Nobel Ekonomi Blusukan

Jumat, 15 Oktober 2021 | 09:00 WIB
Nobel Ekonomi Blusukan
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah tradisi, tensi relasi pengusaha dan buruh memanas pada bulan-bulan ini. Gesekan perbedaan kepentingan keduanya dalam penentuan upah minimum menyulut gejolak hubungan industrial di pengujung tahun.

Di sinilah Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 tentang Pengupahan dan aturan pelaksananya akan diuji. Sebagai rezim pengupahan baru, beleid itu diharapkan menjawab problem perburuhan, dan menjadi terobosan peningkatan kesejahteraan pekerja secara berkeadilan.

Sayang, aturan baru pengupahan yang akan diterapkan pertama kalinya untuk upah tahun 2022 itu merupakan kontradiksi dari harapan tadi. Bahkan rezim upah baru ini  ibarat kemunduran bila ditarik dalam konteks penghargaan Nobel Ekonomi tahun 2021.

Aturan turunan UU No 11/2021 tentang Cipta Kerja tersebut, misalnya, tidak lagi mempertimbangkan analisis kebutuhan riil yang berbasis survei komponen kebutuhan hidup layak (KHL). Perkiraan biaya hidup pekerja dipukul rata berdasarkan indikator ekonomi makro.

Dengan kata lain, aturan upah yang baru menegasikan kondisi riil keseharian kelas buruh. Problem yang dihadapi pekerja dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote dianggap sama karena indikator ekonomi makronya sama.

Padahal penelitian yang mengantarkan David Card meraih Nobel Ekonomi 2021 menekankan pentingnya survei empiris sebagai basis pembuatan kebijakan pemerintah, khususnya bidang pengupahan.

Card menyatakan teori ekonomi tidak mampu menggambarkan secara riil kondisi dunia nyata, sehingga perlu survei lapangan untuk melihat dampak kebijakan pemerintah, terutama dalam penentuan upah.

Pernyataan itu berdasarkan pada penelitiannya mengenai efek kenaikan upah terhadap jumlah lapangan kerja sekitar tahun 1984-an.

Card, bersama mendiang Alan Kruger, eks Kepala Penasehat Ekonomi Presiden Obama, meneliti restoran cepat saji di New Jersey yang menaikkan upah, dengan restoran cepat di Pennsylvania yang tak menaikkan upah.

Penelitian mereka menunjukkan, kenaikan upah minimum tidak serta merta mengurangi lapangan kerja. Temuan ini menjungkirbalikkan teori ekonomi sebelumnya yang beranggapan bahwa penerapan  upah yang minim akan menghasilkan lebih banyak lapangan pekerjaan.

Memang, sejumlah penelitan setelahnya yang dilakukan ekonom lain berkata sebaliknya. Meski begitu, Card dan Kruger telah menancapkan tonggak penting di bidang ekonomi mengenai urgensi survei empiris sebagai basis pengambilan kebijakan.

The Economist memberi predikat warisan Card tersebut sebagai revolusi kredibilitas kebijakan ekonomi.

Di Indonesia sendiri, Presiden Joko Widodo juga telah meletakkan standar baru bernama blusukan dalam pengambilan kebijakan. Selaras dengan teori ala Card dan Kruger, blusukan merupakan proses cek fakta untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi kondisi lapangan, sehingga kebijakan yang diambil sesuai kebutuhan  masyarakat.

Nah, dalam konteks penentuan upah minimum 2022, tidak ada salahnya memanfaatkan lagi KHL, sebagai hasil blusukan di kehidupan nyata. Persoalan yang dihadapi setiap buruh jelas berbeda-beda, sehingga nasibnya pun tidak bisa disederhanakan alih-alih diseragamkan berdasarkan indikator makro ekonomi.

Besaran kenaikan upah memang tak akan memuaskan semua pihak. Tapi lebih dari sekadar kalkulasi untung rugi, ada sisi lain yang sering dilupakan: buruh yang bahagia dan sejahtera acap tulus berdoa dan meminta bantuan langit agar perusahaan tempatnya bekerja bisa langgeng dan jaya sepanjang masa.                

Bagikan

Berita Terbaru

FILM Menyiapkan Film Box Office
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:28 WIB

FILM Menyiapkan Film Box Office

FILM berhasil menorehkan kinerja positif pada triwulan I 2025 dengan mencatatkan pendapatan  Rp 122,5 miliar

KAI Sediakan Tarif Khusus untuk Kelas Eksekutif
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:23 WIB

KAI Sediakan Tarif Khusus untuk Kelas Eksekutif

"Melalui tarif khusus, KAI memberikan kemudahan bagi pelanggan yang melakukan perjalanan mendadak dengan tarif terjangkau

Bisnis Maskapai Masih Tertekan Biaya Operasional
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:20 WIB

Bisnis Maskapai Masih Tertekan Biaya Operasional

Tingginya biaya operasional masih menjadi tantangan utama yang dihadapi maskapai nasional dari mulai .avtur, nilai tukar rupiah  dan suku cadang

Lifting Minyak Masih Meleset dari Target
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:17 WIB

Lifting Minyak Masih Meleset dari Target

Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan, capaian pada semester I 2025 sudah lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu,

Banyak Sentimen Positif, Kripto Diprediksi Masih Bisa Menanjak
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:15 WIB

Banyak Sentimen Positif, Kripto Diprediksi Masih Bisa Menanjak

Menghadapi pertemuan FOMC pada 29-30 Juli 2025, pasar kripto menunjukkan pergerakan beragam dalam sepekan terakhir.

Lunasi Obligasi, Eagle High Plantations (BWPT) Rogoh Kocek Rp 61,8 Miliar
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:15 WIB

Lunasi Obligasi, Eagle High Plantations (BWPT) Rogoh Kocek Rp 61,8 Miliar

PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) telah melunasi jatuh tempo Obligasi Berkelanjutan I Eagle High Plantations Tahap I Tahun 2024.​

 Menjajaki Pasar Ekspor Batubara Selain China
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:14 WIB

Menjajaki Pasar Ekspor Batubara Selain China

China mulai banyak menggunakan batubara kalori tinggi untuk kebutuhan industri dalam negerinya yang terus bertambah

Pendanaan Korporasi Bergeser ke Obligasi
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:10 WIB

Pendanaan Korporasi Bergeser ke Obligasi

Di tengah tekanan biaya dana yang meningkat, perusahaan cenderung melirik pasar surat utang sebagai alternatif pembiayaan dibanding kredit.​

Prabowo Mengakui Program MBG Masih Jauh dari Target
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:10 WIB

Prabowo Mengakui Program MBG Masih Jauh dari Target

Penerima manfaat program MBG baru mencapai 6,7 juta penerima, jauh dari target yang dicanangkan yakni 82,9 juta penerima di akhir tahun ini.

Serapan Dana IPO Emiten Masih Minim di Semester I-2025
| Selasa, 22 Juli 2025 | 06:05 WIB

Serapan Dana IPO Emiten Masih Minim di Semester I-2025

Penyerapan dana hasil penawaran umum perdana saham (IPO) yang masih rendah bisa jadi sentimen negatif emiten.

INDEKS BERITA

Terpopuler