Wake Up Call: Bom Waktu Pinjol dan Pay Later

Senin, 06 Februari 2023 | 07:00 WIB
Wake Up Call: Bom Waktu Pinjol dan Pay Later
[]
Budi Frensidy | Guru Besar FEB-UI

KONTAN.CO.ID - Tawaran kredit tanpa agunan (KTA) dari bank via sms yang sempat marak beberapa tahun lalu kini sudah jarang terdengar. Menjamurnya perusahaan fintech yang menawarkan kemudahan pinjaman secara online atau pinjol dan pay later membuat pamor KTA bank meredup.

Pinjol dan pay later sejatinya KTA juga. Bedanya, pinjol dan pay later ditawarkan melalui platform digital oleh perusahaan teknologi finansial (tekfin). Dari dulu pinjaman tanpa agunan sebenarnya sudah ada, yaitu utang kartu kredit. Limit kartu kredit menjadi batas maksimum seseorang dapat meminjam dari bank penerbit tanpa harus menaruh agunan.

Banyak orang senang dan bangga jika bank penerbit memberi limit besar untuk kartu kreditnya. Saya justru sebaliknya. Dua kartu kredit saya dengan limit Rp 75 juta dari sebuah bank BUMN dan Rp 151 juta dari sebuah bank asing terkemuka saya tutup setelah beberapa tahun menggunakannya. Saya menggantinya dengan beberapa kartu kredit platinum lain yang bebas iuran tahunan dan meminta batasnya cukup sebesar Rp 40 juta.

Dengan adanya pinjol dan pay later, berutang menjadi jauh lebih mudah dan cepat. Hampir setiap orang, walaupun tidak mempunyai harta tetap, kini dapat meminjam. Ini berbeda dengan utang kartu kredit.

Bank hanya mau menerbitkan kartu kredit kepada mereka yang layak secara finansial. Sebelum kartu kredit diterbitkan pertama kali di negeri ini oleh Bank Duta di akhir 1980-an, saya salah seorang pemegangnya, meminjam bahkan harus dengan agunan. Tidak ada agunan, tidak ada pinjaman.

Baca Juga: Fenomena Pasar dan January Effect

Pinjol dan pay later kelihatan begitu menarik dan menggoda. Tidak ada risiko yang dihadapi peminjam karena tidak ada harta tetap debitur yang dapat disita dan dilelang kreditur. Pandangan mengambil pinjol dan pay later sangat menguntungkan sesungguhnya tidak tepat. Cobalah melihatnya dari sisi pemberi pinjaman.

Di mata kreditur produk ini sangat berisiko walaupun beberapa sudah memanfaatkan SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK. Kecuali program bantuan pemerintah untuk kaum ekonomi lemah dan usaha mikro, mestinya tidak ada bank dan perusahaan pembiayaan yang bersedia menyalurkan kredit tanpa pengaman dan ikatan yang diperlukan. Prinsip dasar pemberian kredit dan pengelolaan bank di mana pun sama, yaitu harus hati-hati dan pruden.

Tanpa agunan, untuk memperoleh spread atau net interest margin, yaitu selisih suku bunga kredit dan suku bunga simpanan 5%, bank dan perusahaan pembiayaan harus bersedia menghadapi kemungkinan 100% dana tidak kembali. Hampir tidak ada bisnis lain yang risiko kerugiannya setinggi ini. Kebobolan hingga 100% ini tidak terjadi jika ada agunan.

Kenyataannya, dengan prinsip teliti dan ketat saja, kredit macet perbankan kita kadang mencapai batas maksimal yang ditetapkan bank sentral. Apalagi jika ketentuan tentang agunan ini dilonggarkan. Tanpa adanya agunan bernilai material yang dapat direalisasikan untuk mengurangi kerugian kredit yang disalurkan, kreditur hanya akan menjadi lembaga nirlaba dan sulit untung.

Jika kredit macet 5%, dan spread 5%, hitungannya adalah 95% debitur bank memberikan keuntungan kotor sebesar rata-rata 5%, sementara 5% dari penerima kredit merugikan sampai 100%. Dengan demikian, keuntungan kotor bank dari usaha pinjam-meminjam ini akan menjadi 95% (5%) – 5% (100%) atau -0,25%.

Baca Juga: Memilih Saham Yang Cuan untuk Masa Depan

Ini baru laba kotor. Laba bersih tentunya akan lebih buruk lagi. Bukannya untung, pemberi pinjaman justru buntung. Inilah alasan utama spread bank kita masih sangat tinggi, salah satu yang terbesar di dunia.

Menyadari besarnya risiko pinjol dan pay later ini, sangat beralasan jika bunganya dipatok tinggi, sesuai kredo high risk, high return. Pinjol berbunga 0,3% hingga 0,4% per hari (menjadi lebih dari 100% per tahun) dan pay later 3% hingga 5% per bulan. Ini tidak beda dengan lintah darat berdasi.

