Akibat FTSE Setitik

Selasa, 24 September 2024 | 05:04 WIB
Akibat FTSE Setitik
[ILUSTRASI. TAJUK - Barli Halim Noe]
Barly Haliem Noe | Managing Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inilah drama kesekian kalinya yang dihadapi PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Baru-baru ini, harga saham emiten energi hijau milik Taipan Prajogo Pangestu itu terguncang lagi akibat keputusan FTSE Russell. 

Semula, anak usaha London Stock Exchange Group (LSEG) Inggris itu memasukkan BREN dalam daftar konstituen indeks FTSE yang berlaku efektif pada 23 September 2024. Tapi ia lantas mengeluarkan BREN selang sehari kemudian, dengan dalih konsentrasi kepemilikan pada beberapa pihak saja serta minimnya porsi saham publik (free float). Alasan itulah yang berbuah kontroversi. 

Memang, pertimbangan memasukkan atau mengeluarkan emiten dalam sebuah indeks merupakan hak pengelola indeks. Namun, pertimbangan FTSE mengeluarkan BREN dari indeksnya dinilai tidak akurat dan kurang cermat melihat ketentuan di pasar saham Indonesia (Harian KONTAN, 21 September 2024).

Toh, kontroversi tinggal kontroversi. Nasi sudah menjadi bubur. Kini giliran pasar saham Indonesia dan investor harus menanggung dampak dari putusan FTSE itu. 
Betapa tidak, harga saham BREN turun 35,8% dalam dua hari perdagangan saham, dari Rp 11.025 per saham menjadi Rp 7.075 per saham, Senin (23/9). Nilai kapitalisasi pasarnya (market cap) pun terkikis Rp 528,45 triliun hanya dalam dua hari. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) gagal lagi menyentuh rekor baru di level 8.000!

Kendati demikian, sejauh ini regulator maupun otoritas bursa saham kita tampak bergeming saja. Mereka menilainya sebagai hal wajar dan melihat penentuan konstituen indeks dari kacamata domain pengelolanya semata.

Padahal lebih dari sekadar urusan BREN yang batal masuk FTSE, persoalan ini sesungguhnya cerminan dari hilangnya momentum bagi Indonesia untuk unjuk gigi di kancah global. Kita asyik menarik masuk perusahaan kecil untuk go public, tapi lupa mendorong emiten besar untuk go global dan bertempur di level dunia. Alhasil, kini tidak ada lagi emiten Indonesia dengan market cap di atas US$ 100 miliar. 

Bandingkan dengan negara besar lain di Asia. China memiliki 15 emiten ber-market cap di atas US$ 100 miliar, India dan Jepang masing-masing empat emiten, sementara Korea Selatan punya Samsung dengan market cap di atas US$ 300 miliar.

Banyak hal positif yang bisa diambil ketika sebuah negara memiliki perusahaan global. Ambil contoh India. Hingga September ini, India mampu menarik dana asing ke pasar saham sekitar US$ 8,4 miliar, lebih dari dua kali lipat dari capital inflow ke bursa saham Indonesia. Selain faktor ekonomi dalam negeri, emiten besar di negara itu berandil besar menarik masuk dana asing. 

Nah, Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih Prabowo Subianto acap menyatakan impiannya tentang Indonesia yang akan jadi macan Asia, bahkan dunia. Tapi mimpi selamanya hanya menjadi mimpi jika para pemangku kepentingan negara ini tetap bermental kacung dan masih bangga menjadi kucing rumahan.

Bagikan

Berita Terbaru

Menakar Momentum Aliran Dana Triliunan dari China untuk EBT di Indonesia
| Minggu, 09 November 2025 | 14:33 WIB

Menakar Momentum Aliran Dana Triliunan dari China untuk EBT di Indonesia

Aliran uang China ke Indonesia untuk proyek-proyek energi terbarukan tampaknya semakin mengalir deras.

Prospek Logistik Indonesia: Didorong Konsumsi & Kebijakan Pemerintah
| Minggu, 09 November 2025 | 14:00 WIB

Prospek Logistik Indonesia: Didorong Konsumsi & Kebijakan Pemerintah

Prospek logistik Indonesia cerah hingga 2030, capai US$178 miliar. Didukung konsumsi domestik, perdagangan, dan program pemerintah seperti MBG.

Bisnis Logistik Melaju Meski Dibayangi Aturan Zero ODOL
| Minggu, 09 November 2025 | 13:00 WIB

Bisnis Logistik Melaju Meski Dibayangi Aturan Zero ODOL

Meski dibayangi kebijakan zero ODOL alias larangan truk kelebihan dimensi dan volume beroperasi, namun pebisnis logistik yakin tumbuh.

Metrodata Electronics (MTDL) Memperkuat Bisnis Solusi Digital Lewat AI
| Minggu, 09 November 2025 | 06:05 WIB

Metrodata Electronics (MTDL) Memperkuat Bisnis Solusi Digital Lewat AI

Melalui Megarock, MTDL membantu perusahaan mempercepat adopsi AI, dari ide menjadi implementasi nyata.

Direktur Eksekutif CSA Institute Pilih Saham yang Rajin Bagi Dividen
| Minggu, 09 November 2025 | 06:00 WIB

Direktur Eksekutif CSA Institute Pilih Saham yang Rajin Bagi Dividen

Perkenalan David Sutyanto, Direktur Eksekutif CSA Institute dengan dunia pasar modal dimulai dari bangku kuliah.

Baca Pola Dulu, Merajut Cuan Kemudian
| Minggu, 09 November 2025 | 05:45 WIB

Baca Pola Dulu, Merajut Cuan Kemudian

Merajut benang berwarna-warni menjadi tas, syal hingga gantungan kunci kian digemari orang. Kegiatan sederhana yang menu

 
Cuan Mekar Berbisnis Atap Berbahan Limbah Plastik
| Minggu, 09 November 2025 | 05:35 WIB

Cuan Mekar Berbisnis Atap Berbahan Limbah Plastik

Di tengah krisis sampah plastik yang mencemari, PT Impack Pratama Industri Tbk (IMPC) berinisiatif mengolah limbah jadi bahan baku.

 
Tumbuh Jangan Timpang
| Minggu, 09 November 2025 | 05:10 WIB

Tumbuh Jangan Timpang

​Konsumsi rumah tangga, yang selama ini berkontribusi paling dominan terhadap perekonomian nasional, hanya tumbuh 4,89% (yoy).

Strategi Investasi David Sutyanto : Pilih Saham yang Rajin Membagi Dividen
| Sabtu, 08 November 2025 | 11:08 WIB

Strategi Investasi David Sutyanto : Pilih Saham yang Rajin Membagi Dividen

Ia melakukan averaging down ketika dirasa saham tersebut masih punya peluang untuk membagikan dividen yang besar.

Rupiah Sepekan Terakhir Tertekan Risk Off dan Penguatan USD
| Sabtu, 08 November 2025 | 07:15 WIB

Rupiah Sepekan Terakhir Tertekan Risk Off dan Penguatan USD

Nilai tukar rupiah cenderung tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini, meski menguat tipis di akhir minggu.

INDEKS BERITA

Terpopuler