Terlambat Menutup Posisi, Credit Suisse dan Nomura Menanggung Rugi

Rabu, 31 Maret 2021 | 16:47 WIB
Terlambat Menutup Posisi, Credit Suisse dan Nomura Menanggung Rugi
[ILUSTRASI. Logo Goldman Sachs di atas lantai perdagangan New York Stock Exchange, 11 September 2013. REUTERS/Lucas Jackson/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - NEW YORK / ZURICH. Dampak kegagalan perdagangan margin Archegos Capital ke bank-bank global tidaklah sama. Ada yang mampu menutup posisi, tanpa harus menanggung kerugian besar, seperti Goldman Sachs, Deutsche Bank atau Morgan Stanley. Namun Credit Suisse dan Nomura terjepit oleh aksi jual saham yang berhubungna dengan transaksi Archegos.

Dampak kegagalan Archegos, family office yang dijalankan mantan manajer Tiger Asia Bill Hwang, masih terasa di seluruh sistem keuangan dunia. Kerugian yang ditanggung bank-bank global sejauh ini diprediksi melampaui US$ 6 miliar, atau setara Rp 87 triliun dengan kurs US$ 1 setara Rp 14.500.

Kerugian sebesar itu diprediksi akan menimpa Credit Suisse  dan Nomura.

Baca Juga: JPMorgan taksir kerugian bank global akibat kejatuhan Archegos capai Rp 145 triliun

Kedua bank itu semula berharap para pesaingnya yang juga membiayai dan memproses perdagangan untuk Archegos akan menahan posisi mereka. Namun, harapan itu sirna ketika Goldman Sachs dan Morgan Stanley menutup posisi perdagangan mereka, demikian penuturan tiga sumber yang memiliki pengetahuan langsung tentang masalah.

Sejauh ini, tampaknya bank-bank yang keluar paling cepat dari perdagangan ini yang menderita kerugian paling sedikit. Bahkan, Goldman Sachs kemungkinan menuai untung, imbuh ketiga sumber yang mengetahui perdagangan tersebut.

Goldman Sachs menolak memberikan komentar.

Baca Juga: 20 Emiten ini paling banyak bayar PPh selama 2020

Credit Suisse belum mengkonfirmasi kerugiannya. Tetapi sumber mengatakan bank asal Swiss itu menghadapi kerugian hingga US$ 4 miliar (Rp 58 triliun). Nomura, bank investasi terbesar Jepang, Senin (29/3), menyatakan kemungkinan menanggung rugi hingga US$ 2 miliar (Rp 29 triliun).

Archegos sejauh ini merupakan sandungan terbesar Nomura dan Credit Suisse. Keduanya selama ini berupaya memperluas bisnis mereka di perbankan investasi dan perdagangan saham di AS. Apa yang dialami Nomura dan Credit Suisse menggarisbawahi tantangan yang harus dihadapi bank global untuk merambah pasar AS, sekaligus bersaing dengan para pemain besar di Negeri Paman Sam.

“Goldman Sachs dan Morgan Stanley keluar lebih cepat dan mendapatkan harga yang lebih baik. Mereka tahu lebih banyak tentang apa yang sedang terjadi. Credit Suisse dan Nomura tidak memiliki kedudukan yang sama," ujar analis Viola Risk Advisors, David Hendler.

Morgan Stanley dan Nomura menolak berkomentar. Credit Suisse tidak menanggapi permintaan komentar.

Dengan status sebagai family office, Archegos lebih leluasa dalam mengambil posisi besar-besaran di berbagai saham, seperti ViacomCBS, dengan menggunakan instrumen derivatif berisiko yang populer disebut "total return swaps."

Swap tersebut memungkinkan investor untuk bertaruh pada pergerakan harga saham, seringkali dengan tingkat leverage yang tinggi, tanpa harus memiliki saham yang mendasarinya. Sebaliknya, bank membeli dan menahan saham dan memberi imbalan yang dikaitkan dengan kinerja saham bersangkutan, ke si pengelola dana. Sedang si pengelola dana, seperti Archegos, harus mengamankan perdagangan dengan memberikan jaminan ke bank, seperti uang tunai atau ekuitas.

Baca Juga: Sejumlah emiten ramai-ramai merambah bisnis EBT, begini prospeknya

Archegos memiliki aset dengan nilai sekitar US$ 10 miliar, namun memegang posisi dengan nilai lebih dari US$ 50 miliar, menurut salah satu sumber, menunjukkan bahwa Hwang sangat diuntungkan. Transaksi yang memanfaatkan leverage itu memiliki risiko, karena tak cuma memperbesar potensi untung, tetapi juga meningkatkan risiko merugi. 

Archegos menolak memberi tambahan, selain pernyataannya pada Senin lalu, bahwa "sekarang adalah waktu yang menantang."

Kekecewaan investor terhadap penjualan saham raksasa media ViacomCBS Rabu lalu, yang akhirnya menyudutkan posisi Archegos, diperkirakan menyulut katalisator kehancuran pengelola dana itu, kata sumber tersebut.

Baca Juga: Perubahan porsi investasi saham dan reksadana BP Jamsostek jadi sentimen negatif IHSG

Begitu saham ViacomCBS merosot minggu lalu, turun 30% dari harga penutupan Senin lalu menjadi sekitar US$ 68 pada Kamis pagi, membunyikan alarm di bank-bank yang membantu Archegos, tutur sumber tersebut.

Bank-bank global pun meminta Archegos untuk menyediakan lebih banyak agunan agar menutupi peningkatan eksposur pada posisi swap. Tetapi pengelola dana tersebut tidak memiliki cukup likuiditas. Karena gagal memenuhi margin call, dana tersebut telah gagal bayar berdasarkan persyaratan perdagangannya dengan bank.

