Moody's: Metrik Kredit Indika (INDY) akan Memburuk Selama 12 Bulan ke Depan

Kamis, 21 Mei 2020 | 11:33 WIB
Moody's: Metrik Kredit Indika (INDY) akan Memburuk Selama 12 Bulan ke Depan
[ILUSTRASI. PT Indika Energy Tbk (INDY). Moody's merevisi peringkat utang Indika Energy (INDY) dari stabil menjadi negatif.]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat internasional Moody's Investor Service memperkirakan metrik kredit PT Indika Energy Tbk (INDY) akan memburuk selama 12 bulan ke depan.

Itu sebabnya, Moody's kemarin merevisi prospek peringkat utang PT Indika Energy Tbk (INDY) dari stabil menjadi negatif.

Meski begitu, Moody's masih mempertahankan peringkat utang Indika di posisi Ba3. Moody's juga menegaskan peringkat Ba3 untuk surat utang senior US$ 285 juta yang diterbikan oleh Indo Energy Finance II B.V., surat utang senor US$ 265 juta yang diterbitkan oleh Indika Energy Capital II Pte. Ltd., dan surat utang senior US$ 575 juta yang dirilis oleh Indika Energy Capital III Pte. Ltd.

Baca Juga: Pilah-Pilih Saham Anggota MSCI Global Standard

Maisam Hasnain, Assistant Vice President and Analyst Moody's, mengatakan, penegasan peringkat utang Indika di Ba3 mencerminkan operasi yang beragam, saldo kas yang besar dengan jatuh tempo utang jangka pendek yang bisa dikelola, dan kepatuhan terhadap kebijakan keuangan yang berhati-hati.

Meski begitu, menurut Hasnain, Moody's memperkirakan, metrik kredit Indika akan memburuk selama 12 bulan di tengah lingkungan operasi yang menantang. Itu sebabnya, Moody's merevisi prospek utang Indika dari stabil menjadi negatif.

Memburuknya metrik kredit Indika dipicu oleh beberapa hal. Menurut Hasnain, penyebaran pandemi virus corona yang cepat dan meluas, memburuknya prospek ekonomi global, jatuhnya harga minyak, dan penurunan harga aset telah menciptakan guncangan kredit yang parah dan luas di banyak sektor, wilayah, dan pasar. Efek kredit gabungan dan perkembangan ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca Juga: Pelemahan Harga Batubara Masih Bisa Berlanjut

Lebih khusus lagi, Hasnain menambahkan, Indika terpapar oleh harga batubara termal yang melemah. Moody's memperkirakan harga batubara termal kemungkinan akan tetap rendah selama 12 bulan ke depan. Penyebabnya, permintaan batubara termal berkurang akibat penurunan ekonomi yang dipicu oleh pandemi virus corona.

Berdasarkan asumsi harga batubara termal Newcastle jangka menengah sebesar US$ 60-US$ 65 per ton, Moody's memperkirakan, rasio utang Indika yang disesuaikan akan meningkat menjadi 5,2 kali hingga 6,5 kali selama 12 bulan hingga 18 bulan ke depan. Pada akhir Desember 2019 lalu, rasio utang Indika masih berada di posisi 3,5 kali.

 

Pendapatan Indika akan terkontraksi

Moody's memperkirakan, pendapatan Indika akan mengalami kontraksi. Hal ini terutama disebabkan oleh lebih rendahnya pendapatan Kideco Jaya Agung, perusahaan pertambangan batubara yang dimiliki oleh Indika dengan kepemilikan saham sebesar 91%. 

Kideco tercatat sebagai kontributor terbesar pendapatan Indika yang menyumbang 52% terhadap total pendapatan Indika pada 2019.

Baca Juga: Enggak Kerja, Lo Kheng Hong Terima Uang Rp 16,5 Miliar dari Petrosea (PTRO)

Lemahnya harga batubara dan melambatnya pertumbuhan ekonomi juga akan membuat risiko penurunan metrik kredit Indika semakin meningkat. Hal ini bisa terjadi jika volume penjualan Indika menurun atau jika harga batubara tetap rendah untuk jangka waktu uyang lama.

Pertumbuhan laba Indika, menurut Moody's, juga akan diredam di kedua anak perusahaan, PT Petrosea Tbk  (PTRO) an PT Tripatra Multi Energi yang masing-masing memberikan kontribusi 16% dan 15% terhadap total pendapatan Indika di 2019 .

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kontrak yang dikelola Petrosa dan Tripatra telah menurun. Lantaran harga batubara yang rendah, Moody's memperkirakan, kemungkinan kedua perusahaan memperoleh kontrak baru pada tahun ini juga rendah.

