Warren Buffett dan Lo Kheng Hong Effect

Senin, 10 Juli 2023 | 11:36 WIB
Warren Buffett dan Lo Kheng Hong Effect
[ILUSTRASI. ANALISIS - Lukas Setiaatmadja, Financial expert, Prasetiya Mulya Business School]
Lukas Setia Atmaja | Founder HungryStock Community

KONTAN.CO.ID - Di Amerika Serikat (AS) dikenal istilah Warren Buffett Effect. Apakah itu? Warren Buffett Effect adalah dampak positif atau bisa juga negatif di pasar saham ketika Warren Buffett, Chief Executive Officer (CEO), Berkshire Hathaway, mengumumkan bahwa dia membeli atau menjual saham tertentu. .

Mengingat reputasi Warren Buffett sebagai investor terbaik di dunia, banyak investor dan pengelola reksadana yang ingin meniru transaksi yang dilakukannya.

Jadi, ketika ada berita bahwa Berkshire Hathaway membeli atau menjual saham tertentu, mereka serentak melakukan hal yang sama. 

Hal ini tentu berdampak nyata secara cepat terhadap harga saham yang ditransaksikan oleh Berkshire Hathaway, karena ada permintaan, jika Berkshire Hathaway membeli atau penawaran, jika Berkshire Hathaway menjual, yang jumlahnya masif.

Baca Juga: Ini Syarat Menjadi Investor Hebat ala Warren Buffett

Gegara Warren Buffett Effect ini, Berkshire Hathaway sering meminta US Securities and Exchange Commission (SEC) - lembaga pemerintah federal Amerika Serikat (AS) yang memiliki tugas untuk mengatur dan mengawasi pasar sekuritas, mirip Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia, menahan untuk membuka nama saham baru yang sedang dibeli oleh Berkshire Hathaway.

Tujuan permintaan tersebut, supaya harga saham tersebut tidak terbang tinggi pada saat Berkshire Hathaway sedang membeli saham tersebut.

Salah satu contoh Warren Buffett Effect adalah ketika Berkshire Hathaway membeli saham BYD, perusahaan baterai dan mobil listrik yang terdaftar di pasar saham Hong Kong, pada tahun 2008.  Sontak harga saham BYD naik puluhan persen dalam sepekan setelah berita ini sampai ke publik. 

Pada ahun 2020, di awal pandemi Covid-19, ketika Warren Buffett mengungkapkan bahwa Berkshire Hathaway menjual saham-saham perusahaan penerbangan, harga saham perusahaan tersebut langsung terpuruk. 

Di Indonesia ada Lo Kheng Hong yang karena reputasinya sering dijuluki Warren Buffett of Indonesia.  

Kesuksesan Lo Kheng Hong terasa lebih fantastis, karena ia berasal dari keluarga sangat miskin dan berhasil menjadi triliuner dari berinvestasi saham menggunakan uang miliknya sendiri. 

Sama seperti yang terjadi di Negeri Paman Sam, banyak investor yang meniru apa yang dilakukan oleh Lo Kheng Hong dalam bertransaksi saham. Akibatnya, kita menemukan fenomena Lo Kheng Hong Effect di Indonesia.

Ketika publik mengetahui Lo Kheng Hong memiliki saham tertentu, langsung harga sahamnya melonjak dan jumlah pemegang sahamnya juga bertambah. 

Ambil contoh, ketika publik tahu bahwa Lo Kheng Hong memiliki lebih dari 5% saham PT Intiland Development Tbk (DILD), harga saham tersebut naik dari Rp 150 ke Rp 220 alias melesat 46%. 

Di Indonesia ada aturan jika seseorang memiliki 5% saham atau lebih sebuah emiten, maka ia harus melaporkannya ke otoritas bursa dan menjadi informasi publik. 

Hal yang sama terjadi dengan saham-saham Lo Kheng Hong lain.  Seperti PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Clipan Finance Tbk (CFIN) dan PT Gadjah Tunggal Tbk (GJTL).  Ketika informasi Lo Kheng Hong memiliki saham-saham ini lebih dari 5%, harganya langsung terbang tinggi. 

Meskipun demikian, setelah terbang tinggi, harga saham-saham tersebut sempat terkoreksi oleh aksi profit taking investor yang berwawasan jangka pendek.

Baca Juga: Ini Rahasia Warren Buffett dalam Membangun Reputasi Terkuat di Dunia Bisnis

Dalam beberapa kasus, publik bisa mengetahui saham-saham milik Lo Kheng Hong  melalui keterbukaan informasi emiten. Ada sebagian emiten yang melaporkan daftar 20 pemilik saham terbesar di laporan tahunan mereka. 

Ada juga yang memang diungkapkan oleh Lo Kheng Hong sendiri. Misalnya saat memberikan materi di sebuah seminar atau webinar.

Lo Kheng Hong Effect bisa juga muncul ketika ia memberikan sebuah pernyataan. Misalnya ketika di sebuah seminar Lo Kheng Hong menjelaskan bahwa harga saham DILD hanya 10% dari revalued net asset value (RNAV) saham ini, keesokan harinya harga sahamnya langsung terbang. Artinya, para pelaku pasar percaya dengan apa yang dijelaskan oleh Lo Kheng Hong.