Dalam upaya untuk mencegah krisis, Hwang mengatur panggilan konferensi dengan bank pada Kamis malam untuk meminta mereka setuju untuk menunda penjualan saham yang mendukung perdagangan swap. Harapannya, harga saham bisa bangkit kembali, kata dua sumber.

Beberapa bank, termasuk Credit Suisse, lebih suka menunda. Tetapi Goldman Sachs dan yang lain ingin mulai menjual saham untuk membebaskan uang tunai hingga Archegos dapat melunasi utangnya. 

Pertemuan itu tidak berujung pada kesepakatan. Goldman pun mulai melepas saham sebelum pasar dibuka pada Jumat. Raksasa keuangan AS itu menjual berbagai saham, seperti Viacom, Baidu Inc dan Tencent Music Entertainment Group dengan nilai total lebih dari US$ 10,5 miliar (Rp 152,5 triliun).

Morgan Stanley juga melepas saham senilai US$ 8 miliar (Rp 116 triliun).

Baca Juga: Bursa Asia akhir kuartal I digerakkan data produksi pabrik

Secara keseluruhan, bank-bank yang menjadi perantara Archegos menjual jutaan saham yang dipertaruhkan pengelola dana tersebut. Aksi jual itu menyeret jatuh saham di seluruh media dan sektor lain.

Itu membuat bank-bank lain, terutama Credit Suisse dan Nomura, ikut-ikutan untuk menutup posisinya. Namun, saat memutuskan untuk mulai menjual, harga saham telah jatuh terlalu jauh. Kedua lembaga keuangan itu pun sulit menghindar dari kerugian besar.

"Yang pertama keluar adalah tidak panik," kata Matt Freund, co-chief investment officer di Calamos Investments. “Tidak masuk akal untuk ikut panik, tapi terkadang masuk akal untuk memulainya.”

Selanjutnya: S&P: Gagal Bayar dan Restrukturisasi Utang Akan Lebih Banyak di Tahun Ini

 

Bagikan

Berita Terbaru

Tunggu Respon Permintaan Pertemuan Prabowo-Trump
| Sabtu, 12 April 2025 | 07:28 WIB

Tunggu Respon Permintaan Pertemuan Prabowo-Trump

Kementerian Luar Negeri telah memulai negosiasi terkait pengenaan tarif  PresidenTrump terhadap Indonesia

Kenaikan Tarif Jalan Tol Tunggu Hasil Pemeriksaan SPM
| Sabtu, 12 April 2025 | 07:24 WIB

Kenaikan Tarif Jalan Tol Tunggu Hasil Pemeriksaan SPM

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sudah ada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang mengajukan kenaikan tarif tol

Komoditas dan Tarif AS Ganggu Likuiditas Valas
| Sabtu, 12 April 2025 | 07:16 WIB

Komoditas dan Tarif AS Ganggu Likuiditas Valas

Pemerintah dinilai perlu menempuh jalan tengah untuk mengamankan likuiditas valuta asing dalam negeri

Rupiah Sepanjang Pekan Tertekan Tarif Trump
| Sabtu, 12 April 2025 | 06:41 WIB

Rupiah Sepanjang Pekan Tertekan Tarif Trump

Rupiah bergerak melemah sepanjang pekan ini. Tensi perang dagang yang meningkat menjadi penekan mata uang Garuda.

CEO Erajaya Food Jeremy Sim Nyaman Investasi di Instrumen Minim Risiko
| Sabtu, 12 April 2025 | 06:35 WIB

CEO Erajaya Food Jeremy Sim Nyaman Investasi di Instrumen Minim Risiko

 Investasi sesuai usia dan waktu. Kalimat itu menjadi pegangan Jeremy Sim, CEO Erajaya Food & Nourishment

Menyiangi Reksadana Saat Volatilitas Tinggi
| Sabtu, 12 April 2025 | 06:30 WIB

Menyiangi Reksadana Saat Volatilitas Tinggi

Di tengah volatilitas pasar keuangan, instrumen reksadana dipandang memiliki risiko lebih terukur dan lebih stabil. 

Ekspansi Pasar Surya Biru Murni Acetylene TBk (SBMA) ke Berbagai Sektor
| Sabtu, 12 April 2025 | 06:28 WIB

Ekspansi Pasar Surya Biru Murni Acetylene TBk (SBMA) ke Berbagai Sektor

Mengupas profil PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA) dan strategi bisnis untuk meningkatkan kinerja di tahun 2025

Bidik Dana Rp 5,89 Triliun, Solusi Sinergi Digital (WIFI) Menggelar Rights Issue
| Sabtu, 12 April 2025 | 06:15 WIB

Bidik Dana Rp 5,89 Triliun, Solusi Sinergi Digital (WIFI) Menggelar Rights Issue

Emiten teknologi milik Hashim Djojohadikusumo itu, berencana menerbitkan maksimal 2,94 miliar saham dengan nominal Rp 100.

Indo Tambangraya Megah (ITMG) Menyebar Dividen Jumbo
| Sabtu, 12 April 2025 | 06:05 WIB

Indo Tambangraya Megah (ITMG) Menyebar Dividen Jumbo

Total dividen tunai yang dibagikan ITMG mencapai US$ 243 juta. Ini setara dividen payout ratio sebesar 65% dari laba bersih ITMG tahun 2024.

Darurat Kelapa
| Sabtu, 12 April 2025 | 06:05 WIB

Darurat Kelapa

Harga kelapa yang kian mahal imbas pasokannya berkurang harus segera dibenahi lewat perluasan kebun kelapa serta produktivitasnya. 

INDEKS BERITA

Terpopuler