Menariknya, OJK tidak melarang atau membatasi bunga ini. Dibandingkan dengan bunga kredit lainnya, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, KPR, KPA, kredit multiguna, bahkan utang kartu kredit, suku bunga ini beberapa kali lipatnya dan sangat mencekik leher.

Yang punya agunan dapat bunga rendah, sementara yang tidak punya harus membayar bunga sangat tinggi, karena hanya bisa mengambil pinjol dan pay later. Tidak ada alternatif pembiayaan lain untuk mereka. Ini tidak fair, tetapi itulah yang terjadi di dunia keuangan.

Mestinya KTA, apa pun bentuk dan namanya, tidak ditawarkan untuk semua orang. Kredit ini mestinya hanya untuk para karyawan perusahaan yang payroll atau penggajian bulanannya menggunakan bank dan angsuran utang dilakukan dengan auto debet, tentu dengan persetujuan dia dan perusahaannya. Inilah KTA yang tidak begitu berisiko. Suku bunga yang dikenakan juga bisa manusiawi.

Dengan siapa saja bisa mengambil pinjol dan pay later, jangan kaget jika nanti kita menyaksikan banyak peminjam yang terlilit utang. Tanpa penghasilan yang memadai, siapa pun sulit memiliki harta tetap, sementara kapasitas membayar utang juga terbatas.

Karenanya, mereka hanya akan pasang badan jika kreditnya berakhir macet, walaupun diteror dan diancam akan diviralkan beritanya. Gagal bayar pinjol dan pay later pun akan meledak. Semoga otoritas dan regulator sudah mengantisipasinya, sehingga mimpi buruk ini tidak terjadi.

Bagikan

Berita Terbaru

Kasus Pajak
| Kamis, 27 November 2025 | 07:05 WIB

Kasus Pajak

Jadi pekerjaan rumah pemerintah untuk terus meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat ditengah marak kasus korupsi pajak.

Mengukur Kerugian Akuisisi di Kasus ASDP
| Kamis, 27 November 2025 | 07:00 WIB

Mengukur Kerugian Akuisisi di Kasus ASDP

Kasus korupsi di ASDP yang melibatkan para mantan petinggi BUMN ini merupakan ujian integritas dan kualitas pengambilan keputusan.​

Harga Saham DNAR Lompat Kodok, Begini Kata Direktur OK Bank Soal Upaya Mengerek Modal
| Kamis, 27 November 2025 | 06:57 WIB

Harga Saham DNAR Lompat Kodok, Begini Kata Direktur OK Bank Soal Upaya Mengerek Modal

Lonjakan harga saham PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) seiring rencana OJK mengubah aturan permodalan bank umum.

Tekanan Jual Saham Mantan MSCI Mulai Mereda
| Kamis, 27 November 2025 | 06:57 WIB

Tekanan Jual Saham Mantan MSCI Mulai Mereda

Setelah aksi jual mulai reda, analis menilai terdapat peluang rebound di saham-saham yang keluar dari MSCI

HAIS Membidik Pendapatan Tumbuh 5%
| Kamis, 27 November 2025 | 06:54 WIB

HAIS Membidik Pendapatan Tumbuh 5%

Emiten jasa angkut pelayaran ini optimistis, permintaan dari pelanggan dan utilitas armada masih cenderung stabil.

Rupiah Terpengaruh Sentimen Eksternal pada Rabu (26/11)
| Kamis, 27 November 2025 | 06:30 WIB

Rupiah Terpengaruh Sentimen Eksternal pada Rabu (26/11)

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot turun 0,04% secara harian ke Rp 16.664 per dolar AS. 

Merger Batal, Bank MNC dan Bank Nobu Didorong Tambah Modal
| Kamis, 27 November 2025 | 06:20 WIB

Merger Batal, Bank MNC dan Bank Nobu Didorong Tambah Modal

Merger antara Bank Nobu dan Bank MNC yang sempat diharapkan jadi konsolidasi sukarela percontohan di Tanah Air resmi batal. ​

Investor Institusi Domestik Mulai Melirik Investasi di Aset Digital
| Kamis, 27 November 2025 | 06:15 WIB

Investor Institusi Domestik Mulai Melirik Investasi di Aset Digital

Indonesia berada di posisi ke-7 setelah India, Amerika Serikat, Pakistan, Vietnam, Brasil, dan Nigeria dalam adopsi kripto institusional. 

Transaksi Valas Naik Jelang Akhir Tahun
| Kamis, 27 November 2025 | 06:15 WIB

Transaksi Valas Naik Jelang Akhir Tahun

Transaksi valas jelang akhir tahun naik dipicu tingginya kebutuhan masyarakat untuk berlibur ke luar negeri serta permintaan dari pelaku usaha 

Peta Persaingan Bank Digital Berpotensi Berubah
| Kamis, 27 November 2025 | 06:05 WIB

Peta Persaingan Bank Digital Berpotensi Berubah

Wacana merger dua ekosistem besar seperti GOTO dan Grab menyisakan pertanyaan mengenai nasib bank digital di belakangnya.​

INDEKS BERITA

Terpopuler