Sebagai investor ada tiga hal yang mesti diperhatikan jika Anda tertarik mengikuti Lo Kheng Hong. Pertama, pahami mengapa Lo Kheng Hong membeli saham tersebut. 

Dengan memahami alasan membeli, investor akan lebih yakin dalam memegang saham tersebut dan tidak goyah oleh turbulensi harga saham. Meskipun terjadi fenomena Lo Kheng Effect, belum tentu saham terebut langsung naik secara linier selamanya. 

Ambil contoh saham GJTL yang terbang dari Rp 670 ke Rp 1.000 saat publik tahu Lo Kheng Hong memiliki 5% saham ini. Namun harga saham GJTL sempat turun hingga Rp 560 karena profitabilitas perusahaan itu menurun. 

Bagi investor yang membeli murni karena mengikuti Lo Kheng Hong, bisa jadi mereka akan goyah dan menjual saham tersebut saat masih merugi. 

Kedua, perhatikan harga saat anda membeli saham yang dimiliki Lo Kheng Hong atau Warren Buffett. Lo Kheng Hong biasanya membeli sebuah saham di harga yang bagus (baca: murah). 

Alhasil ia memiliki margin of safety yang besar. Sehingga bisa  menolong dia jika estimasi prospek sebuah saham ternyata kurang akurat. 
Ingat, bahwa tidak ada investor yang sempurna, masih ada ruang untuk salah. 

Terakhir, Lo Kheng Hong sangat sabar dalam memegang sebuah saham. Nah, siapkah Anda memegang saham Lo Kheng Hong dalam jangka waktu yang lama?                              

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Awal Pekan Kembali Tiba, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Analis
| Senin, 18 November 2024 | 05:01 WIB

Awal Pekan Kembali Tiba, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Analis

Investor dan trader tetap harus mewaspadai potensi pelemahan indeks pada awal pekan, Senin (18/11) ini.

Prospek Emiten Konsumer Tersandera Kenaikan PPN
| Senin, 18 November 2024 | 03:36 WIB

Prospek Emiten Konsumer Tersandera Kenaikan PPN

Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan bakal memukul bisnis emiten​ konsumer.

Besaran Upah Minimum 2025 Masih Tarik Ulur
| Senin, 18 November 2024 | 03:29 WIB

Besaran Upah Minimum 2025 Masih Tarik Ulur

Pebisnis berharap penentuan upah minimum provinsi (UMP) mengacu PP No 51/2024, tapi serikat pekerja menolak.

Potensi Bencana Meningkat, BNPB Imbau Waspada
| Senin, 18 November 2024 | 03:29 WIB

Potensi Bencana Meningkat, BNPB Imbau Waspada

BNPB bersama dengan kementerian dan instansi terkait bakal menggelar rakornas untuk mengantisipasi bencana.

Indonesia Jaring Investor di APEC
| Senin, 18 November 2024 | 03:28 WIB

Indonesia Jaring Investor di APEC

Indonesia memperkuat kerjasama perdagangan dengan Vietnam dan Kanada serta menyatakan posisinya di KTT APEC.

Produk Dwiguna Diminati Saat Ekonomi Tak Pasti
| Senin, 18 November 2024 | 03:28 WIB

Produk Dwiguna Diminati Saat Ekonomi Tak Pasti

Segmen ini produk dwiguna kini menjadi kontributor terbesar terhadap perolehan premi asuransi jiwa hingga kuartal III-2024.

Laba Emiten Jalan Tol Tersendat Lonjakan Beban Operasional
| Senin, 18 November 2024 | 03:28 WIB

Laba Emiten Jalan Tol Tersendat Lonjakan Beban Operasional

Kinerja keuangan emiten jalan tol tercatat masih tersendat di periode sembilan bulan pertama tahun 2024. 

Diversifikasi Tepat Jadi Faktor Kunci Melejitnya Laba Emiten Portofolio Investasi
| Senin, 18 November 2024 | 03:27 WIB

Diversifikasi Tepat Jadi Faktor Kunci Melejitnya Laba Emiten Portofolio Investasi

Sejumlah emiten portofolio investasi berhasil mencatat kinerja positif di periode sembilan bulan tahun 2024.

ICS Siap Dirilis, Risiko Kredit Lebih Terukur
| Senin, 18 November 2024 | 03:27 WIB

ICS Siap Dirilis, Risiko Kredit Lebih Terukur

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan aturan Innovative Credit Scoring (ICS) bagi lembaga jasa keuangan dirilis akhir tahun ini. 

Minat di Bisnis Bullion Bank Minim
| Senin, 18 November 2024 | 03:25 WIB

Minat di Bisnis Bullion Bank Minim

Bank syariah yang terbiasa memiliki bisnis emas pun belum tertarik dan baru Pegadaian yang mengaku akan berbisnis bullion bank. 

INDEKS BERITA

Terpopuler