Menanti Berakhirnya Euforia Bank Digital

Senin, 11 Oktober 2021 | 07:25 WIB
Menanti Berakhirnya Euforia Bank Digital
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Hampir seluruh kegiatan dan transaksi usaha bertransformasi ke digital, tidak terkecuali operasional bank. Yang dulunya analog atau manual, pelan tapi pasti, berubah jadi digital. Apa pun yang belum digitalisasi dianggap konvensional atau old economy.

Beberapa bank mengklaim telah menjadi bank digital atau akan go digital. Di antara mereka, ada yang dimiliki bank besar, anak perusahaan dari konglomerasi besar, terafiliasi dengan perusahaan teknologi, dan yang bermitra dengan perusahaan fintech.

Kita digiring untuk menerima klasifikasi bank menjadi konvensional dan digital, serta dikotomi old economy dan new economy. Masalah muncul ketika yang lama dianggap tidak berpengharapan dan yang baru dipandang berprospek sangat cerah, sehingga keduanya dinilai berbeda bak bumi dan langit.

Saham bank lama hanya dihargai di bawah 3 kali PBV, kecuali BBCA. Sementara yang baru dengan stempel digital minimal 4,5 kali PBV.

Inilah persepsi yang diciptakan para influencer dan pom-pom di pasar yang rajin memprovokasi para investor ritel, yang umumnya milenial dan tidak berpengalaman. Mereka pun ikut-ikutan membeli tanpa mengerti fundamental sebuah saham, yaitu laba bersih atau earnings per share (EPS), dividen dan pertumbuhan ke depan. Tingkat pertumbuhan pada akhirnya harus dapat dicerminkan oleh kenaikan EPS juga.

Baca Juga: UU Pajak Disahkan, Jerat-Jerat Baru Pungutan Pajak Bertebaran

Ketika kapitalisasi pasar sebuah saham masih kecil, investor institusi biasanya belum tertarik. Akan tetapi, mereka, terutama aset manajemen, terpaksa ikut arus di pasar ketika kapitalisasi emiten menembus 20 besar, masuk kelompok blue chips dan menghuni indeks bergengsi.

Manajer investasi khawatir ada nasabah yang mempertanyakan mengapa mereka tidak memiliki saham itu. Agar tidak ditinggalkan pelanggannya, mereka pun mengoleksi saham yang sedang ngetren itu untuk dimasukkan ke portofolionya. Inilah yang terjadi dengan sebuah saham bank digital yang harganya naik seribuan persen sejak akhir Maret 2020 dan sempat menjadi satu dari lima saham dengan kapitalisasi pasar terbesar.

Saat harga saham bank itu Rp 10.350 akhir April lalu, saya menebak akan terjadi koreksi karena PBV sudah 17,5 kali dan perusahaan masih terus merugi sejak 2015. Yang terjadi harganya tetap naik hingga menembus Rp 16.675 bulan lalu dengan PBV 28,5 kali dan kapitalisasi pasar Rp 231,1 triliun.

Hebatnya lagi, pada harga yang sudah sangat tidak masuk akal ini, masih ada perusahaan sekuritas yang menerbitkan laporan risetnya dengan rekomendasi beli dengan target harga di Rp 21.000. Jika Anda terperdaya, Anda akan gigit jari karena akhir pekan lalu harganya hanya Rp 12.925. Sepengetahuan saya, baru kali ini perusahaan yang konsisten merugi bisa naik terus harganya bahkan masuk lima kapitalisasi pasar terbesar, hanya kalah dari BBCA, BBRI, TLKM dan BMRI.

Baca Juga: Dompet Digital Garap Ekosistem

Soal saham bank kecil yang harganya melesat ratusan hingga ribuan persen, ARTO tidak sendiri. Ada enam saham bank digital lain yang masuk top gainers sepanjang tahun ini, yaitu BBYB, BINA, BABP, BBSI, BBHI dan BANK, yang memberi return mulai 380% hingga 2.599%, masing-masing dengan rerata return 1.020%.

PBV dari enam bank itu pun terbang tinggi menjadi 4,5 hingga 44,9 kali, atau rata-rata 20,8 kali. Dengan nilai buku 1/20,9 kali harga pasar, berarti investor mesti siap hanya menerima 1/20,8 atau 4,8% dari yang dibayarkan, jika perusahaan dilikuidasi.

Sebelum munculnya euforia bank digital, pelaku pasar sepakat PBV wajar bank dan industri keuangan lainnya berada di kisaran 1 hingga 3. Ini karena aset industri keuangan isinya kredit dan pembiayaan, bukan di aset tetap seperti tanah, bangunan, mesin dan pabrik atau aset tidak berwujud, seperti paten dan lisensi.

Porsi aset tetap dan tidak berwujud di sebuah bank umumnya tidak lebih dari 5%. Dus, jika bank dan perusahaan pembiayaan dilikuidasi, kas yang diterima para pemegang saham tidak akan jauh dari nilai bukunya.

Belajar dari negara-negara lain, investor mestinya sadar euforia saham-saham bank kecil sudah sangat berlebihan. Sangat sedikit bank digital yang akan keluar sebagai pemenang.

