Tekanan Eksternal Belum Reda, BI Sarankan Pebisnis Cari Pasar Ekspor Baru

Selasa, 05 Maret 2019 | 08:50 WIB
Tekanan Eksternal Belum Reda, BI Sarankan Pebisnis Cari Pasar Ekspor Baru
[]
Reporter: Benedicta Prima, Lidya Yuniartha | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Tekanan eksternal masih membayangi ekonomi Indonesia tahun ini. Di  saat pasar finansial global mulai stabil, seiring dengan ekspektasi akan bertahannya bunga acuan di Amerika Serikat (AS), muncul ancaman lain berupa kelesuan perekonomian Amerika Serikat (AS) dan China.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, tekanan terhadap sektor finansial mereda karena Federal Reserve (The Fed) kemungkinan hanya menaikkan bunga acuan satu kali di tahun ini. Bahkan, banyak ekonom memprediksikan suku bunga The Fed tidak naik lagi tahun ini karena ekonomi AS tumbuh melambat.

Tahun lalu ekonomi AS tumbuh cukup agresif di angka 2,9%. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS tahun ini di level 2,3%. Sedangkan tahun 2020 bisa turun lagi menjadi 2%. "Ekonomi AS di atas 2,2% sudah boom," kata Perry dalam diskusi dengan 100 Chief Executive Officer (CEO) dan pimpinan perusahaan publik nasional, Senin (4/3).

Penyebab perlambatan ekonomi AS, lantaran kebijakan Presiden Donald Trump untuk menginjeksi fiskal hanya bertahan dalam waktu singkat. Injeksi fiskal tidak juga terhambat berhentinya operasional pemerintahan (government shutdown)awal tahun ini.

Kebijakan AS memproteksi perdagangan menyebabkan perang dagang dengan sejumlah negara, terutama China. Ekonomi China pun melambat. Tahun lalu ekonomi China hanya tumbuh 6,6%, dan tahun ini diproyeksikan 6,4%. Tahun depan, ekonomi China diprediksikan tumbuh 6,3%. "Tiongkok mengalami deleveraging," tandas Perry.

Perlambatan ekonomi dua negara tersebut berdampak pada ekspor Indonesia ke China dan AS. Maklum, China dan AS merupakan peringkat pertama dan kedua sebagai tujuan ekspor non migas Indonesia.

Pasar baru

Perry menyarankan, Pemerintah Indonesia mendorong pengusaha mencari pasar baru seperti India, Bangladesh dan Afrika. Setidaknya dalam lima tahun terakhir, India menjadi negara tujuan ekspor terbesar keempat bagi Indonesia. Nilai ekspor ke India bisa ditingkatkan karena pertumbuhan ekonomi negara itu masih di level tinggi meskipun dalam tren melambat.

Kementerian Statistik India merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun fiskal 31 Maret 2019 hanya sebesar 7%, turun dari perkiraan awal 7,2%. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi India kuartal akhir tahun 2018 hanya 6,6%, meleset dari proyeksi 6,9%.

Lalu, menghadapi perlambatan ekonomi China, menurut Perry Indonesia bisa mengambil untung. Indonesia bisa menarik investor China untuk relokasi bisnis demi menghindari perang dagang.

Perry memberi contoh saat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Jepang sekitar tahun 1980-an. Saat itu Jepang juga melakukan relokasi ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. "Justru yang tadi ekspor nikel dengan tanahnya, batubara dengan tanahnya, kita tarik mereka untuk membangun smelter untuk value added," ujar Perry.

Pemerintah sebenarnya sudah menyadari tantangan ini. Terbukti, pemerintah terus fokus mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memacu ekspor. Terbaru, pemerintah membebaskan bea ekspor minyak kelapa sawit meski harga referensinya sudah di atas ketentuan.

Kementerian Perdagangan (Kemdag) juga menyiapkan beragam promosi dagang untuk meningkatkan ekspor. Februari kemarin, Kemdag menggelar misi dagang ke India. Lalu, April mendatang ke Korea Selatan, 17-22 Mei ke Ekuador dan Panama, Juli ke Kazakhstan dan Uzbekistan.

