Pemerintah Pangkas Kuota Produksi Batubara

Rabu, 13 Maret 2019 | 09:19 WIB
Pemerintah Pangkas Kuota Produksi Batubara
[]
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuota produksi batubara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahun 2019 turun hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan realisasi produksi tahun 2018. Penurunan tersebut merupakan konsekuensi tidak terpenuhinya kewajiban memasok batubara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) tahun lalu.

Asal tahu, pemangkasan kuota produksi mencakup 10 provinsi. Kalau dihitung, Bengkulu mencatatkan penurunan kuota produksi 2019 terbesar yakni 61,52% menjadi 1,52 juta ton batubara. Adapun Sumatra Barat menjadi satu-satunya provinsi yang mencetak kenaikan kuota produksi 2019 sebanyak 54,13% menjadi 971.000 ton batubara.

Total realisasi produksi batubara 10 provinsi pada tahun lalu mencapai 211,27 juta ton. Volume itu setara dengan 37,93% terhadap total realisasi produksi nasional yang sebanyak 557 juta ton.

Sementara, realisasi pemenuhan DMO batubara tahun lalu 24,15 juta ton. Pencapaian itu hanya setara dengan 70,6% dari target.

Oleh karenanya, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak mengabulkan seluruh usulan kuota produksi IUP batubara yang mencapai 282,99 juta ton. "Kami hanya berikan persetujuan rencana produksi tahun ini sebesar 105,79 juta ton," kata Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Senin (11/3) lalu.

Pegangan Kementerian ESDM adalah Keputusan Menteri ESDM 23 K/30/MEM/2018 dan Surat Menteri ESDM 2841/30/MEM.B/2018. Menurut beleid, jika perusahaan tidak memenuhi kewajiban DMO maka hanya akan diberikan persetujuan tingkat produksi tahun 2019 sebesar empat kali dari realisasi pemenuhan DMO 2018.

Namun, Kementerian ESDM juga mempertimbangkan empat hal dalam memberikan sanksi pemotongan kuota produksi yakni target penerimaan bukan pajak, iklim investasi dan ketergantungan APBD terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari batubara. Satu lagi, potensi pengurangan tenaga kerja lokal.

Kepada KONTAN, Selasa (12/3), Singgih Widagdo, Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) menilai, pemotongan kuota produksi bisa mengundang masalah. Pasalnya, pemegang IUP clear and clean (CnC) yang akan masuk ke tahap produksi telah mengeluarkan investasi yang tak sedikit untuk coal preparation plant (CPP) dan infrastruktur lain.

Sementara penyebab tak terpenuhinya DMO bukan hanya kesalahan penambang seorang. Faktor ketidakcocokan kualitas batubara hingga kapasitas armada angkutan yang tidak sesuai dengan pelabuhan bongkar juga turut menjadi penyebab.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengatakan, pemotongan kuota akan memengaruhi perekonomian provinsi yang bergantung pada batubara. Namun kebijakan itu juga berpotensi mengerek harga batubara kalori rendah. "Kebijakan pemerintah untuk mengontrol produksi sangat dicermati pihak internasional tapi dalam hal ini, menjadi dilematis," kata dia kepada KONTAN, Selasa (12/3).

 

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 12:52 WIB

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama

Indonesia menjadi negara importir gandum terbesar kedua dunia menurut data FAO. Impor Indonesia hanya kalah oleh Mesir.

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Terbaru di Laman Resmi Belum Berubah
| Minggu, 06 Juli 2025 | 11:07 WIB

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Terbaru di Laman Resmi Belum Berubah

Belum ada perbaruan data harga emas Antam hari ini. Harga terakhir 5 Juli 2025) tertera Rp 1.908.000 per gram.

Menguak Penyebab Kenaikan Impor Bahan Baku dan Barang Modal RI Saat PMI Terkontraksi
| Minggu, 06 Juli 2025 | 09:00 WIB

Menguak Penyebab Kenaikan Impor Bahan Baku dan Barang Modal RI Saat PMI Terkontraksi

Kenaikan impor bahan baku dan barang modal saat manufaktur lesu juga ditengarai efek praktik dumping yang dilakukan China.

Safe Haven Masih Menjadi Primadona di Semester II-2025, Emas Tetap Jadi Andalan Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 08:00 WIB

Safe Haven Masih Menjadi Primadona di Semester II-2025, Emas Tetap Jadi Andalan Utama

Ketidakpastian arah suku bunga acuan The Fed dan geopolitik yang masih memanas kurang mendukung aset berisiko seperti saham.

Dilema Harga Eceran Tertinggi Beras dan Daya Beli Masyarakat
| Minggu, 06 Juli 2025 | 07:15 WIB

Dilema Harga Eceran Tertinggi Beras dan Daya Beli Masyarakat

Harga beras medium dan premium saat ini jauh di atas HET. Masih perlu harga eceran tertinggi?        

Kejayaan Jati dan Bisnis Furnitur yang Terancam Babak Belur
| Minggu, 06 Juli 2025 | 05:39 WIB

Kejayaan Jati dan Bisnis Furnitur yang Terancam Babak Belur

Ancaman tarif resiprokal ke Amerika Serikat, hingga banjir produk furnitur impor, menjadi tantangan industri.

Melaba dari Usaha Minuman Matcha
| Minggu, 06 Juli 2025 | 05:34 WIB

Melaba dari Usaha Minuman Matcha

Belakangan, olahan matcha digemari masyarakat. Peluang ini ditangkap pelaku usaha yang menuai omzet hingga ratusan juta

PR Perlindungan Investor
| Minggu, 06 Juli 2025 | 05:31 WIB

PR Perlindungan Investor

Nyoman terkejut karena dia merasa cuma mengorder 9 lot, namun mengapa bisa berubah menjadi 16.541 lot?

IHSG Turun 0,47% Sepekan, Intip Saham-Saham Top Gainers dan Top Losers Bursa
| Minggu, 06 Juli 2025 | 04:00 WIB

IHSG Turun 0,47% Sepekan, Intip Saham-Saham Top Gainers dan Top Losers Bursa

IHSG ditutup melemah ke 6.865,19 pada perdagangan terakhir, 4 Juli 2025 setelah melemah 0,47% dalam sepekan mulai 30 Juni 2025.

Akuisisi Tahap Pertama KRYA Terlaksana, Investor Asal Hongkong Lanjut Due Dilligence
| Sabtu, 05 Juli 2025 | 18:00 WIB

Akuisisi Tahap Pertama KRYA Terlaksana, Investor Asal Hongkong Lanjut Due Dilligence

Akuisisi PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk (KRYA) oleh sejumlah perusahaan yang bergerak di bisnis kendaraan listrik mulai terlaksana.

INDEKS BERITA

Terpopuler