Pengelola Dana Menilai Aksi Keras Regulator Bisa Untungkan China di Masa Depan

Rabu, 11 Agustus 2021 | 12:51 WIB
Pengelola Dana Menilai Aksi Keras Regulator Bisa Untungkan China di Masa Depan
[ILUSTRASI. Uang dollar AS, simbol dana asing yang kini cenderung keluar dari China dan mengalir ke emerging market lain, seperti India. KONTANCheppy A. Muchlis17052017]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - MUMBAI. India, Amerika Serikat (AS) dan banyak ekonomi berkembang menikmati arus masuk dana asing, yang dialihkan dari China. Pergerakan uang ini terjadi karena pasar mencemaskan aksi keras regulator di China terhadap korporasinya, demikian penilaian investor veteran Mark Mobius.

“Saya akan mengatakan setengah dari uang itu baru saja pergi. Tapi saya pikir itu sementara, itu tidak akan bertahan lama," tutur Mobius, pendiri Mobius Capital Partners, di Reuters Global Markets Forum (GMF), Selasa (10/8).

Mobius mengatakan perusahaannya sangat terkonsentrasi di India, dengan alokasi penempatan dana sekitar 20%. Ia optimistis terhadap sektor-sektor di India, mulai pengujian medis hingga peralatan industri. “Sekarang kami memiliki cakupan yang cukup di India, karena banyaknya peluang,” ujar dia.

Baca Juga: AS Stop Investasi ke 59 Entitas China, Berkah Bagi Bukalapak (BUKA) & Wacana IPO GoTo

Reputasi Mobius sebagai pengelola dana di emerging market mencuat saat bekerja di perusahaan pengelola dana, Franklin Templeton. Di perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu, ia mengelola dana senilai lebih dari US$ 50 miliar di emerging market.

Ia menilai efek dari tindakan keras China akan bersifat sementara. Namun dalam jangka panjang, aksi Beijing akan mengekang raksasa digital melakukan tren monopoli, hingga memungkinkan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk berkembang, tutur Mobius, yang perusahaannya mengelola aset lebih dari US$ 414 juta.

Ketidakpastian tindakan regulasi China membuat negara itu tidak menarik bagi investor asing dalam jangka pendek. Tetapi bisa membuat China tampak menarik dalam jangka panjang, kata manajer dana global ke GMF pekan lalu.

Baca Juga: Dianggap langgar aturan perlindungan anak, WeChat digugat Kejaksaan Beijing

Di China, Mobius optimistis terhadap sektor pembuat peralatan medis, perawatan kesehatan, perusahaan pendidikan tingkat tinggi yang belum terpengaruh oleh tindakan keras baru-baru ini, serta produk konsumen dan makanan cepat saji.

"Kami merasa baik di mana kami berada," katanya, seraya menambahkan bahwa ia akan mempertimbangkan untuk membeli beberapa saham, terutama di segmen UKM, mengingat koreksi harga baru-baru ini.

"Sekarang ada peluang di China sebagai akibat dari kepanikan ini setelah intervensi pemerintah," kata Mobius. Selain India, Mobius mengatakan dananya bullish di Taiwan dan Brazil.

Selanjutnya: Volume Perdagangan Tumbuh Tinggi, Coinbase Cetak Laba di Atas Proyeksi

 

Bagikan

Berita Terbaru

Proyeksi Saham MBMA Masih Dipengaruhi Penurunan Harga Nikel
| Rabu, 17 September 2025 | 03:00 WIB

Proyeksi Saham MBMA Masih Dipengaruhi Penurunan Harga Nikel

Harga nikel diperkirakan sudah menyentuh titik terendahnya pada semester I-2025, yang disebabkan oleh kelebihan pasokan.

Bisnis TLKM Diprediksi di Fase Pemulihan, Investor Asing Institusi Borong Sahamnya
| Selasa, 16 September 2025 | 22:56 WIB

Bisnis TLKM Diprediksi di Fase Pemulihan, Investor Asing Institusi Borong Sahamnya

JP Morgan Chase & Co terpantau paling banyak membeli saham TLKM sebanyak 129,33 juta saham, yang datanya terekam Bloomberg  per 16 September 2025.

Grup Astra Borong 1,47 Miliar Saham HEAL, ASII Kini Jadi Investor Terbesar RS Hermina
| Selasa, 16 September 2025 | 21:12 WIB

Grup Astra Borong 1,47 Miliar Saham HEAL, ASII Kini Jadi Investor Terbesar RS Hermina

ASII memborong 1.472.471.400  saham HEAL lewat anak usahanya, yakni PT Astra Healthcare Indonesia dengan mahar Rp 2,69 triliun.

CDIA Turun Usai Ada Transaksi Crossing Ratusan Miliar, Cek Prediksi Pergerakannya
| Selasa, 16 September 2025 | 16:26 WIB

CDIA Turun Usai Ada Transaksi Crossing Ratusan Miliar, Cek Prediksi Pergerakannya

Dalam jangka pendek hingga menengah, harga saham CDIA berpotensi menguat dengan resistance di Rp 1.625-Rp 1.700 per saham.

Penjualan Turun Namun Recurring Income Naik, Berikut ini Prospek Saham SMRA
| Selasa, 16 September 2025 | 15:00 WIB

Penjualan Turun Namun Recurring Income Naik, Berikut ini Prospek Saham SMRA

Tekanan margin SMRA masih terasa karena komposisi produk yang kurang menguntungkan, meski beban operasional relatif terkendali.

Berhasil Tekan Rugi, Yuk Simak Fundamental Saham Kimia Farma (KAEF)
| Selasa, 16 September 2025 | 13:10 WIB

Berhasil Tekan Rugi, Yuk Simak Fundamental Saham Kimia Farma (KAEF)

Prospek industri farmasi masih positif, ditopang oleh kenaikan PDB sektor kesehatan dan peningkatan belanja kesehatan per kapita masyarakat.

Anak Usaha TPIA di Singapura Gaet Fasilitas Kredit Sindikasi US$ 1 Miliar
| Selasa, 16 September 2025 | 11:00 WIB

Anak Usaha TPIA di Singapura Gaet Fasilitas Kredit Sindikasi US$ 1 Miliar

Partisipasi bank-bank internasional ini diklaim mencerminkan kepercayaan terhadap kualitas kredit, strategi pertumbuhan Aster.

Menakar Strategi Berkebun Pohon Emas
| Selasa, 16 September 2025 | 08:37 WIB

Menakar Strategi Berkebun Pohon Emas

Misalnya uang kita hanya cukup membeli sebatang emas lebih sedikit. Setelah membeli batang emas pertama kita bisa menggadaikan

Menkeu Sebut Perlu Analisa Tarif Cukai Rokok
| Selasa, 16 September 2025 | 08:25 WIB

Menkeu Sebut Perlu Analisa Tarif Cukai Rokok

Pemerintah belum mengambil keputusan terkait tarif cukai hasil tembakau dan akan melakukan kajian lapangan menyeluruh sebelum bergerak

Saham Komoditas Ini Berpotensi Menguat Seiring Potensi Pemangkasan Suku Bunga The Fed
| Selasa, 16 September 2025 | 07:43 WIB

Saham Komoditas Ini Berpotensi Menguat Seiring Potensi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Potensi pemangkasan suku bunga acuan The Fed cuma salah satu faktor yang memengaruhi harga komoditas.

INDEKS BERITA

Terpopuler