Modern (MDRN) Rights Issue Untuk Bayar Utang dan Modal Bidik Proyek Pemerintah

Sabtu, 13 Juli 2019 | 08:22 WIB
Modern (MDRN) Rights Issue Untuk Bayar Utang dan Modal Bidik Proyek Pemerintah
[]
Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah melepas 7-Eleven, PT Modern Internasional Tbk (MDRN) masih berikhtiar menggerakkan roda bisnisnya. Saat ini, Modern Internasional membidik dana segar Rp 130 miliar untuk mendukung restrukturisasi utang dan menambah modal kerja.

Direktur PT Modern Internasional Tbk, Johannis, mengatakan manajemen akan menghimpun pendanaan melalui rights issue alias menambah modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).

Emiten ini berencana menerbitkan 2,6 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 50 per saham. Saham baru ini akan dicatat pada 17 Juli 2019. "Sebagian besar dana untuk restrukturisasi utang," ujar dia kepada KONTAN, Jumat (12/7).

Adapun sisa dana untuk menambah modal kerja. Johannis memperkirakan komposisi penggunaan dana rights issue untuk restrukturisasi utang dan modal kerja sebesar 70%:30%.

Pilihan menerbitkan saham baru untuk restrukturisasi utang lantaran rasio utang atau debt to equity ratio (DER) perusahaan ini cukup tinggi. Mengutip data RTI, DER MDRN minus 305,15%. Namun Johannis enggan menjawab secara mendetail soal target DER. "Kami berharap cepat positif. Sulit bicara sekarang, karena bisnis (mesin fotokopi) Ricoh baru mulai menanjak," ungkap dia.

Sepanjang kuartal I 2019, Modern Internasional membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 87,95% menjadi Rp 30,43 miliar ketimbang periode yang sama tahun lalu Rp 16,19 miliar.

Manajemen MDRN akan menggunakan 30% dana rights issue untuk memenuhi belanja modal (capex). Sebelumnya mereka mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 110 miliar hingga Rp 150 miliar.

Kelak, Modern Internasional akan menggunakan dana tersebut untuk menambah jumlah mesin multifunction fotokopi yang akan mereka sewakan. Dari sana, manajemen MDRN mengincar pendapatan pada tahun ini bisa bertumbuh. "Harapannya bisa tumbuh 5%, meski agak sulit," Johannis mengakui.

Incar instansi pemerintah

Untuk mengejar target tersebut, MDRN akan mengikuti tender persewaan mesin dan penambahan mesin baru. MDRN juga telah menyiapkan strategi untuk mengerek pertumbuhan kinerja tahun ini, meski masih banyak menghadapi tekanan. "Strateginya, kami memfokuskan pada penyewaan mesin fotokopi di segmen pemerintah. Kami ingin fokus ke business to goverment (B2G) karena lebih besar proyeknya," tutur Johannis.

Pertimbangan lainnya, MDRN tidak bisa mengandalkan proyek dari perkantoran lantaran marginnya tidak terlalu besar akibat ketatnya persaingan. Selain itu, tahun ini MDRN akan menambah mesin fotokopi baru untuk disewakan. "Saat ini, kami sudah memiliki ribuan mesin fotokopi," ungkap Johannis.

Dari segmen bisnis persewaan ini, Modern Internasional mengharapkan mendapatkan kontribusi lumayan sehingga bisa mendongkrak target pertumbuhan 5% di 2019. Dengan demikian, laba bersih Modern Internasional bisa membaik, bahkan menjadi positif. Tahun lalu, MDRN rugi Rp 38,58 miliar.

Bagikan

Berita Terbaru

Pengendali Jual 20% Kepemilikan RMKE, Harga Saham Ukir Rekor Terbaru
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 15:00 WIB

Pengendali Jual 20% Kepemilikan RMKE, Harga Saham Ukir Rekor Terbaru

Pemegang saham pengendali PT RMK Energy Tbk (RMKE), PT RMK Investama, menjual 20% kepemilikannya di RMKE saat harga sahamnya ukir rekor baru.

Kembali Masuk Top Laggard, Invesco Hingga Goldman Sachs Pilih Lepas Saham BBCA
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 14:00 WIB

Kembali Masuk Top Laggard, Invesco Hingga Goldman Sachs Pilih Lepas Saham BBCA

Goldman Sachs Group Inc melepas 77,97 juta saham BBCA  pada 30 September, menyisakan sebanyak 1,21 miliar saham BBCA yang masih dikempitnya.

BIPI Siapkan Sejumlah Strategi Ekspansi Ke Proyek Energi Hijau
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 13:30 WIB

BIPI Siapkan Sejumlah Strategi Ekspansi Ke Proyek Energi Hijau

Unt.uk rencana jangka pendek, BIPI tengah membangun proyek pengolahan limbah menjadi energi yang saat ini masih dalam tahap studi kelayakan

Berharap Keajaiban Siklus Cuan Uptober di Pasar Kripto yang Kerap Membagikan Cuan
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 12:34 WIB

Berharap Keajaiban Siklus Cuan Uptober di Pasar Kripto yang Kerap Membagikan Cuan

Memasuki Oktober, pelaku pasar di market kripto sedikit lebih optimisme, seiring tren historis yang kerap mengukir kinerja positif di periode ini.

Insentif PPN DTP Diperpanjang, Harga Emiten Properti Milik Aguan (PANI) Menggeliat
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 12:14 WIB

Insentif PPN DTP Diperpanjang, Harga Emiten Properti Milik Aguan (PANI) Menggeliat

Sepanjang enam bulan ke belakang saham PANI menguat 63,82%, meski secara year to date (YtD) angkanya terkoreksi 19,62%.

Asa Taipan Dato Sri Tahir Injakkan Kaki di Gaza Hingga Perluas Bisnis Rumah Sakit
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 11:48 WIB

Asa Taipan Dato Sri Tahir Injakkan Kaki di Gaza Hingga Perluas Bisnis Rumah Sakit

Tahir mengenang kunjungannya ke Palestina, tepatnya di Lebanon, sebelum pandemi Covid-19. Kala itu, suasana masih begitu cantik, penuh kehidupan.

Mengenal Peran Remisier atau Mitra Pemasaran PPE di Bisnis Sekuritas
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 11:09 WIB

Mengenal Peran Remisier atau Mitra Pemasaran PPE di Bisnis Sekuritas

KSEI mencatat jumlah investor pasar modal per Agustus 2025 mencapai 18 juta SID, bertambah 3,15 juta (21,16%) dibanding akhir tahun 2024.

Terpapar Gangguan Operasional, Kinerja DOID Masih Lemah
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 09:06 WIB

Terpapar Gangguan Operasional, Kinerja DOID Masih Lemah

Gangguan operasional cukup mempengaruhi kinerja keuangan PT BUMA Internasional Grup Tbk (DOID) pada semester I-2025. 

Saham Lapis Dua Pilihan di Kuartal Akhir
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 08:59 WIB

Saham Lapis Dua Pilihan di Kuartal Akhir

Saham kapitalisasi kecil dan menegah melakukan berbagai aksi korporasi menarik minat investor beralih ke saham lapis kedua

Saham-Saham Lapis Dua Masih Mampu Berjaya
| Kamis, 02 Oktober 2025 | 08:58 WIB

Saham-Saham Lapis Dua Masih Mampu Berjaya

Selama asing belum benar-benar kembali masuk ke pasar saham, saham-saham kapitalisasi  besar alias big caps sulit mendapatkan momentum pembalikan.

INDEKS BERITA

Terpopuler