Baca Juga: UU Minerba Jadi Napas Baru Emiten Batubara

Meski begitu, likuiditas Indika masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan kas selama 12 bulan hingga 18 bulan ke depan. Moody's berharap, Indika akan terus membiaya kembali utang-utangnya secara proaktif jauh sebelum jatuh  tempo utang sebesar US$ 1,1 miliar antara tahun 2022 dan 2024.

Per 31 Desember 2019, Indika memiliki saldo kas konsolidasi sebesar US$ 569 juta. Saldo kas ini cukup memberikan fleksibilitas bagi Indika untuk mengelola volatilitas operasional di tengah harga batubara yang rendah.

Bagikan

Berita Terbaru

Pahlawan Buruh
| Rabu, 12 November 2025 | 07:05 WIB

Pahlawan Buruh

Ditetapkannya Marsinah sebagai pahlawan nasional membuat pemerintah dan pelaku industri tidak lagi takut melihat suara buruh jadi ancaman.

Jual Aset, KAEF Berupaya Benahi Arus Kas dan Kinerja
| Rabu, 12 November 2025 | 07:00 WIB

Jual Aset, KAEF Berupaya Benahi Arus Kas dan Kinerja

Dengan penjualan aset, KAEF akan mendapatkan dana segar guna mendukung kebutuhan operasional, modal kerja, dan pembayaran kewajiban

Tiga Dekade Bicara Iklim Tanpa Hasil
| Rabu, 12 November 2025 | 07:00 WIB

Tiga Dekade Bicara Iklim Tanpa Hasil

Perubahan iklim kini sudah tidak lagi menunggu hasil sidang tapi harus mulai bergerak di luar ruang sidang.

Rekomendasi Saham Hari Ini, Rabu (12/11) Saat IHSG Konsolidasi, Cek Pilihan Analis
| Rabu, 12 November 2025 | 06:57 WIB

Rekomendasi Saham Hari Ini, Rabu (12/11) Saat IHSG Konsolidasi, Cek Pilihan Analis

Pelemahan IHSG sejalan dengan aksi jual asing di saham-saham perbankan besar (big bank) dan aksi ambil untung di saham sektor komoditas.

Rumor Investor Kakap Bergotong Royong Mendongkel Patrick Walujo, Ada Apa?
| Rabu, 12 November 2025 | 06:37 WIB

Rumor Investor Kakap Bergotong Royong Mendongkel Patrick Walujo, Ada Apa?

Penggantian Patrick salah satu langkah investor mempercepat pembicaraan akuisisi GOTO. Patrick dianggap menentang pengambilalihan oleh Grab.

Rupiah Masih Rentan Koreksi pada Rabu (12/11)
| Rabu, 12 November 2025 | 06:30 WIB

Rupiah Masih Rentan Koreksi pada Rabu (12/11)

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah di pasar spot turun 0,24% menjadi Rp 16.694 per dolar AS. Penguatan dolar AS di pasar global jadi faktor utama.

Meski Melambat, Giro Tetap Tumbuh Tinggi
| Rabu, 12 November 2025 | 06:15 WIB

Meski Melambat, Giro Tetap Tumbuh Tinggi

Ppertumbuhan giro di perbankan pada September tampak melambat, kontras dengan tabungan dan deposito yang lajunya naik signifikan.​

Pasca Koreksi Jangka Pendek, Harga Emas Kembali Rebound
| Rabu, 12 November 2025 | 06:15 WIB

Pasca Koreksi Jangka Pendek, Harga Emas Kembali Rebound

Data Bloomberg mencatat, harga emas spot naik 0,55% secara harian ke US$ 4.146,3 per ons troi pada Selasa (11/11).

Kemenhut Rancang Aturan Turunan Pasar Karbon
| Rabu, 12 November 2025 | 06:05 WIB

Kemenhut Rancang Aturan Turunan Pasar Karbon

Kementerian Perhutanan tengah menyiapkan beberapa aturan terkait perdagangan karbon di sektor kehutanan.

Transaksi QRIS Antarnegara Kian Semarak, Tapi Tantangannya Masih Besar
| Rabu, 12 November 2025 | 06:05 WIB

Transaksi QRIS Antarnegara Kian Semarak, Tapi Tantangannya Masih Besar

Berdasarkan data BI per kuartal III-2025, volume transaksi QRIS di luar negeri paling banyak dilakukan di Malaysia

INDEKS BERITA

Terpopuler