KONTAN.CO.ID - Memasuki bulan Agustus ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum bergerak sesuai perkiraan para analis dan investor saham. Pasalnya, IHSG hanya naik 2,53% secara year to date (ytd) per 3 Agustus 2021, saat artikel ini dibuat.
Indeks LQ45 yang merepresentasikan saham dengan kapitalisasi pasar menengah-besar dan likuid malah merosot 10,31% secara ytd. Saat ini memang pasar cenderung didorong oleh saham berkapitalisasi menengah-kecil, yang menjadi sasaran investor ritel.
Saham-saham sasaran investor ritel ini juga terkonsentrasi pada beberapa industri yang dianggap prospektif saat pandemi. Sektor teknologi melonjak 523,09%.
Sektor transportasi & logistik naik 12,14%., barang konsumer non-primer naik 7,37%, infrastruktur naik 6,62% dan kesehatan naik 2,22%.
Baca Juga: Reksadana Saham Pencetak Untung Berbasis Saham Second Liner
Sedang sektor barang konsumen primer turun 14,13% secara ytd. Kenyataan ini berlawanan dengan teori yang diajarkan, karena secara teori saham konsumen primer bersifat defensif. Artinya, jika pasar mengalami penurunan, maka saham-saham di sektor ini harusnya relatif tidak banyak penurunannya.
Di sisi lain, penurunan saham berkapitalisasi pasar menengah-besar di indeks LQ45 memunculkan peluang, terutama bagi penganut paham contrarian, yang berinvestasi saat terjadi blood in the street. Kondisi ini juga cocok bagi investor yang bertipe moderat serta mempunyai horison investasi jangka menengah-panjang.
Saham-saham yang turun signifikan diistilahkan mengalami memar (bruished). Memang tidak ada patokan seberapa dalam penurunan sehingga suatu saham bisa diistilahkan memar. Setiap investor mempunyai kriteria tersendiri, sesuai dengan profil risikonya.
Di sini penulis mencoba melihat dari beberapa kriteria yang bisa saja berbeda dengan kriteria pembaca. Jadi, diperlukan analisa lebih lanjut atau pendekatan berbeda.
Kriteria memar pertama, penulis mencoba mencari saham-saham di indeks LQ45 yang mengalami kerugian secara konsisten untuk periode 1 tahun, 3 tahun dan 5 tahun ke belakang, dihitung dari tanggal pengamatan, 3 Agustus 2021. Hasilnya ada sembilan saham yang masuk kriteria tersebut.
Bila diurutkan berdasarkan return rata-rata untuk ketiga periode pengamatan di atas, ada PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan penurunan rata-rata 59,84%, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang turun 42,52%, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) turun 41,09% dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang turun 46,51%.
Baca Juga: Marjin Naik, Laba Kotor Barito Pacific (BRPT) Semester I 2021 Melonjak 145,9%
Selanjutnya ada PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang turun 40,00%, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) turun 32,16% dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang turun 12,06%. PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) turun 11,49% serta PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan penurunan 8,12%.
Dari sembilan saham tersebut, lima saham di antaranya masuk kategori sektor barang konsumen primer, dua saham ada di sektor barang baku dan masing-masing satu saham dari sektor energi dan sektor infrastruktur.
Investor bisa menyelidiki lebih dalam lagi saham-saham mana yang layak menjadi isi portofolionya dengan melihat detail laporan keuangan, laporan riset dan menelaah prospek ke depan.
Bagi investor yang takut risiko peraturan cukai yang berubah-ubah serta concern dengan ESG, mungkin saham rokok bisa dihindari, sehingga hanya tersisa tujuh saham.
Bila ingin menyortir lagi, bisa memilih salah satu dari setiap sektor. Misalnya pilih satu di antara Indocement Tunggal Prakarsa atau Semen Indonesia.
Kriteria memar kedua yaitu saham yang harganya jatuh lebih dari 50% 5 tahun terakhir hingga 3 Agustus 2021. Kelemahan dari kriteria ini adalah hanya melihat kinerja dari satu tanggal ke tanggal terakhir pengamatan. Meski demikian, kriteria ini menarik karena kita bisa mendapatkan harga buy one get one dibanding lima tahun terakhir.
Ternyata dari kriteria penapisan ini juga muncul sembilan saham. Jika diurutkan berdasarkan nilai diskon terbesar, saham PT PP Tbk (PTPP) berada di urutan pertama, turun 77,23%. Di urutan kedua dan ketiga ada PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan diskon 73,70% dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang turun 69,11%.
Lalu ada PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang turun 68,60%, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) yang turun 61,08%, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) turun 55,46%, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) turun 53,22%, plus PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang turun 52,00% serta PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), turun 51,82%.
Kriteria ketiga, penulis ambil dari benchmark titik terendah IHSG dan indeks LQ45 setelah pandemi merebak di Indonesia pada 22 Maret 2020, di mana level terendah IHSG berada di 3.911 dan LQ45 ada di 566. Saham-saham apa yang per 3 Agustus 2021 harganya masih di bawah titik terendah tadi?
Hasilnya ada lima saham memar dengan peringkat dari return terendah berturut-turut: UNVR minus 22,82%, HMSP minus 17,44%, GGRM minus 9,20% dan INTP minus 4,83%. Selain itu ada ICBP yang minus 0,90%. Bandingkan dengan kinerja indeks LQ45 di periode yang sama, yang sudah pulih 47,94% dan IHSG yang sudah naik 55.69% dari posisi terendah setelah pandemi.
Baca Juga: Harga Wajar Saham Bukalapak (BUKA) Setahun ke Depan Dipatok Naik Dua Kali Lipat
Dari kriteria saham memar, tampak UNVR sangat jauh tertinggal dan terus terang menarik sebagai investasi jangka menengah-panjang. Memang laba bersih di semester satu lalu turun 15,9% year on year (yoy) dan pendapatannya turun 6,89% yoy.
Coba bandingkan angka penurunan ini dengan penurunan harga sahamnya, yang tampak tidak sebanding. Ini karena analis dan manajer investasi meragukan prospek ke depannya.
Namun menurut penulis, sebagai perusahaan internasional yang berpengalaman puluhan tahun dengan GCG dan tim manajemen yang baik serta inovasi yang berkesinambungan, tantangan persaingan mestinya bisa diatasi oleh UNVR. Rasanya kalau ada tawaran Rinso buy one get one, pasti akan banyak pembeli yang berebutan. Bagaimana kalau perusahaannya yang ditawarkan buy one get one?
Selanjutnya: Selain Kebijakan The Fed, Pembahasan RUU Ini Akan Menentukan Arah Wall Street