Tahun 2024 berlalu. Tahun yang cukup menantang karena merupakan tahun pemilu dan pergantian pemerintahan. Syukurlah, kita bisa melewati tahun politik tanpa gejolak berarti.
Pemilu dan transisis kekuasaan berjalan adem ayem, membuat ekonomi Indonesia tak bergolak. Tapi juga tak banyak membantu mengangkat ekonomi kita. Ekonomi Indonesia tetap saja stagnan, malah sedikit melambat di kuartal III 2024.Di tahun 2025, prospek ekonomi sepertinya lebih cerah. Berbagai prediksi menyebut ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi meski masih tak jauh-jauh dari level 5%.
Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), semisal, memperkirakan, ekonomi Indonesia tahun 2025 akan tumbuh 5,2%, lebih tinggi dari tahun 2024 yang diprediksi tumbuh 5,1%.
Proyeksi Bank Dunia sedikit lebih rendah. Yakni 5,1% di 2025, walau masih lebih tinggi dari prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2024 sebesar 5%. Kabar baiknya, ekonomi global diperkirakan meningkat meski menghadapi tantangan yang signifikan. OECD meramalkan pertumbuhan PDB global sebesar 3,3% pada tahun 2025, naik dari 3,2% tahun 2024, lalu akan tumbuh 3,3% pada 2026.
Baca Juga: Uang Saya, Masalah Anda
Namun, itu baru prediksi di atas kertas. Sebab, sejumlah masalah yang potensial mengganjal ekonomi Indonesia masih membayangi.
Daya beli yang melemah, penurunan jumlah kelas menengah, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah sekian masalah yang masih bisa jadi ganjalan ke depan. Pertama, soal penurunan daya beli yang bisa terbaca dari deflasi berkepanjangan di 2024. Dan ini terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2024 yang melambat menjadi 4,95%. Sebagai gambaran, di kuartal III 2024 lalu, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91% year on year dan menyumbang 53,08% pertumbuhan ekonomi nasional.
Sumbangan konsumsi rumah tangga itu melambat dari kuartal II 2024 yang berandil 54,54% ke pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan 4,93%. Pelambatan mengonfirmasi bahwa penurunan daya beli memang telah menekan konsumsi rumah tangga.
Pelemahan daya beli ini bisa berlanjut seiring keputusan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai awal Januari 2025.
Kedua, turunnya jumlah kelas menengah Indonesia. Merujuk laporan LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, populasi kelas menengah pada 2023 mencapai 52 juta jiwa dan mewakili 18,8% dari total populasi. Kelas menengah ini menyumbang 36,8% konsumsi rumah tangga di Indonesia. Turun dibandingkan 2018 atau sebelum pandemi yang mencapai 41,9%.
Mengingat porsinya yang besar ke konsumsi rumah tangga, menyusutnya jumlah kelas menengah jelas akan berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi. Apalagi, kelas menengah juga jadi andalan mendulang setoran pendapatan negara dari pajak penghasilan, PPN dan berbagai pungutan lain. Kenaikan tarif pajak dan sejumlah tarif lain berpotensi bakal makin menggerus populasi kelas menengah ini.
Baca Juga: Menyoroti Tata Kelola di Negeri Rawan Bencana
Ketiga, PHK yang makin marak. Menurut hitungan Kementerian Ketenagakerjaan, telah ada sekitar 80.000 pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak Januari sampai awal Desember tahun 2024. Padahal, masih ada beberapa perusahaan yang terancam karena pailit, seperti Sritex. Jadi, tren PHK berpotensi masih berlanjut
Sejumlah masalah itu harusnya jadi cermin pemerintah untuk menentukan kebijakan ekonomi yang lebih realistis dan tidak memaksakan menerapkan kebijakan ekonomi yang membebani. Kebijakan insentif fiskal lebih dikedepankan. Bukan disinsentif dengan menaikkan tarif pajak yang malah membuat daya beli masyarakat terpukul lagi.
Berita Terbaru
Proses Peninjauan Emas Logam Mulia Antam oleh LBMA Mengarah ke Rantai Pasok
Standar LBMA menjamin nilai kemurnian dan keaslian produk emas yang diperjualbelikan serta rantai pasokan emas yang bertanggung jawab.
Menakar Hilirisasi Bauksit yang Pembangunannya Jauh Lebih Lambat dari Nikel
Salah satu faktor terhambatnya penyelesaian smelter bauksit karena pembiayaan, dan pemerintah sedang menata lagi, undang pelaku usaha.
Prospek Saham Bank Unggulan di Tahun 2025
JP Morgan menyatakan, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tetap menjadi pilihan utama untuk 12-18 bulan ke depan.
Cuan 21,77% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Jalan di Tempat (29 Desember 2024)
Harga emas Antam hari ini (29 Desember 2024) ukuran 1 gram Rp 1.526.000. Pembeli setahun lalu bisa untung 21,20% jika menjual hari ini.
Cari Tempat untuk Berbisnis Jadi Lebih Mudah
Pengusaha kerap mendapat tantangan saat harus mencari tempat bisnis. Masalah ini kini bisa dijawab oleh platform digital.
Penyaluran Tuntas Sebelum Tahun Berganti
Sebelum tutup tahun 2024, bank penyalur KUR telah mencapai target penyaluran mencapai Rp 280 triliun.
Investasi Emas Menguntungkan, Tapi Perlu Cermat Menyimpannya
Emas bisa menjadi investasi yang stabil. Tapi, perlu mempertimbangkan tempat penyimpanannya dengan hati-hati.
Kiat Menekan Emisi dengan Menangkap Metana
Banyak cara mewujudkan kebun kelapa sawit berkelanjutan. Seperti apa PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) melakukannya?
Aksi ESG, Indocement (INTP) Komitmen Lebih Hijau dengan Semen Ramah Lingkungan
Industri semen mengalami kelebihan pasokan. Namun, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) tak hanya fokus pada keuntungan, tetapi bisnis hijau
Menguji Tuah Kelas Menengah Menghadapi Kenaikan PPN
Selain dihantui daya beli yang melemah. Tahun depan industri ritel bakal dihantui kenaikan harga produk akibat kenaikan kenaikan PPN.