Emiten Pengelola Kawasan Industri Cetak Kinerja Kinclong

Jumat, 14 Juni 2019 | 06:37 WIB
Emiten Pengelola Kawasan Industri Cetak Kinerja Kinclong
[]
Reporter: Aloysius Brama | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sektor properti saat ini memang masih cenderung tertekan lantaran konsumen masih wait and see. Meski begitu, kinerja perusahaan properti pengelola kawasan industri masih tetap kinclong.

Fitch Ratings, melalui laporan Indonesia Property Watch, menyebut, perusahaan properti pengelola kawasan industri bisa mencetak kinerja lebih baik ketimbang perusahaan properti pengembang residensial. Hal ini didorong kondisi politik yang kondusif.

Apalagi, pemerintah getol menggarap proyek infrastruktur. Kondisi tersebut mendorong permintaan lahan kawasan industri lebih banyak.

Fitch mencatat, penjualan empat emiten pengelola kawasan industri terbesar di Indonesia secara agregat tumbuh tiga kali lipat. Empat emiten terbesar itu adalah PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), PT Modernland Realty Tbk (MDLN), PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) dan PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST).

Fitch antara lain mencatat penjualan lahan industri KIJA tumbuh dua kali lipat year on year di akhir kuartal I tahun ini, mencapai Rp 200 miliar. Fitch memprediksi, penjualan lahan industri Jababeka bisa mencapai Rp 1 triliun pada tahun ini.

Sementara penjualan residential KIJA tumbuh lebih lambat. Penyebabnya, peluncuran produk-produk baru perusahaan ini tertunda hingga semester II tahun ini.

Analis MNC Sekuritas Muhammad Rudy mengatakan, arus dana asing di sektor riil ikut mendorong kinerja emiten penyedia kawasan industri. Masuknya perusahaan-perusahaan baru, terutama perusahaan asing, seperti Alibaba serta beberapa produsen otomotif seperti Wuling dan DFSK, tentu meningkatkan permintaan lahan untuk pembangunan pabrik, kata Rudy, kemarin. Sekadar informasi, Alibaba dikabarkan akan membeli lahan industri di DMAS sampai 40 hektare.

Di luar daftar yang disebutkan Fitch, Rudy juga merekomendasikan pengembang kawasan industri lain, yaitu PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), karena prospeknya yang menarik. SSIA pada tahun ini sedang fokus mengembangkan proyek Subang City of Industry.

Pengembangan kawasan industri menjadi peluang ketika emiten-emiten properti yang mengedepankan produk residensial masih harus berjibaku dengan sentimen suku bunga Bank Indonesia.

Meski begitu, dari segi saham, hanya beberapa emiten saja yang harganya merefleksikan kinerjanya.Hanya beberapa saham yang harganya sudah mengalami peningkatan sepanjang tahun ini, kata Rudy.

Saham DMAS mencatatkan peningkatan paling tinggi. Sejak awal tahun, harga saham DMAS naik 68,55%. Sementara harga saham SSIA naik 44% dan saham BEST menguat sekitar 43,27% di periode itu.

Sementara itu, Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas merekomendasikan saham-saham ini dibeli. Menurut Sukarno, secara tren, saham-saham emiten kawasan industri berpotensi melanjutkan penguatan jangka menengah.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Beredar Rumor, Prajogo Pangestu Ditawari Divestasi Saham BBYB Oleh Akulaku
| Jumat, 22 November 2024 | 15:14 WIB

Beredar Rumor, Prajogo Pangestu Ditawari Divestasi Saham BBYB Oleh Akulaku

Kepemilikan Prajogo Pangestu dalam emiten Gozco Group, diakitkan dengan investasi Gozco di PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB),  

Draf Kabinet Donald Trump Pro Energi Fosil, Begini Dampaknya ke Emiten Energi di RI
| Jumat, 22 November 2024 | 14:33 WIB

Draf Kabinet Donald Trump Pro Energi Fosil, Begini Dampaknya ke Emiten Energi di RI

Dua nama calon menteri Donald Trump yang pro energi fosil, yakni Doug Burgum calon Menteri Dalam Negeri dan Chris Wright calon Menteri Energi.

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal
| Jumat, 22 November 2024 | 09:50 WIB

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal

Tahun ini BPDPKS menargetkan setoran pungutan ekspor sawit sebesar Rp 24 triliun, turun dari target awal

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan
| Jumat, 22 November 2024 | 09:32 WIB

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan

Ribuan masyarakat Indonesia menandatangani petisi yang menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana
| Jumat, 22 November 2024 | 09:14 WIB

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana

Menurut Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto, tax amnesty tidak bisa diterapkan terus-menerus dalam waktu singkat

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru
| Jumat, 22 November 2024 | 09:12 WIB

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru

Kendati harga saham pendatang baru sudah naik tinggi hingga ratusan persen, waspadai pembalikan arah

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD
| Jumat, 22 November 2024 | 08:58 WIB

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD

Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sepanjang tahun 2024 bisa melebar jadi 0,9% PDB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun
| Jumat, 22 November 2024 | 08:52 WIB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun

PT Wika Beton Tbk (WTON) memperkirakan, hingga akhir 2024 ini nilai kontrak baru hanya akan mencapai ke Rp 6 triliun.

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi
| Jumat, 22 November 2024 | 08:15 WIB

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi

Keberadaan tiga BUMD pangan yang ada di Jakarta jadi kunci pengendalian inflasi di Provinsi DKI Jakarta

Mimpi ke Piala Dunia
| Jumat, 22 November 2024 | 08:00 WIB

Mimpi ke Piala Dunia

Indonesia harus mulai membuat cetak biru pengembangan sepakbola nasional yang profesional agar mimpi ke Piala Dunia jadi kenyataan.

INDEKS BERITA

Terpopuler