: Mungkinkah Kasus Adani Groups Terjadi di Indonesia?

Senin, 20 Februari 2023 | 07:45 WIB
Wake Up Call: Mungkinkah Kasus Adani Groups Terjadi di Indonesia?
[]
Dr Hans Kwee | Praktisi Pasar Modal, Dosen Magister Universitas Atma Jaya dan Universitas Trisakti

KONTAN.CO.ID - Kasus Adani Grup di India mendapatkan perhatian karena besarnya ukuran kelompok usaha tersebut. Ada 10 perusahaan di bawah Grup Adani milik Gautman Adani, yang memiliki kapitalisasi pasar sebesar $ 280 miliar per November 2022, salah satu yang terbesar di pasar modal India.

Mengingatkan saja, kasus ini terjadi ketika perusahaan short seller Hindenburg Research menuduh Adani Group melakukan fraud dan manipulasi pasar. Sebelumnya, harga saham Adani naik tinggi, seiring agresivitas perusahaan ini melakukan akuisisi dan ekspansi bisnis di pandemi Covid-19.

Pasca tuduhan manipulasi oleh Hindenburg Research, harga saham perusahaan di kelompok usaha ini turun tajam. Bahkan ada saham perusahaan di grup tersebut yang turun 71%.

Pasar modal Indonesia sebenarnya relatif aman dari kasus seperti Adani ini. Bila kita lihat per akhir 2022, 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di pasar modal Indonesia diisi perusahaan BUMN. Ada BBRI, BMRI, TLKM dan BBNI. Emiten BUMN selama ini terbukti punya reputasi dan good corporate governance (GCG) yang baik.

Selain itu, daftar emiten dengan market cap terbesar di Indonesia diduduki beberapa konglomerat yang bisnisnya sudah ada lebih dari 50 tahun. Konglomerat Indonesia biasa sangat hati-hati dan professional dalam mengembangkan bisnis, sehingga dalam 20 tahun terakhir jarang sekali ada kasus keuangan besar menimpa kelompok usaha tersebut. Berkaca dari sini, peluang kasus seperti Adani Group terjadi di Indonesia relatif sangat kecil.

Baca Juga: Wake Up Call: Kasus Adani Bisa Ada di Sini

Terkait kasus goreng mengoreng saham yang banyak dikhawatirkan, sebenarnya otoritas pasar saham, dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI), sudah menerapkan unusual market activity (UMA). Biasanya bila sebuah saham digoreng, diawali dengan mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. Kenaikan harga yang signifikan ini dianggap pergerakan tidak wajar (unusual), sehingga BEI memberikan peringatan bagi pelaku pasar.

Bila sebuah saham masih bergerak tidak wajar setelah peringatan UMA, maka otoritas bursa bisa melakukan suspensi saham. Tujuannya untuk memberi waktu kepada pelaku pasar menjadi lebih tenang, tidak melakukan aktivitas membeli atau menjual secara ikut-ikutan dan dapat mencari informasi tambahan terkait emiten tersebut.

Biasanya BEI akan meminta emiten yang disuspen memberi informasi dan disclosure tentang perusahaan. Ini untuk mengungkap potensi informasi yang mungkin belum diketahui publik. Informasi tersebut mungkin material, sehingga menyebabkan harga saham bergerak di luar kewajaran.

Sebenarnya mekanisme ini mampu menghindarkan investor dari potensi terjebak saham gorengan. Ketika sebuah saham bergerak naik, biasanya banyak pelaku pasar tertarik membeli saham tersebut. Tapi harusnya ketika ada peringatan UMA, pelaku pasar mulai hati-hati.

Ketika saham disuspensi, tentu tingkat kewaspadaan harus lebih tinggi lagi. Pada beberapa kasus saham tanpa fundamental yang naik, sesudah periode suspensi, saham tersebut akan mulai turun atau terkoreksi signifikan. Keterbukaan informasi yang dikeluarkan emiten pada periode ini perlu dicermati karena sangat berpengaruh pada pergerakan saham ke depannya.

Baca Juga: Kaji Manfaat dan Mudarat Papan Pemantauan Khusus

Tapi sebenarnya banyak juga saham yang harganya naik signifikan dan terkena UMA karena efek fundamental atau ekspektasi kinerja di masa depan. Harga saham bisa naik karena potensi perbaikan kinerja, pertumbuhan penjualan, perbaikan keuntungan, rencana ekspansi hingga aksi korporasi. Beberapa pihak mampu mengindentifikasi hal tersebut lebih awal sehingga harga saham bergerak naik karena aktivitas pembelian.

Pertanyaan yang sering muncul, kenapa saham biasanya terkena UMA dan suspensi ketika mengalami kenaikan? Ini karena ketika sebuah saham naik tidak wajar, ada potensi risiko. Sedangkan ketika saham turun signifikan, risiko tersebut dianggap sudah terjadi. Jadi konsepnya mencegah lebih baik daripada mengobati.

Selain peringatan UMA dan suspensi saham, BEI juga memberikan notasi khusus di emiten yang menggambarkan status kurang baik berdasarkan kondisi aktual. Notasi ini merupakan panduan bagi pelaku pasar untuk mengetahui secara cepat kondisi sebuah emiten. Notasi ini diharapkan menjadi tanda dan menaikkan kewaspadaan pelaku pasar akan potensi risiko kerugian bagi investor.