"Pemerintah terus menggencarkan promosi dagang untuk ekspansi ekspor ke menyasar Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Latin," kata Ari Satria, Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan.

Bagikan

Berita Terbaru

Ramai Saham ARA Setelah Keluar PPK, Hati-Hati Banyak yang Sekadar Pantulan
| Senin, 01 Desember 2025 | 08:20 WIB

Ramai Saham ARA Setelah Keluar PPK, Hati-Hati Banyak yang Sekadar Pantulan

Dari puluhan emiten yang keluar dari Papan Pemantauan Khusus pada 28 November 2025, hanya segelintir yang didukung narasi kuat.

Mencari Cuan dari Evaluasi Indeks Kehati
| Senin, 01 Desember 2025 | 08:16 WIB

Mencari Cuan dari Evaluasi Indeks Kehati

BEI mengumumkan evaluasi indeks Sri-Kehati. Investor bisa memanfaatkan momentum ini untuk menengok ulang portofolio masi

Bakrie & Brothers (BNBR) Menguasai Jalan Tol Cimanggis Cibitung
| Senin, 01 Desember 2025 | 08:10 WIB

Bakrie & Brothers (BNBR) Menguasai Jalan Tol Cimanggis Cibitung

BTI mengambil alih piutang SMI dan WTR kepada CCT sehubungan dengan pinjaman dari pemegang saham CCT yang diberikan oleh SMI dan WTR.

Menyuruput Cuan Ekspor Kopi Indonesia
| Senin, 01 Desember 2025 | 08:00 WIB

Menyuruput Cuan Ekspor Kopi Indonesia

Kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga menjadi salah satu sentimen yang ikut menekan pasar.

Darya-Varia Laboratoria (DVLA) Menambah Ragam Produk
| Senin, 01 Desember 2025 | 07:45 WIB

Darya-Varia Laboratoria (DVLA) Menambah Ragam Produk

Optimalisasi variasi produk di sektor kesehatan menjadi salah satu kunci ketahanan bisnis DVLA ke depan.

Harga Emas Masih dalam Tren Bullish
| Senin, 01 Desember 2025 | 06:30 WIB

Harga Emas Masih dalam Tren Bullish

Berdasar Bloomberg, harga emas di pasar spot kembali bergerak di atas US$ 4.200 per ons troi pada akhir pekan lalu.

OJK Kaji Relaksasi Restrukturisasi Kredit Terdampak Banjir Sumatera
| Senin, 01 Desember 2025 | 06:20 WIB

OJK Kaji Relaksasi Restrukturisasi Kredit Terdampak Banjir Sumatera

Bencana banjir dan longsor  yang terjadi di wilayah Sumatra tentu memberikan dampak terhadap kelancaran angsuran kredit para debitur perbankan.​

Emiten Berharap Bisnis Properti Mendaki di 2026
| Senin, 01 Desember 2025 | 06:15 WIB

Emiten Berharap Bisnis Properti Mendaki di 2026

Potensi pemangkasan bunga acuan di 2026 diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kinerja emiten properti 

Laju Pertumbuhan Kredit untuk Kebutuhan Modal Kerja Kian Melempem
| Senin, 01 Desember 2025 | 06:15 WIB

Laju Pertumbuhan Kredit untuk Kebutuhan Modal Kerja Kian Melempem

Pertumbuhan kredit modal kerja kian melambat hingga hanya naik 2,1% secara tahunan per Oktober 2025, melambat September yang naik 2,9%,

Mungkinkah Bursa Indonesia Menanti Window Dressing?
| Senin, 01 Desember 2025 | 06:13 WIB

Mungkinkah Bursa Indonesia Menanti Window Dressing?

Harap diingat, pergerakan harga saham selalu akan dipengaruhi oleh persepsi investor terhadap potensi kinerja. 

INDEKS BERITA

Terpopuler