Menilik Prospek Menteng Heritage Realty (HMRE) Usai Masuk Bisnis Pelayaran

Sabtu, 20 April 2019 | 07:36 WIB
Menilik Prospek Menteng Heritage Realty (HMRE) Usai Masuk Bisnis Pelayaran
[]
Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan lalu, PT Menteng Heritage Realty Tbk (HRME) telah menyelesaikan proses perhelatan initial public offering (IPO). Perusahaan yang memiliki hotel bernuansa jadul di kawasan Menteng, Jakarta, ini menjadi emiten kesepuluh yang mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini.

HRME meraup dana segar Rp 125,35 miliar dari hajatan tersebut. Perusahaan ini melepas sekitar 1,91 miliar saham atau setara 20% dari modal ditempatkan dan disetor penuh di harga Rp 105 per saham. Duit segar tersebut bakal digunakan untuk menggelar ekspansi secara anorganik.

Direktur Utama HRME Christofer Wibisono mengatakan, 51,89% dana IPO bakal digunakan untuk mengakuisisi PT Global Samudra Nusantara (GSN). Akuisisi dilakukan dengan mengambilalih 94,47% kepemilikan PT Twin Investment (TI) di GSN.

Sementara, sebesar 26,79% akan digunakan untuk mengakuisisi 99,99% kepemilikan saham PT Wijaya Wisesa Realty (WWR) di PT Wijaya Wisesa Bakti (WWB), yang merupakan perusahaan perhotelan. Sisanya, sebesar 20,93% dana hasil IPO digunakan untuk modal kerja anak usaha WWB yang bergerak di sektor properti, PT Wijaya Wisesa Development (WWD).

Manuver HRME terbilang menarik. Sebab, GSN merupakan perusahaan pelayaran. Meski akuisisi ini merupakan langkah diversifikasi bisnis, namun bisnis perusahaan ini jauh dari bisnis inti HRME.

Usut punya usut, keduanya rupanya memiliki hubungan afiliasi. Dalam prospektus IPO HRME disebutkan, WWR dan TI merupakan pemegang saham HRME. Setelah IPO, keduanya memiliki masing-masing 4,77 miliar dan 10.000 saham HRME.

Masih mengacu pada prospektus, transaksi afiliasi menawarkan harga yang lebih menarik. Ditambah lagi, HRME sudah mengenali kualitas dari dua perusahaan target akuisisinya tersebut.

Adapun nilai akuisisi GSN sebesar Rp 62 miliar. Untuk WWB, akuisisinya senilai Rp 32 miliar.

Efek akuisisi

Bisnis GSN bakal segera terkonsolidasi dengan bisnis HRME tahun ini. Begitu pula dengan kinerja keuangannya.

Sebelumnya, manajemen HRME menargetkan GSN mampu memberikan pemasukan sekitar Rp 14 miliar tahun ini. Diharapkan, diversifikasi bisnis ini mampu mengurangi ketergantungan HRME dari satu segmen bisnis saja.

Terlebih, bisnis perhotelan memiliki siklus tertentu. Bisnis ini biasanya kurang moncer di awal-awal tahun.

Christofer menjelaskan, ekspansi yang dilakukan perusahaannya ini belum akan memberi dorongan pada kinerja keuangan HRME, setidaknya selama semester pertama. Baru pada semester kedua nanti, kinerja keuangan HRME bisa lebih baik.

Sebab, banyak momen liburan di semester dua, seperti natal dan tahun baru. "Ini momentum yang baik, harapannya banyak turis dalam dan luar negeri yang datang," ujar Christofer.

Meski begitu, setelah IPO dan serangkaian ekspansi yang dilakukan, HRME melihat prospek bisnis ke depan lebih optimistis.

Pengelola hotel The Hermitage di Menteng yang tergabung dalam Marriott International ini membidik pendapatan lebih dari Rp 100 miliar pada tahun ini. Angka target tersebut lebih tinggi sekitar 64,7% dibanding realisasi periode setahun sebelumnya.