Sebenarnya banyak juga pelaku pasar yang sudah tahu bahwa sebuah saham naik tidak wajar atau digoreng dan memiliki notasi khusus. Biasanya saham tesebut mengandung risiko besar. Tetapi saham yang naik banyak tersebut membuka potensi keuntungan besar.

Banyak pelaku pasar yang senang berspekulasi dengan kenaikan harga dan berharap mendapatkan keuntungan yang besar. Ini yang membuat peringatan uma, suspensi dan notasi khusus tidak terlalu dihiraukan dan saham yang diperkirakan digoreng tetap diburu.

Baca Juga: Minyakita Masih Langka di Pasaran

Otoritas Jasa Keuangan dan SRO sebenarnya melakukan pengawasan terhadap saham perusahaan yang bergerak naik, meskipun telah diberi notasi khusus. Selain dipantau di pasar regular, pemantauan juga dilakukan di pasar negosiasi. Perpindahan efek tanpa pembayaran atau free of payment (FOP) adalah contoh transaksi yang diawasi oleh otoritas.

Berangkat dari kasus Adani Group, meski potensi terjadi di pasar modal Indonesia relatif kecil, pelaku pasar perlu waspada. Peringatan dari Presiden Joko Widodo sangat baik sekali untuk meningkatkan kewaspadaan kita semua.

UMA, suspensi dan notasi khusus merupakan peringatan awal yang harus diperhatikan. Pelaku pasar perlu meningkatkan kewaspadaan berinvestasi, karena risiko selalu datang dari apa yang kita lakukan.

Bagikan

Berita Terbaru

Proyek EBT Digeber Pemerintah, Ada Rencana Revisi Aturan Tarif Listrik dan PLTP
| Jumat, 27 Juni 2025 | 10:57 WIB

Proyek EBT Digeber Pemerintah, Ada Rencana Revisi Aturan Tarif Listrik dan PLTP

Dalam waktu dekat akan ada peresmian pembangkit EBT total 350 MW, sebesar 55 MW di antaranya berlokasi di Sumatra.​

Jaga Stabilitas Harga Saham, Bangun Kosambi (CBDK) Melaksanakan Buyback Saham
| Jumat, 27 Juni 2025 | 10:13 WIB

Jaga Stabilitas Harga Saham, Bangun Kosambi (CBDK) Melaksanakan Buyback Saham

Anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) akan melaksanakan aksi buyback saham selama tiga bulan, mulai 25 Juni 2025-24 September 2025.​

Dorong Kinerja Tahun 2025, Solusi Bangun (SMCB) Genjot Penjualan ke Pasar Ritel
| Jumat, 27 Juni 2025 | 10:08 WIB

Dorong Kinerja Tahun 2025, Solusi Bangun (SMCB) Genjot Penjualan ke Pasar Ritel

PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) berupaya mempertahankan kinerja operasional dan keuangannya di tengah kelesuan pasar semen di Indonesia.

Danantara Kucurkan Dana Investasi US$ 120 juta Untuk Pertamina Geothermal (PGEO)
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:58 WIB

Danantara Kucurkan Dana Investasi US$ 120 juta Untuk Pertamina Geothermal (PGEO)

Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir menegaskan, nilai investasi untuk PGEO telah disepakati beberapa waktu lalu.

Medco Energi (MEDC) Akuisisi Hak Partisipasi Repsol di Blok Corridor
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:52 WIB

Medco Energi (MEDC) Akuisisi Hak Partisipasi Repsol di Blok Corridor

 Akuisisi tersebut bernilai US$ 425 juta atau setara Rp 6,89 triliun dengan penyesuaian sesuai praktik yang berlaku.

Merry Riana Education (MERI) Siap Menggenjot Bisnis Pasca IPO
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:44 WIB

Merry Riana Education (MERI) Siap Menggenjot Bisnis Pasca IPO

Manajemen PT Merry Riana Education Tbk (MERI) menargetkan penggunaan dana dari hasil IPO untuk ekspansi usaha.

Tantangan Masih Mengadang Prospek Lorena (LRNA) di Sisa Tahun 2025
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:38 WIB

Tantangan Masih Mengadang Prospek Lorena (LRNA) di Sisa Tahun 2025

PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) tengah berjuang menghadapi berbagai tantangan berat di industri transportasi darat berbasis bus.

Masih Merugi di Kuartal I-2025, Emiten Investasi Bersiap Membenahi Kinerja
| Jumat, 27 Juni 2025 | 09:30 WIB

Masih Merugi di Kuartal I-2025, Emiten Investasi Bersiap Membenahi Kinerja

Di sepanjang tiga bulan pertama tahun 2025, mayoritas emiten portofolio investasi masih mencatat kerugian. 

Membasuh Dahaga Energi Nuklir: Secercah Harapan dari Rusia
| Jumat, 27 Juni 2025 | 08:00 WIB

Membasuh Dahaga Energi Nuklir: Secercah Harapan dari Rusia

Selain Rusia, China juga turut menawarkan transfer teknologi dalampengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)

Indonesia akan Punya Pabrik Bahan Baku dan Baterai EV Terintegrasi, Ini Bocorannya
| Jumat, 27 Juni 2025 | 07:26 WIB

Indonesia akan Punya Pabrik Bahan Baku dan Baterai EV Terintegrasi, Ini Bocorannya

Proyek Dragon ini  akan menelan investasi sebesar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 97 triliun  dengan asumsi kurs Rp16.300 per dolar AS.

INDEKS BERITA

Terpopuler