UU HPP Menjadi Dominasi DPR

Selasa, 05 Oktober 2021 | 09:05 WIB
UU HPP Menjadi Dominasi DPR
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peran wakil rakyat dalam menentukan penerimaan negara makin besar. Terutama setelah pemerintah dan DPR sepakat menyelesaikan pembahasan revisi ketentuan umum perpajakan (KUP) yang belakangan namanya diganti menjadi Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Ada empat hal yang membuat peran DPR sebagai legislator, menjadi jauh lebih kuat dalam menentukan penerimaan negara yang sejatinya menjadi tugas utama dari eksekutif.

Pertama, pada pasal 4 yang mengatur perubahan UU Pajak Pertambahan Nilai, dalam perubahan pasal 7 yang mengatur dalam Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP).

UU ini memberikan syarat perubahan tarif bisa dilakukan setelah pemerintah menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan  Belanja Negara (APBN).

Kedua, pada kebijakan pengaturan pajak karbon di pasal 13, yang juga mewajibkan kebijakan peta jalan pajak karbon  oleh pemerintah harus dengan persetujuan DPR.

Ketiga, dalam hal penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai (BKC) di Peraturan Pemerintah (PP) juga mewajibkan pemerintah menyampaikan dulu kepada DPR untuk dibahas di RUU APBN. Padahal di UU yang lama hanya menyebutkan pemerintah hanya cukup mengemukakan perubahan BKC saat penyusunan RUU APBN.

Keempat, pada kebijakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menteri keuangan yang sebelumnya punya kewenangan untuk menetapkan besaran PTKP ini harus lebih dulu berkonsultasi dengan DPR. Poin ini juga tidak ada di Undang-Undang  Nomor 7/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

Peranan kuat DPR untuk menentukan jenis barang dan jasa yang kena pajak maupun cukai ini mempertegas peran wakil rakyat yang mayoritas didominasi oleh pengusaha, lebih mewakili dunia usaha.

Tercermin dari usulan pemerintah untuk mengenakan pajak perusahaan yang mengaku rugi, mental. Begitu juga pengenaan pajak karbon, dipangkas dari usulan Rp 75 per kilogram karbon, menjadi Rp 30 per kilogram karbon, dan hanya emisi karbon pembangkit listrik tenaga uap yang dikenakan pajak.

Sementara usulan pengampunan pajak tarifnya jadi murah. Lain halnya dengan pengenaan PPN yang membebani konsumen langsung, rakyat banyak, DPR dengan mulus menyetujuinya.                     

Bagikan

Berita Terbaru

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit
| Selasa, 18 November 2025 | 10:05 WIB

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit

Dalam menjaga kelangsungan bisnis jangka panjang, perusahaan berfokus dalam penguatan fundamental bisnis yang disertai pemberian ruang eksplorasi

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia
| Selasa, 18 November 2025 | 09:50 WIB

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia

Hubungan dagang Indonesia–Australia selama ini didominasi oleh ekspor daging, gandum serta arus pelajar Indonesia ke Australia.

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:49 WIB

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis

Secara teknikal, saham PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) masih berpotensi melanjutkan penguatan. 

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat
| Selasa, 18 November 2025 | 08:15 WIB

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat

Hal ini dipengaruhi oleh normalisasi daya beli masyarakat yang masih lesu, permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan libur sekolah

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya
| Selasa, 18 November 2025 | 08:11 WIB

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya

Salah satu yang terbesar ialah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Emiten pelat merah ini berencana menggelar private placement Rp 23,67 triliun

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:00 WIB

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis

Pertumbuhan kinerja didukung peningkatan volume pasien swasta serta permintaan layanan medis berintensitas lebih tinggi di sejumlah rumah sakit.

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar
| Selasa, 18 November 2025 | 07:46 WIB

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar

SMRA melakukan transaksi afiliasi berupa penambahan modal oleh perusahaan terkendali perseroan itu pada perusahaan terkendali lain.

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026
| Selasa, 18 November 2025 | 07:33 WIB

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026

EXCL berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 30,54 triliun. Nilai ini melonjak 20,44% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 25,36 triliun.​

Penurunan BI Rate Tak Mampu Dongkrak Kredit Multiguna
| Selasa, 18 November 2025 | 07:11 WIB

Penurunan BI Rate Tak Mampu Dongkrak Kredit Multiguna

Pemangkasan suku bunga acuan BI hingga  1,25% sepanjang tahun ini ke level 4,75% tak mampu mendongkrak kredit multiguna

ICBP Diproyeksi Sulit Penuhi Target Pertumbuhan Penjualan
| Selasa, 18 November 2025 | 07:10 WIB

ICBP Diproyeksi Sulit Penuhi Target Pertumbuhan Penjualan

Pertumbuhan penjualan ICBP pada 2025 kemungkinan tidak mencapai target yang di tetapkan perusahaan, sekitar 7%-9%.

INDEKS BERITA

Terpopuler