Per akhir 2018, HMRE mencatatkan pendapatan sebesar Rp 60,7 miliar. Sementara itu, per kuartal I-2019, pendapatan yang berhasil dihimpun HMRE sudah Rp 15 miliar.

Okupansi hotel diharapkan naik mencapai 49% di tahun ini, dari sebelumnya 45%. "Tahun ini, target pendapatan ditambah dengan akuisisi akan di atas Rp 100 miliar," beber Christofer.

Belum lama menjadi perusahaan terbuka, saham HRME langsung dinobatkan sebagai salah satu anggota saham syariah. Penetapan ini berbarengan dengan masuknya saham PT Capri Nusa Satu Properti Tbk (CPRI) sebagai anggota kategori saham yang sama.

Penetapan saham CPRI sebagai efek syariah diresmikan OJK melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-15/D.04/2019 tanggal 28 Maret 2019. Sementara, efek syariah HRME ditetapkan melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.04/2019 pada 8 April 2019.

Secara rutin, OJK akan meninjau kembali Daftar Efek Syariah (DES) berdasarkan laporan keuangan tengah tahun dan laporan keuangan tahunan kedua emiten anyar tersebut.

OJK juga akan meninjau kembali DES emiten apabila terdapat aksi korporasi, informasi, atau fakta dari emiten yang dapat menyebabkan terpenuhi atau tidaknya kriteria efek syariah, kata Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi dalam keterangan tertulis beberapa waktu yang lalu.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Xerox Holdings Bakal Akuisisi Lexmark Senilai US$ 1,5 Miliar
| Senin, 23 Desember 2024 | 19:48 WIB

Xerox Holdings Bakal Akuisisi Lexmark Senilai US$ 1,5 Miliar

Lexmark perusahaan yang berbasis di Lexington, Kentucky dibentuk sebagai bentuk spin off dari IBM pada bulan Maret 1991.

Valuasi IPO CBDK Dinilai Menarik, Begini Analisisnya
| Senin, 23 Desember 2024 | 15:51 WIB

Valuasi IPO CBDK Dinilai Menarik, Begini Analisisnya

CBDK meminta harga IPO 19x-26x P/E sepanjang tahun 2025, lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis di sektornya yang hanya 6x-9x P/E.

Mediasi Diperpanjang, Gugatan 40 Nasabah Mirae Senilai Rp 8,17 Triliun Masih Bergulir
| Senin, 23 Desember 2024 | 14:21 WIB

Mediasi Diperpanjang, Gugatan 40 Nasabah Mirae Senilai Rp 8,17 Triliun Masih Bergulir

Mirae Asset minta waktu hingga 16 Januari 2025 untuk memberikan tanggapan karena proposal penggugat harus dirapatkan melibatkan seluruh direksi.

Pilihan Saham Big Caps Menarik Untuk Investasi Jangka Panjang
| Senin, 23 Desember 2024 | 13:58 WIB

Pilihan Saham Big Caps Menarik Untuk Investasi Jangka Panjang

Saham-saham dengan kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap) besar tak melulu jadi pilihan tepat untuk investasi jangka panjang.

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga
| Senin, 23 Desember 2024 | 09:00 WIB

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga

PALM mencetak laba bersih Rp 464,63 miliar di Januari-September 2024, dibandingkan periode sebelumnya rugi bersih sebesar Rp 1,94 triliun.

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:52 WIB

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik

Sejumlah sektor usaha dinilai masih prospektif dan berpotensi sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia ke depan, setidaknya dalam jangka menengah

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:47 WIB

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025

Tantangan pemerintah Indonesia untuk memacu perekonomian semakin berat pada tahun depan, termasuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:36 WIB

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan

Bila mendapatkan insentif pajak, maka PPnBM untuk kendaraan hybrid akan dibanderol sebesar 3% hingga 4%.

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:35 WIB

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli

Miten yang bergerak di bisnis barang konsumsi dibayangi sentimen kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:25 WIB

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun

Sudah tidak banyak lagi ruang bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menguat di sisa tahun ini. 

INDEKS BERITA

Terpopuler