KONTAN.CO.ID - Di Amerika Serikat (AS) dikenal istilah Warren Buffett Effect. Apakah itu? Warren Buffett Effect adalah dampak positif atau bisa juga negatif di pasar saham ketika Warren Buffett, Chief Executive Officer (CEO), Berkshire Hathaway, mengumumkan bahwa dia membeli atau menjual saham tertentu. .
Mengingat reputasi Warren Buffett sebagai investor terbaik di dunia, banyak investor dan pengelola reksadana yang ingin meniru transaksi yang dilakukannya.
Jadi, ketika ada berita bahwa Berkshire Hathaway membeli atau menjual saham tertentu, mereka serentak melakukan hal yang sama.
Hal ini tentu berdampak nyata secara cepat terhadap harga saham yang ditransaksikan oleh Berkshire Hathaway, karena ada permintaan, jika Berkshire Hathaway membeli atau penawaran, jika Berkshire Hathaway menjual, yang jumlahnya masif.
Baca Juga: Ini Syarat Menjadi Investor Hebat ala Warren Buffett
Gegara Warren Buffett Effect ini, Berkshire Hathaway sering meminta US Securities and Exchange Commission (SEC) - lembaga pemerintah federal Amerika Serikat (AS) yang memiliki tugas untuk mengatur dan mengawasi pasar sekuritas, mirip Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia, menahan untuk membuka nama saham baru yang sedang dibeli oleh Berkshire Hathaway.
Tujuan permintaan tersebut, supaya harga saham tersebut tidak terbang tinggi pada saat Berkshire Hathaway sedang membeli saham tersebut.
Salah satu contoh Warren Buffett Effect adalah ketika Berkshire Hathaway membeli saham BYD, perusahaan baterai dan mobil listrik yang terdaftar di pasar saham Hong Kong, pada tahun 2008. Sontak harga saham BYD naik puluhan persen dalam sepekan setelah berita ini sampai ke publik.
Pada ahun 2020, di awal pandemi Covid-19, ketika Warren Buffett mengungkapkan bahwa Berkshire Hathaway menjual saham-saham perusahaan penerbangan, harga saham perusahaan tersebut langsung terpuruk.
Di Indonesia ada Lo Kheng Hong yang karena reputasinya sering dijuluki Warren Buffett of Indonesia.
Kesuksesan Lo Kheng Hong terasa lebih fantastis, karena ia berasal dari keluarga sangat miskin dan berhasil menjadi triliuner dari berinvestasi saham menggunakan uang miliknya sendiri.
Sama seperti yang terjadi di Negeri Paman Sam, banyak investor yang meniru apa yang dilakukan oleh Lo Kheng Hong dalam bertransaksi saham. Akibatnya, kita menemukan fenomena Lo Kheng Hong Effect di Indonesia.
Ketika publik mengetahui Lo Kheng Hong memiliki saham tertentu, langsung harga sahamnya melonjak dan jumlah pemegang sahamnya juga bertambah.
Ambil contoh, ketika publik tahu bahwa Lo Kheng Hong memiliki lebih dari 5% saham PT Intiland Development Tbk (DILD), harga saham tersebut naik dari Rp 150 ke Rp 220 alias melesat 46%.
Di Indonesia ada aturan jika seseorang memiliki 5% saham atau lebih sebuah emiten, maka ia harus melaporkannya ke otoritas bursa dan menjadi informasi publik.
Hal yang sama terjadi dengan saham-saham Lo Kheng Hong lain. Seperti PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Clipan Finance Tbk (CFIN) dan PT Gadjah Tunggal Tbk (GJTL). Ketika informasi Lo Kheng Hong memiliki saham-saham ini lebih dari 5%, harganya langsung terbang tinggi.
Meskipun demikian, setelah terbang tinggi, harga saham-saham tersebut sempat terkoreksi oleh aksi profit taking investor yang berwawasan jangka pendek.
Baca Juga: Ini Rahasia Warren Buffett dalam Membangun Reputasi Terkuat di Dunia Bisnis
Dalam beberapa kasus, publik bisa mengetahui saham-saham milik Lo Kheng Hong melalui keterbukaan informasi emiten. Ada sebagian emiten yang melaporkan daftar 20 pemilik saham terbesar di laporan tahunan mereka.
Ada juga yang memang diungkapkan oleh Lo Kheng Hong sendiri. Misalnya saat memberikan materi di sebuah seminar atau webinar.
Lo Kheng Hong Effect bisa juga muncul ketika ia memberikan sebuah pernyataan. Misalnya ketika di sebuah seminar Lo Kheng Hong menjelaskan bahwa harga saham DILD hanya 10% dari revalued net asset value (RNAV) saham ini, keesokan harinya harga sahamnya langsung terbang. Artinya, para pelaku pasar percaya dengan apa yang dijelaskan oleh Lo Kheng Hong.
Sebagai investor ada tiga hal yang mesti diperhatikan jika Anda tertarik mengikuti Lo Kheng Hong. Pertama, pahami mengapa Lo Kheng Hong membeli saham tersebut.
Dengan memahami alasan membeli, investor akan lebih yakin dalam memegang saham tersebut dan tidak goyah oleh turbulensi harga saham. Meskipun terjadi fenomena Lo Kheng Effect, belum tentu saham terebut langsung naik secara linier selamanya.
Ambil contoh saham GJTL yang terbang dari Rp 670 ke Rp 1.000 saat publik tahu Lo Kheng Hong memiliki 5% saham ini. Namun harga saham GJTL sempat turun hingga Rp 560 karena profitabilitas perusahaan itu menurun.
Bagi investor yang membeli murni karena mengikuti Lo Kheng Hong, bisa jadi mereka akan goyah dan menjual saham tersebut saat masih merugi.
Kedua, perhatikan harga saat anda membeli saham yang dimiliki Lo Kheng Hong atau Warren Buffett. Lo Kheng Hong biasanya membeli sebuah saham di harga yang bagus (baca: murah).
Alhasil ia memiliki margin of safety yang besar. Sehingga bisa menolong dia jika estimasi prospek sebuah saham ternyata kurang akurat.
Ingat, bahwa tidak ada investor yang sempurna, masih ada ruang untuk salah.
Terakhir, Lo Kheng Hong sangat sabar dalam memegang sebuah saham. Nah, siapkah Anda memegang saham Lo Kheng Hong dalam jangka waktu yang lama?