Mayday, Mayday, Pembangkit PLN Bisa Sekarat Karena Harga Batubara Melangit

Kamis, 07 Oktober 2021 | 06:42 WIB
Mayday, Mayday, Pembangkit PLN Bisa Sekarat Karena Harga Batubara Melangit
[ILUSTRASI. PT PLN (Persero) telah memproduksi energi listrik sebesar 85.015 megawatt per hours (MWh) atau setara 291,1 MW dari mengimplementasikan Co-firing di 18 lokasi PLTU hingga Juli 2021.]
Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga batubara di pasar internasional yang mencapai lebih dari US$ 200 per ton membuat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) was-was. Pasalnya, para produsen batubara lebih memilih mengekspor produknya daripada menjual batubara kepada PLN yang harganya dipatok senilai US$ 70 per ton.

Tahun 2020, penggunaan batubara PLN mencapai 62 juta ton. Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, Evy Haryadi mengungkapkan, saat ini PLN dibantu pemerintah terkait kebijakan penjualan batubara ke pasar domestik (DMO) demi mengantisipasi lonjakan harga batubara di pasar internasional. 

"Kami mengharapkan dukungan dari industri batubara dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan energi PLN. Jangan sampai dengan harga yang tinggi di luar negeri, batubara yang kita punya seluruhnya diekspor ke luar negeri. Kebutuhan dalam negeri tentu perlu didahulukan," ujar dia dalam Webinar Diseminasi RUPTL PLN 2021-2030, Selasa (5/10). 

Haryadi menegaskan, apa pun yang terjadi di luar negeri, industri batubara lokal harus berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. "Tentu ada kebijakan pemerintah baik dari sisi kepentingan PLN maupun kepentingan kelistrikan dalam negeri dan pengusaha batubara," ujar dia. 

Dalam beberapa tahun ke depan, kebutuhan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik masih berkontribusi signifikan. Dalam RUPTL PLN 2021-2030, proyeksi kebutuhan bahan bakar batubara PLN di tahun 2021 sebesar 111 juta ton. 

Kemudian, kebutuhan batubara mengalami tren kenaikan mulai dari 2022 sebesar 115 juta ton hingga 2024 menjadi 131 juta ton. Namun, di tahun 2025 proyeksi kebutuhan batubara turun menjadi 124 juta ton. Berlanjut di tahun 2026 sampai 2030, kebutuhan batubara kembali naik yakni dari 131 juta ton di 2026 menjadi 153 juta ton pada 2030. 

Haryadi memaparkan, proyeksi kebutuhan bahan bakar  seiring dengan pola pertumbuhan pembangkitan yang ada. Kebutuhan bahan bakar gas dan batubara masih tumbuh karena masih ada proyek on going yang sedang berjalan di sisi pembangkit-pembangkit termal walaupun sudah menambahkan pembangkit EBT di dalam sistem PLN. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah dan pelaku usaha menghadapi situasi dilematis antara memaksimalkan pasar ekspor atau menjaga kebutuhan dalam negeri.

Menurut dia, langkah pemerintah membatasi pasar ekspor batubara merupakan keputusan bijak. Pasalnya, ada peluang untuk menjaga cadangan dalam jangka panjang sekaligus persiapan transisi energi ke depan.

Bhima menilai, selain pembatasan ekspor dengan penerapan kuota, pemerintah perlu memastikan ketersediaan pasokan DMO. "Dengan demikian, stabilisasi tarif listrik pun bisa terjaga," kata dia kepada KONTAN.

 

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Kuartal III-2025 Penjualan Dinilai Sepi, Pemulihan Mitra Adiperkasa (MAPI) Lambat
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 19:56 WIB

Kuartal III-2025 Penjualan Dinilai Sepi, Pemulihan Mitra Adiperkasa (MAPI) Lambat

BRI Danareksa Sekuritas dalam riset terbaru menyebutkan momentum pertumbuhan MAPI memang akan lebih banyak ditopang oleh pembukaan toko baru.

Kaji Legalkan Perusahaan Rokok Ilegal, Ini Strategi Pemerintah Berantas Rokok Ilegal
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 13:39 WIB

Kaji Legalkan Perusahaan Rokok Ilegal, Ini Strategi Pemerintah Berantas Rokok Ilegal

Pemerintah tengah mengkaji pemutihan cukai bagi produsen rokok ilegal dan memberi cukai lebih ringan bagi produsen rokok kecil

Gara-Gara Ogah Buka Data Live Saat Demo, Komdigi Bekukan Sementara Izin TikTok
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 12:58 WIB

Gara-Gara Ogah Buka Data Live Saat Demo, Komdigi Bekukan Sementara Izin TikTok

TikTok menolak membuka data karena memiliki kebijakan dan prosedur internal yang mengatur cara menangani dan menanggapi permintaan data

Investasi Bergerak oleh Harapan, Bukan Sekadar Bunga
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 10:48 WIB

Investasi Bergerak oleh Harapan, Bukan Sekadar Bunga

Ketika kepercayaan terjaga, biaya pembiayaan turun, investasi muncul, pekerjaan tercipta dan mimpi naik kelas menjadi kenyataan yang bisa diraba.

Setop Bancakan BUMN
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 10:32 WIB

Setop Bancakan BUMN

Jika mekanisme check and balance tidak diperkuat, konsentrasi kewenangan besar di satu posisi bisa memunculkan gaya kepemimpinan yang otoritarian.

Menjelang Libur Akhir Pekan, Cek Dulu Rekomendasi Saham Hari Ini, Jumat (3/10)
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 06:30 WIB

Menjelang Libur Akhir Pekan, Cek Dulu Rekomendasi Saham Hari Ini, Jumat (3/10)

Meski indeks menguat, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih alias net sell sekitar Rp 1,4 triliun.

Ekonomi Belum Matang, Rupiah Jadi Rentan
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 06:29 WIB

Ekonomi Belum Matang, Rupiah Jadi Rentan

Pergerakan rupiah dalam jangka pendek diperkirakan masih rentan                                     

Masih Merugi, Fast Food Indonesia (FAST) Tutup 19 Gerai KFC
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 06:26 WIB

Masih Merugi, Fast Food Indonesia (FAST) Tutup 19 Gerai KFC

Imbas penutupan gerai, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 400 karyawan.​

Pengusaha Bisa Agunkan Patriot Bond ke Himbara
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 06:25 WIB

Pengusaha Bisa Agunkan Patriot Bond ke Himbara

Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Sjahrir mengatakan, Patriot Bond bersifat tradable dan dapat dijadikan agunan di bank Himbara.​

Utilitas Produksi Tekstil Terus Menciut
| Jumat, 03 Oktober 2025 | 06:25 WIB

Utilitas Produksi Tekstil Terus Menciut

Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional masih menghadapi tekanan berat pada tahun ini.

INDEKS BERITA

Terpopuler