Setor Dana Pelunasan Kupon Obligasi. Evergrande Sementara Lolos dari Jerat Default

Jumat, 22 Oktober 2021 | 13:24 WIB
Setor Dana Pelunasan Kupon Obligasi. Evergrande Sementara Lolos dari Jerat Default
[ILUSTRASI. Logo perusahaan tampak di kantor pusat China Evergrande Group di Shenzhen, provinsi Guangdong, China, 26 September 2021. REUTERS/Aly Song/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - HONG KONG/SHANGHAI. Evergrande Group lolos dari jerat gagal bayar, demikian pemberitaan Reuters mengutip seorang sumber yang mengatahui masalah itu, Jumat (22/10). Sumber itu menuturkan, Evergrande telah menyetor dana untuk melunasi bunga obligasi dolar AS, beberapa hari sebelum tenggat waktu yang akan membuatnya berstatus gagal bayar alias default. 

Evergrande menyetor dana senilai US$ 83,5 juta, atau setara lebih dari Rp 1,18 triliun ke rekening wali amanat di Citibank pada, Kamis (22/10). Penyetoran dana itu berarti Evergrande melunasi bunga yang sudah jatuh tempo ke seluruh pemegang obligasi, sebelum tanggal masa tenggang pada Sabtu esok (23/10). Demikian penuturan sumber Reuters dan pemberitaan Securities Times, media yang terafiliasi dengan Pemerintah China. 

Berita penyetoran uang pelunasan bunga tentu melegakan investor dan regulator yang mencemaskan munculnya dampak yang lebih luas di pasar global, seandainya Evergrande gagal bayar.  Namun, kelegaan itu bisa jadi tidak berlangsung lama karena Evergrande masih harus menghadapi serangkaian tanggal pelunasan obligasi. 

Baca Juga: Bursa Asia mixed, mayoritas indeks menguat pada Jumat (22/10) pagi

“Mereka tampaknya menghindari default jangka pendek dan sedikit melegakan bahwa mereka telah berhasil menemukan likuiditas,” kata seorang pengacara restrukturisasi utang yang berbasis di Hong Kong yang mewakili beberapa pemegang obligasi.

“Tapi tetap saja, Evergrande memang perlu merestrukturisasi utangnya. Pembayaran ini mungkin menjadi cara bagi mereka untuk mendapatkan semacam persetujuan dengan para pemangku kepentingan sebelum pekerjaan berat diperlukan untuk restrukturisasi.”

Evergrande tidak menanggapi permintaan komentar Reuters. Citibank juga menolak untuk berkomentar. Orang yang mengetahui masalah ini tidak berwenang untuk berbicara dengan media, karena itu ia menolak untuk dikutip.

Baca Juga: China Evergrande secures bond extension as chairman foots project bills

Penyetoran uang untuk pelunasan kupon obligasi hanya berselang sehari setelah penyedia informasi keuangan REDD, pada Kamis (21/10), memberitakan Evergrande telah mendapatkan lebih banyak waktu untuk melunasi obligasi yang dijaminnya. Obligasi yang telah gagal bayar itu diterbitkan oleh Jumbo Fortune Enterprises. 

“Ini adalah kejutan positif,” kata James Wong, manajer portofolio di GaoTeng Global Asset Management, yang memperkirakan Evergrande bakalan default.

“Berita itu akan meningkatkan kepercayaan pemegang obligasi. Ada banyak pembayaran kupon yang harus dibayar di depan. Jika Evergrande membayar kali ini, saya tidak mengerti mengapa perusahaan itu tidak akan membayar di kesempatan lain,” imbuh Wong.

Evergrande melewatkan pembayaran kupon dari tiga obligasi dolar dengan nilai total hampir mendekati US$ 280 juta. Masing-masing kupon jatuh tempo pada 23 September, 29 September dan 11 Oktober, dan memiliki masa tenggang selama 30 hari.

Kegagalan melunasi akan mengakibatkan Evergrande menyandang status default, dan memicu klausul cross default untuk obligasi dolar lain yang diterbitkannya. 

