KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang Mei kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan LQ45 menurun cukup tajam, -2,77% secara bulanan alias month on month (mom) dan -5,68% mom per saat tulisan ini dibuat pada 30 Mei lalu.
Penulis teringat frasa terkenal di pasar modal yakni Sell in May and Go Away. Artinya, kira-kira anjuran agar investor menjual saham di bulan Mei dan berinvestasi di instrumen lain hingga saat nya tiba kembali ke saham. Dasar dari anjuran ini kemungkinan asumsi atau pengamatan, di Mei, pasar saham jatuh.
Untuk mengecek kebenaran itu, ada beberapa pendekatan. Seperti mengamati return bulanan dari Januari-Desember untuk periode beberapa tahun ke belakang. Lalu menghitung probabilitas return positif setiap bulan Mei. Penelusuran 10 tahun terakhir, terdapat probabilitas 36,4% IHSG naik di bulan Mei dengan return rata-rata per bulan -0,75% mom serta kisaran return -4,08% hingga 2,55% mom.
Dari sini terlihat, probabilitas turun lebih besar dari naik. Selain menghitung return bulanan, penulis menghitung bagaimana bila investor melakukan Sell in May kemudian memarkir dana di obligasi. Khususnya obligasi negara yang likuid dan harganya lebih transparan dibanding obligasi korporasi.
Konkretnya, investor menjual seluruh saham di akhir April kemudian keesokan hari bursa seluruh dana tersebut diinvestasikan ke indeks obligasi negara yang diwakili Infovesta Government Bond Index (IGBI), yang menghitung semua obligasi negara di pasar selama enam bulan ke depan hingga akhir Oktober. Kemudian awal November hingga akhir April (6 bulan), investasi lagi di IHSG begitu seterusnya.
Selanjutnya bandingkan dengan strategi di balik urutannya. Istilah penulis, Buy in May and Go Away, yaitu beli saham di awal Mei hingga akhir Oktober (6 bulan) kemudian investasi di IGBI awal November-akhir April tahun berikutnya (6 bulan).
Pengertian Go Away bukan berarti tidak investasi, tapi dana diletakkan di IGBI. Tak lupa hitung juga metode investasi strategi Buy and Hold untuk investasi full di IHSG dan Buy and Hold untuk investasi full di IGBI. Dari keempat strategi investasi ini, mana yang unggul?
Periode pengamatan dari 31 Oktober 2001-30 April 2024. Asumsi nilai awal investasi Rp 100 juta. Hasil penghitungan tersaji di tabel. Ternyata strategi Sell in May ang Go Away lalu pindah ke IGBI menghasilkan return 2.614,67% atau return tahunan 15,8% hampir 2 kali lipat strategi kebalikannya Buy in May and Go Away hanya menghasilkan 8,28%
Adapun buy and hold hanya di IHSG memberikan return tahunan 13,71% per tahun masih kalah dibanding Sell in May and Go Away. Tapi jangan lupa, dividen tidak dihitung pada pengamatan ini. Bila asumsi dividend yield 2%-3% saja, hasilnya relatif sama.
Terakhir, strategi Buy and Hold IGBI memberikan ganjaran 10.27% lebih baik dari Buy in May and Go Away. Artinya, susah-susah berinvestasi saham Mei-Oktober dmenanggung risiko lebih besar, hasilnya lebih kecil dari 100% investasi di obligasi pemerintah, jauh lebih aman.
Baca Juga: Saat Sell in May, Ada Emiten Bagi Dividen
Penulis mengubah periode pengamatan menjadi 10 tahun terakhir dari 30 April 2014 hingga 30 Apr 2024. Ternyata hasilnya berbeda dengan periode yang lebih panjang. Kali ini strategi Buy in May and Go Away (10,16%) mengungguli strategi Sell in May and Go Away (9,15%) dan keduanya lebih tinggi daripada Buy and Hold IHSG yang menghasilkan 7.40%. Juara dipegang Buy & Hold IGBI 11,90% per tahun.
Periode pengamatan diperpendek lagi menjadi 5 tahun dan hasilnya tersaji di tabel 3 yang membantah frasa Sell in May and Go Away sebab hasilnya lebih kecil (2,77%) versus Buy in May and Go Away (3,61%). Namun keduanya masih lebih superior dibanding memegang IHSG saja (1,39%). Juara tetap dipegang oleh Buy and Hold IGBI.
Dari sedikit penelitian ini frasa Sell in May and Go Away belum tentu berlaku. Yang jelas, investasi di IGBI relatif baik dengan risiko lebih rendah daripada di saham karena kita anggap negara Indonesia tidak akan wanprestasi.
Untuk investasi di IGBI, investor bisa menggunakan reksadana pendapatan tetap terutama yang mengacu indeks obligasi. Sedangkan investasi di saham yang menyerupai IHSG belum ada produknya, bisa didekati dengan reksadana indeks atau ETF.