Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana besar penggabungan usaha (merger) antara PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) dan PT Eka Mas Republik (EMR) milik Grup Sinarmas menjadi sorotan utama pasar.
Aksi korporasi ini dinilai menjadi "bensin" tambahan bagi MORA untuk melanjutkan reli harga sahamnya. Potensi efisiensi yang lebih kuat, lonjakan utilisasi jaringan, hingga peluang monetisasi yang lebih luas menjadi daya tarik utama dari sinergi ini.
Memang, pada penutupan perdagangan Jumat (19/12), saham MORA terkoreksi 4,13% ke level Rp 10.450 per saham, mengakumulasi pelemahan 7,73% dalam sepekan terakhir. Namun, jika ditarik lebih jauh, performa saham ini luar biasa: dalam sebulan terakhir harga MORA melonjak 72,02% dan dalam periode tiga bulan terakhir meroket fantastis hingga 2.353,05%.
Tren positif ini tak lepas dari katalis teknis berupa dikeluarkannya saham MORA dari Papan Pemantauan Khusus (PPK) yang diperdagangkan dengan skema full call auction (FCA) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada November 2025. Hal tersebut sukses memicu peningkatan likuiditas perdagangan dan mendorong harga saham mencetak rekor tertinggi barunya.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, menilai kenaikan harga MORA merupakan bentuk apresiasi pasar terhadap kepastian merger dengan MyRepublic (brand milik EMR). Aksi korporasi ini diproyeksikan akan memperkuat ekosistem digital nasional secara signifikan.
Baca Juga: Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara
Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), disebutkan bahwa melalui skema ini, MORA akan menjadi entitas yang bertahan (surviving entity) dan berganti nama menjadi PT Ekamas Mora Republik Tbk.
Berdasarkan laporan penilaian independen per 15 Desember 2025, nilai pasar saham MORA tercatat sebesar Rp 10,2 triliun, sedangkan nilai pasar saham EMR mencapai Rp 10,4 triliun.
Mengacu pada valuasi tersebut, rasio konversi ditetapkan di mana satu saham EMR setara dengan sekitar 7.704 saham MORA. Konsekuensinya, pemegang saham MORA akan mengalami dilusi kepemilikan sebesar 50,5% pasca-merger.
Peta pemegang saham pun akan berubah drastis. Setelah merger efektif, PT Innovate Mas Utama akan muncul sebagai pengendali baru MORA dengan kepemilikan 48,4%. Selain itu, masuk pula investor baru yakni PT Innovate Mas Indonesia, PT DSST Mas Gemilang, dan PT Buana Mas Sejahtera.
Sebaliknya, porsi kepemilikan pengendali lama, PT Candrakarya Multikreasi, akan menyusut dari 35,99% menjadi 17,8%. Kepemilikan investor eksisting lainnya dan publik juga akan mengalami penurunan persentase.
Bagi pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui aksi korporasi ini, MORA menyediakan mekanisme pembelian kembali (buyback) dengan harga Rp 432 per saham. Total dana yang dialokasikan mencapai sekitar Rp 1 triliun, dengan batas maksimal saham yang dibeli kembali tidak melebihi 10% dari saham beredar sebelum merger.
Baca Juga: Menakar Titik Balik AMMN: Asing Mulai Borong, Proyeksi Laba 2026 Tembus US$ 1 Miliar