Batas waktu pembayaran kupon berikutnya adalah 29 Oktober, sejalan dengan berakhirnya masa tenggang 30 hari pada kupon yang jatuh tempo 29 September.

Baca Juga: Sentimen Negatif Tak Mempan, China Mengumpulkan US$ 4 Miliar dari Obligasi Dollar AS

Kabar penyiapan dana itu mengungkit harga obligasi dolar Evergrande melonjak pada Jumat. Harga obligasi perusahaan yang akan jatuh tempo pada April 2022 dan 2023 melonjak lebih dari 10%, mengutip data dari Duration Finance. Kendati mengalami peningkatan harga efek yang diterbitkan Evergrande, saham maupun obligasi, masih dalam kondisi tertekan, dengan diperdagangkan sekitar seperempat dari harga nominal.

Saham Evergrande naik sebanyak 7,8%, sehari setelah perdagangan dilanjutkan. Perdagangan saham Evergrande sempat terhenti selama dua pekan, karena menunggu kejelasan tentang penjualan saham di unit manajemen propertinya. Rencana divestasi itu sudah dipastikan batal pada minggu ini.

Baca Juga: Harga Rumah Baru di China Stagnan

Kesulitan yang tengah membelit Evergrande berimbas ke sektor properti China yang diestimasi bernilai US$ 5 triliun. Sejumlah perusahaan properti China terkena status default dan ada juga yang mengalami penurunan peringkat.

Fitch Rating, Kamis (21/10), memangkas peringkat utang jangka panjang dalam valuta asing Sinic Holdings (Group) Co Ltd menjadi "default terbatas" dari "C." Penyebabnya, pengembang itu gagal membayar kembali obligasi senilai $250 juta yang jatuh tempo pada 18 Oktober.

Namun, berita Evergrande membantu indeks properti emiten China yang tercatat di bursa Hong Kong. Saham-saham properti China melonjak lebih dari 4% versus kenaikan rata-rata indeks Hang Seng yang sebesar 0,25%.

Di bursa Tiongkok, indeks Real Estat CSI300 melonjak sebanyak 6,5%, dan indeks yang melacak sektor properti yang lebih luas sedang mengincar kenaikan terbesarnya dalam hampir dua bulan.

Masalah keuangan Evergrande selama berbulan-bulan bergerak bak bola salju yang kian membesar. Keterbatasan sumber daya perusahaan itu untuk memikul kewajibannya yang bernilai total US$ 300 miliar, telah menghapus 80% dari nilai kapitalisasi pasar. 

Didirikan di Guangzhou pada tahun 1996, Evergrande menjadi tipikal perusahaan properti di China yang membengkak akibat utang. Model bisnis membangun dengan utang yang diusung Evergrande, belakangan terhadang oleh ratusan aturan baru Beijing yang bermaksud mengekang nafsu pengembang mencari utang.

Baca Juga: Fitch: Penurunan Rating Korporasi di Asia Pasifik Akan Mendominasi di Kuartal IV

Analis mengatakan, ancaman kematian Evergrande akan memunculkan pertanyaan tentang apa yang akan terjadi pada lebih dari 1.300 proyek real estat milik perusahaan itu yang tersebar di lebih dari 280 kota. Berikut, apa dampak yang akan menimpa sektor properti.

Eksposur industri keuangan China ke Evergrande juga teramat luas. Dokumen Evergrande yang bocor dan beredar ke publik di tahun 2020 memperlihatkan perusahaan itu memiliki kewajiban ke lebih dari 128 bank dan lebih dari 121 lembaga keuangan non-bank. Kendai Evergrande menyangkal keaslian dokumen itu, namun para analis menganggap informasi dalam dokumen itu secara serius. 

“Kami tidak memiliki informasi yang jelas tentang praktik pembiayaan bank untuk proyek real estate yang mangkrak. Namun kami tahu bahwa marketing sales Evergrande turun drastis. Ini berarti, kegiatan bisnis di Tiongkok tidak mungkin memasok uang tunai ke Evergrande dalam waktu dekat,” kata Travis Lundy, analis di Quiddity Advisors yang berbasis di Hong Kong.

