Berita Bisnis

Menteri ESDM Diprotes Jepang, Minta Ekspor Batubara Segera dibuka

Kamis, 06 Januari 2022 | 07:42 WIB
Menteri ESDM Diprotes Jepang, Minta Ekspor Batubara Segera dibuka

ILUSTRASI. Alat berat merapikan tumpukan batu bara di area pengumpulan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (4/1/2022).

Reporter: Arfyana Citra Rahayu, Azis Husaini, Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Respons atas langkah pemerintah melarang ekspor batubara selama sebulan (1-31 Januari 2022) terus bergulir. Kali ini, Pemerintah Jepang mengajukan keberatan dengan kebijakan itu. 

Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia melayangkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Surat tertanggal 4 Januari 2022 itu antara lain berisi permintaan agar Pemerintah Indonesia mempertimbangkan kembali kebijakan larangan ekspor batubara.
 
Kedubes Jepang menyatakan, industri di Jepang secara teratur mengimpor batubara dari Indonesia untuk pembangkit listrik dan manufaktur, dengan estimasi volume impor sebanyak 2 juta ton per bulan.
 
"Larangan ekspor akan berdampak serius bagi aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari masyarakat," Kanasugi Kenji, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia, dalam surat kepada Menteri Arifin Tasrif, yang salinannya diperoleh KONTAN, kemarin.
 
Jepang mengimpor batubara high calorific value (HVC) dari Indonesia. Jenis ini berbeda dengan batubara low calorific value (LVC) yang dibeli secara eksklusif oleh PLN untuk kebutuhan PLTU. "Artinya, ekspor HVC ke Jepang tidak berdampak signifikan terhadap pasokan batubara untuk PLN. Oleh karena itu, saya ingin meminta segera pencabutan larangan ekspor batubara ke Jepang," tandas  Kanasugi. 
 
Perusahaan pelayaran besar asal Jepang melaporkan, setidaknya ada lima kapal yang mengangkut batubara ke Jepang saat ini menunggu pemberangkatan. "Saya juga meminta secara khusus agar izin keberangkatan kapal-kapal yang siap berangkat segera diterbitkan," ucap Kanasugi. 
 
Jepang meminta diskusi dengan komunitas bisnis Jepang untuk memelihara dan mengembangkan hubungan ekonomi yang baik antara Jepang dan Indonesia.
 
Jepang merupakan satu dari enam negara importir terbesar batubara dari Indonesia. Selain Jepang, lima negara lainnya adalah India, China, Korea Selatan, Taiwan dan Filipina (lihat tabel).
Dari dalam negeri, suara keberatan sebelumnya datang dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Belakangan, APBI menyatakan dukungan penuh untuk memasok batubara kepada PLN, yang memang merupakan kewajiban atau domestic market obligation (DMO).
 
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, belum merespons konfirmasi KONTAN terkait surat Kedubes Jepang.
 
Namun sebelumnya saat ditanya soal kebijakan DMO, Ridwan menegaskan, saat ini semua perusahaan batubara tidak boleh ekspor. "Saat ini semua perusahaan batubara tidak boleh ekspor," kata dia, kepada KONTAN, kemarin. Pemerintah melarang ekspor batubara selama sebulan lantaran PLN sedang krisis pasokan batubara untuk PLTU.
 
Berbeda dengan pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengisyaratkan 25 perusahaan yang menambang batubara di wilayah mereka boleh mengekspor.
 
"Alhamdulillah sudah kami laporkan kepada pimpinan bahwa ada 25 perusahan tambang di Kaltim yang dibolehkan mengekspor batubara, karena DMO mencapai 76%-100%," kata Kepala Dinas ESDM Kaltim, Christianus Benny dalam postingan yang diunggah di akun resmi Instagram Pemprov Kaltim, Selasa (4/1).
 
Pemerintah, Senin (3/1) lalu, berdialog dengan pebisnis batubara dan semestinya kemarin (5/1) ada dialog lanjutan. "Kami masih menunggu rapat dengan pemerintah yang seharusnya pagi ini (kemarin). Sampai sekarang belum ada kabar lagi," ungkap Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).
 
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno menilai, pemerintah bisa mengizinkan ekspor bagi perusahaan yang sudah memenuhi target DMO. "Bagi yang belum, bahkan terkesan menghindar, mereka harus diberikan sanksi, mulai dari pembekuan izin ekspor hingga pembekuan izin usaha sama sekali," ucap dia.    

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Sudah berlangganan? Masuk

Berlangganan

Berlangganan Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi, bisnis, dan investasi pilihan

Rp 20.000

Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000

Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Terbaru