KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Di tengah harga batubara yang memanas dan terus capai rekor, pemerintah memilih menegakkan aturan kewajiban memasok batubara domestik atau domestic market obligation (DMO).
Terbaru, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjatuhkan sanksi larangan ekspor batubara ke 34 perusahaan yang tak memenuhi kewajiban DMO sesuai kontrak dengan Grup PLN periode 1 Januari-31 Juli 2021 (lihat infografik).
Dalam surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM No: T-370/MB.05/DJB.B/2021 yang diteken Dirjen Minerja Ridwan Djamaluddin, surat tertanggal 7 Agustus itu ditujukan ke Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, serta Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
Dari salinan surat yang diperoleh KONTAN, Kementerian ESDM minta ketiga lembaga tadi, sesuai kewenangan masing-masing, membekukan Eksportir Terdaftar (ET), menghentikan pelayanan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk penjualan batubara ke luar negeri kepada 34 perusahaan. Sanksi itu tetap berlaku hingga terpenuhinya kebutuhan batubara sesuai kontrak penjualan.
Ditjen Minerba Kementerian ESDM menjatuhkan sanksi tersebut mengacu pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri tertanggal 4 Agustus 2021. Beleid ini antara lain mengatur kewajiban DMO sebesar 25% dari produksi batubara.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, keputusan larangan ekspor adalah kewenangan pemerintah. Kata dia, aturan ini untuk memastikan perusahaan batubara melaksanakan komitmen pasokan ke PLN.
Dari 34 perusahaan yang ada di daftar itu, Hendra menyebut tak semuanya produsen batubara. Beberapa di antaranya trader.
Namun APBI juga meminta ada perbaikan tata kelola batubara oleh PLN. Dari sisi pemasok, kata Hendra, pelaku usaha batubara ingin pemerintah bisa mendorong pihak user, dalam hal ini PLN, segera melakukan perbaikan secara menyeluruh. Perbaikan yang dimaksud Hendra, mulai dari sisi administrasi pembayaran kepada supplier, infrastruktur di jetty untuk proses unloading batubara, hingga pengaturan stok inventory agar bisa lebih cermat.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Dileep Srivastava menyatakan, BUMIsegera menyelidiki dan menuntaskan persoalan ini. "Jangan berspekulasi. Kami sedang menyelidiki hal ini untuk diselesaikan secepatnya dan melanjutkan ekspor," kata dia, kemarin. Ini karena, PT Arutmin Indonesia, anak usaha BUMI, masuk daftar perusahaan batubara yang kena sanksi larangan ekspor.
Sekretaris Perusahaan PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS), Sudin Sudirman memilih mengklarifikasi masuknya anak usaha GEMS yakni PT Borneo Indobara yang masuk daftar 34 perusahaan yang kena sanksi larangan ekspor. Kata dia, sebelumnya memang terjadi keterlambatan kapal PLN akhir Juli 2021. "Tapi, kuota ini telah terpenuhi pada awal Agustus ini," jelas Sudin kepada KONTAN, Senin (9/8).
Ini 34 Perusahaan Yang Ekspornya Dilarang:
1. PT Arutmin Indonesia
2. PT Ascon Indonesia Internasional
3. PT Bara Tabang
4. PT Batara Batari Sinergy Nusantara
5. PT Belgi Energy
6. PT Berkat Raya Optima
7. PT Borneo Indobara
8. PT Buana Eltra
9. PT Buana Rizki Armia
10. PT Dizamatra Powerindo
11. PT Global Energi Lestari
12. PT Golden Great Borneo
13. PT Grand Apple Indonesia
14. PT Hanson Energy
15. PT Inkatama Resources
16. PT Kasih Industri Indonesia
17. PT Mandiri Unggul Sejati
18. PT Mitra Maju Sukses
19. PT Nukkuwatu Lintas Nusantara
20. PT Oktasan Baruna Persada
21. PT Prima Multi Mineral
22. PT Prolindo Cipta Nusantara
23. PT Samantaka Batubara
24. PT Sarolangun Prima Coal
25. PT Sinar Borneo Sejahtera
26. PT Sumber Energi Sukses Makmur
27. PT Surya Mega Adiperkasa
28. PT Tanjung Raya Sentosa
29. PT Tepian Kenalu Putra Mandiri
30. PT Tiga Daya Energi
31. PT Titan Infra Energy
32. PT Tritunggal Bara Sejati
33. PT Usaha Maju Makmur
34. PT Virema Inpex
Sumber: Kementerian ESDM
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.