Selanjutnya: Ketegangan AS-China Jadi Hambatan Utama Tesla Ekspansi Baterai Berbasis Besi

 

Bagikan

Berita Terbaru

Pendapatan Berulang Jadi Senjata Andalan Pakuwon Jati (PWON) Tahun 2026
| Kamis, 27 November 2025 | 19:24 WIB

Pendapatan Berulang Jadi Senjata Andalan Pakuwon Jati (PWON) Tahun 2026

Satu pengembangan terbesar yang dilakukan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) adalah pengembangan fase 4 Kota Kasablanka.

Harga Komoditas Bikin Saham Emiten Emas Memanas
| Kamis, 27 November 2025 | 15:57 WIB

Harga Komoditas Bikin Saham Emiten Emas Memanas

Margin yang dibukukan para pemain di sektor emas jauh lebih tinggi dan konsisten, terutama karena peran emas sebagai aset lindung nilai.

Mengintip Blok Jabung dari Dekat di Tengah Upaya Menggenjot Produksi dan Efisiensi
| Kamis, 27 November 2025 | 10:00 WIB

Mengintip Blok Jabung dari Dekat di Tengah Upaya Menggenjot Produksi dan Efisiensi

PetroChina International Jabung Ltd. merupakan produsen migas terbesar ke-9 di Indonesia, dengan produksi 58 MBOEPD pada 2024.

Cek Kesehatan Korporasi Mendorong Kinerja DGNS Lebih Sehat
| Kamis, 27 November 2025 | 09:37 WIB

Cek Kesehatan Korporasi Mendorong Kinerja DGNS Lebih Sehat

Manajemen menargetkan pemulihan profitabilitas pada 2026 lewat efisiensi biaya, perluasan jaringan layanan, serta penguatan portofolio. 

Tambah Portofolio, PPRE Menggaet Kontrak Tambang Baru di Halmahera
| Kamis, 27 November 2025 | 09:33 WIB

Tambah Portofolio, PPRE Menggaet Kontrak Tambang Baru di Halmahera

Kontrak itu memperkuat langkah PPRE dalam menghadirkan operasional pertambangan yang efektif, aman, dan berkelanjutan. 

Proses Hukum, KPK Mencokok Dua Individu, Begini Penjelasan PTPP
| Kamis, 27 November 2025 | 09:24 WIB

Proses Hukum, KPK Mencokok Dua Individu, Begini Penjelasan PTPP

Perkembangan proses hukum ini tidak berdampak material terhadap kegiatan operasional maupun layanan bisnis PTPP.  

Rumor ANZ Jual PNBN ke Mu'min Ali Gunawan, Angkat Saham Panin Group
| Kamis, 27 November 2025 | 07:58 WIB

Rumor ANZ Jual PNBN ke Mu'min Ali Gunawan, Angkat Saham Panin Group

Semestinya kalau informasi tersebut benar, ANZ maupun Panin Financial berkewajiban melaporkan perubahan itu kepada publik dan otoritas.

Industri Ban Tertekan Kebijakan Trump, Pasar Domestik yang Suram Hingga Laba Tertekan
| Kamis, 27 November 2025 | 07:53 WIB

Industri Ban Tertekan Kebijakan Trump, Pasar Domestik yang Suram Hingga Laba Tertekan

Amerika Serikat (AS) merupakan pasar ekspor ban terbesar bagi Indonesia, dengan porsi mencapai 40%-45%.

Kasus Pajak
| Kamis, 27 November 2025 | 07:05 WIB

Kasus Pajak

Jadi pekerjaan rumah pemerintah untuk terus meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat ditengah marak kasus korupsi pajak.

Mengukur Kerugian Akuisisi di Kasus ASDP
| Kamis, 27 November 2025 | 07:00 WIB

Mengukur Kerugian Akuisisi di Kasus ASDP

Kasus korupsi di ASDP yang melibatkan para mantan petinggi BUMN ini merupakan ujian integritas dan kualitas pengambilan keputusan.​

INDEKS BERITA

Terpopuler