Baca Juga: BTN Kejar DBS dan CIMB di Kawasan Asia Tenggara

Berdasarkan riset Boston Consulting Group (BCG), dari 249 bank digital yang ada di seluruh dunia, hanya 13 yang menguntungkan. Di Korea Selatan, dari tiga bank digital, hanya satu yang profitable, yaitu Kakao Bank. Sementara di Tiongkok, dari 16 bank digital, hanya empat bank yang untung. Salah satunya adalah WeBank yang menjadi model untuk banyak bank digital.

Di mana pun juga sumber keuntungan utama bank berasal dari spread atau net interest margin, yaitu menyalurkan kredit dalam jumlah besar dengan biaya dana yang kecil (CASA yang tinggi). Sementara fee-based income hanya sebagian kecil dan tidak pernah jadi andalan.

Perusahaan dan individu yang punya uang banyak dan mendominasi dana pihak ketiga (DPK) di perbankan kita yang mencapai Rp 7.100 triliun masih belum mau menaruh tabungan dan giro ratusan juta hingga miliaran rupiah di bank-bank baru itu. Total DPK di bank-bank kecil di atas masih sekitar 5% total DPK.

Selain itu, di bank-bank konvensional besar yang ketemu langsung saja kadang masih ada kasus pembobolan dana nasabah karena permainan oknum. Apalagi jika kedekatan pribadi itu tidak ada, karena semua branchless.

Seperti pandemi, euforia pun cepat atau lambat akan berlalu. Ketika jumlah positif Covid-19 terus turun, menjadi hanya 24.430 orang kemarin, tren yang sama juga akan terjadi di harga saham bank digital.

Selanjutnya: Dana Kelolaan Reksadana Susut Rp 21 Triliun Sepanjang Tahun Ini

 

Bagikan

Berita Terbaru

Kinerja Masih Landai, Ini Sentimen yang bisa Mendongkrak Emiten Telko Tahun Ini
| Jumat, 23 Mei 2025 | 16:56 WIB

Kinerja Masih Landai, Ini Sentimen yang bisa Mendongkrak Emiten Telko Tahun Ini

Operator seluler secara serempak mulai menyederhanakan tawaran kartu perdana baru dan paket isi ulang internet.

Tak Cuma Gross Split, Aturan Lingkungan Juga Direvisi Demi Menarik Investasi Migas
| Jumat, 23 Mei 2025 | 11:02 WIB

Tak Cuma Gross Split, Aturan Lingkungan Juga Direvisi Demi Menarik Investasi Migas

Kementerian Lingkungan Hidup sedang dalam proses revisi beberapa aturan untuk bisa mempercepat perizinan.

Perkara Korupsi Digelar, Aset Sritex Bakal Jadi Rebutan
| Jumat, 23 Mei 2025 | 09:21 WIB

Perkara Korupsi Digelar, Aset Sritex Bakal Jadi Rebutan

Kapsupenkum Kejaksaan Agung menyatakan, negara harus mendapat prioritas atas pengembalian kerugian negara dari aset Sritex​.

Daya Beli Domestik Melemah, Pasar Ekspor bisa Jadi Kunci Kinerja MYOR di 2025
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:55 WIB

Daya Beli Domestik Melemah, Pasar Ekspor bisa Jadi Kunci Kinerja MYOR di 2025

PT Mayora Indah Tbk (MYOR) masih menduduki menjadi penguasa pasar produk biskuit dengan pangsa pasar 37% dan sereal dengan pangsa pasar 69%.​

Profit 30,41% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (23 Mei 2025)
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:43 WIB

Profit 30,41% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (23 Mei 2025)

Harga emas Antam hari ini (23 Mei 2025) 1 gram Rp 1.910.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 30,41% jika menjual hari ini.

Target Pendapatan Negara Lebih Moderat
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:37 WIB

Target Pendapatan Negara Lebih Moderat

Rasio pendapatan negara terhadap PDB diperkirakan ada di kisaran 11,71%–12,22%, lebih rendah dibanding target APBN 2025 sebesar 12,36%.

Menakar Risiko Pelebaran Defisit Transaksi Berjalan
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:31 WIB

Menakar Risiko Pelebaran Defisit Transaksi Berjalan

Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan atau CAD untuk kuartal I-2025 sebesar US$ 177 juta

Profil Utang SRIL dari Bank Swasta Lokal Hingga Asing, Terbesar Bank BCA
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:27 WIB

Profil Utang SRIL dari Bank Swasta Lokal Hingga Asing, Terbesar Bank BCA

Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus kredit Sritex.

Sejumlah Saham Gocap Naik di Bulan Mei, Cermati Kinerja dan Volume Transaksinya
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:22 WIB

Sejumlah Saham Gocap Naik di Bulan Mei, Cermati Kinerja dan Volume Transaksinya

Investor perlu hati-hati lantaran lonjakan harga saham gocap tak selalu sejalan dengan perbaikan di sisi kinerja keuangan.

Membedah Profil Bisnis Chandra Daya Investasi (CDI), Anak Usaha TPIA yang Segera IPO
| Jumat, 23 Mei 2025 | 08:06 WIB

Membedah Profil Bisnis Chandra Daya Investasi (CDI), Anak Usaha TPIA yang Segera IPO

Laba tahun berjalan PT Chandra Daya Investasi (CDI) melambung 271,86% menjadi sebesar US$ 30,23 juta pada kuartal I-2025.

INDEKS BERITA

Terpopuler