KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak usah heran jika menjelang tutup tahun tiba-tiba banyak proyek dikerjakan pemerintah bebarengan yang kadang dikeluhkan warga karena mengganggu aktivitas dan mobilitas. Galian di mana-mana dan bikin macet jalanan sudah menjadi pemandangan lumrah di akhir-akhir tahun anggaran.
Itu lantaran siklus anggaran pemerintah baik pusat maupun daerah dari dulu tak pernah berubah: selalu menumpuk di akhir tahun. Baru mulai semester II atau bahkan di kuartal akhir, belanja pemerintah digeber habis-habisan.
Sebagai gambaran, di tahun ini saja, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, realisasi belanja kementerian/lembaga (KL) hingga awal Oktober 2025 baru sekitar Rp 815 triliun atau 55% dari pagu anggaran Rp 1.481,7 triliun. Ini berarti masih tersisa anggaran Rp 666,7 triliun yang harus dibelanjakan hanya dalam tempo tiga bulan. Daerah pun sama saja. Ini tercermin dari besarnya dana pemda mengendap di perbankan yang menurut hitungan Bank Indonesia (BI) mencapai Rp 233,97 triliun per September 2025.
Cukup ironis. Sebab, belanja atau konsumsi pemerintah seharusnya bisa menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Tapi anggarannya malah masih banyak menumpuk.
Entah sampai kapan, kebiasaan jor-joran membelanjakan anggaran pemerintah di akhir tahun ini akan berlangsung. Memang, banjir belanja pemerintah ini akan membantu mendongkrak ekonomi di akhir tahun. Namun, dampaknya seringkali tidak maksimal karena sifatnya hanya sementara. Begitu proyek selesai dan tahun berganti, geliat ekonomi pun kembali melambat.
Masalah klasik ini sebenarnya berakar pada sistem perencanaan dan birokrasi anggaran yang belum efisien. Banyak proyek baru bisa berjalan setelah proses administrasi panjang selesai: mulai dari revisi DIPA hingga proses tender yang lambat. Di sisi lain, ketakutan terhadap risiko hukum juga membuat mereka lebih berhati-hati mengeksekusi anggaran. Alhasil, banyak kegiatan molor karena terlalu lama menunggu kepastian.
Tak jarang pula, penumpukan belanja di akhir tahun berujung pada kualitas proyek yang menurun. Padahal, jika perencanaan dan pelaksanaan dilakukan lebih merata sepanjang tahun, hasilnya bisa jauh lebih baik.
Pemerintah sebenarnya sudah berulang kali mencoba memperbaiki pola ini. Misalnya dengan mendorong percepatan lelang sejak awal tahun. Nyatanya siklus penyerapan belanja tetap berulang. Nah, sekarang ada jurus baru: satuan tugas (satgas) khusus untuk memantau realisasi serapan belanja kementerian/lembaga. Bakal efektif? Kita tunggu saja.
