Ambisi di Properti

Senin, 14 Oktober 2024 | 06:11 WIB
Ambisi di Properti
[ILUSTRASI. Jurnalis KONTAN Tedy Gumilar. (Ilustrasi KONTAN/Indra Surya)]
Tedy Gumilar | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembang properti tampaknya menjadi salah satu golongan pebisnis paling berbahagia saat ini. Betapa tidak, pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto terlihat punya atensi besar terhadap industri ini. 

Wujudnya bukan cuma pembentukan Kementerian Perumahan. Program ambisius yang diiringi dengan guyuran insentif jumbo juga telah digadang. Program satu juta rumah per tahun di masa Jokowi sejak 2015 dimodifikasi dengan target yang lebih canggih di era Prabowo; tiga juta rumah per tahun. 

Belum cukup, insentif pajak sebesar 16% pun akan diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Perinciannya, penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tarifnya 11% dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%.

Program dan stimulus di bidang properti ini diusung demi mengejar pertumbuhan ekonomi 8%, mengingat properti punya efek berantai ke berbagai kegiatan ekonomi. Plus, mengejar backlog perumahan yang saat ini mencapai 12,7 juta rumah.

Tentu ambisi ini tak salah, apalagi  tujuannya memang baik. Namun, bagaimana pemerintah akan mewujudkannya, menarik untuk dicermati. Soal anggaran misalnya, di masa Jokowi, untuk membangun satu juta rumah per tahun butuh anggaran Rp 20 triliun. Jika menggunakan patokan ini, artinya diperlukan anggaran Rp 60 triliun setahun untuk mengerjakan program Prabowo, atau Rp 300 triliun dalam lima tahun.

Untuk ukuran negara, anggaran sebesar itu tentu bisa dicari. Masalahnya, pada waktu yang bersamaan Prabowo juga punya sederet program ambisius yang juga memerlukan dana besar, seperti program makan bergizi gratis.

Kapasitas pendapatan negara punya keterbatasan. Penerimaan pajak tak bisa digenjot berlebihan, terutama jika pemerintah hanya menyasar wajib pajak yang itu-itu saja. 
Menarik utang lebih besar pun belum tentu jadi pilihan bijak. Mengingat warisan utang super jumbo yang ditinggalkan Pemerintah Jokowi. Hingga 2027 saja, beban utang yang mesti dibayar pemerintah mencapai Rp 800 triliun per tahun.

Belum lagi persoalan non-anggaran yang bisa jadi hambatan. Kabinet gemuk guna mengakomodir kepentingan koalisi, tak bisa dipungkiri kerap meminggirkan faktor profesionalitas, kredibilitas dan kapabilitas dalam memilih pejabat negara.

Dus, bagi-bagi jabatan jadi motif utama. Sementara program nan indah cuma jadi gimmick semata. Semoga tidak terjadi.

Selanjutnya: Biaya Pakan Turun Jadi Pengungkit Emiten Sektor Peternakan Unggas

Bagikan

Berita Terbaru

Wacana Pungutan PNBP dari Industri Gim
| Senin, 14 Oktober 2024 | 08:10 WIB

Wacana Pungutan PNBP dari Industri Gim

Pemerintah tengah mengkaji pungutan PNBP dari gim

Insentif Tarif Pajak Masih Menggantung
| Senin, 14 Oktober 2024 | 08:05 WIB

Insentif Tarif Pajak Masih Menggantung

Penundaan PPN 12% dan pemangkasan PPh badan perlu merevisi UU

Produksi Batubara Naik Menjadi 624 Juta Ton
| Senin, 14 Oktober 2024 | 08:00 WIB

Produksi Batubara Naik Menjadi 624 Juta Ton

Produksi batubara nasional per 13 Oktober mencapai 624,16 juta ton atau 87,91% dari target produksi 710 juta ton,

Menengok Penawaran Saham IPO DAAZ, Entitas Aserra Group yang Terafiliasi dengan APEX
| Senin, 14 Oktober 2024 | 07:56 WIB

Menengok Penawaran Saham IPO DAAZ, Entitas Aserra Group yang Terafiliasi dengan APEX

Periode bookbuilding IPO DAAZ berlangsung hingga 18 Oktober 2024. 

Minyak Sawit Mengungkit Surplus Neraca Dagang
| Senin, 14 Oktober 2024 | 07:53 WIB

Minyak Sawit Mengungkit Surplus Neraca Dagang

Kinerja ekspor pada September diperkirakan meningkat sejalan dengan kenaikan harga CPO

Pasar Sepeda Motor Nasional Tancap Gas
| Senin, 14 Oktober 2024 | 07:45 WIB

Pasar Sepeda Motor Nasional Tancap Gas

Merujuk data AISI, penjualan sepeda motor Januari-September 2024 tercatat 4.872.496 unit, naik 3,19% yoy.

Goodyear Indonesia (GDYR) Meramaikan Pasar Produk Ban Offroad
| Senin, 14 Oktober 2024 | 07:20 WIB

Goodyear Indonesia (GDYR) Meramaikan Pasar Produk Ban Offroad

Wrangler Duratrac RT menggunakan teknologi duraedge traction performance, sehingga memberikan daya cengkeram.

Sempat Diimingi Gas Murah, Kini Status HGBT KCC Glass Korsel Dicabut Bahlil Lahadalia
| Senin, 14 Oktober 2024 | 07:17 WIB

Sempat Diimingi Gas Murah, Kini Status HGBT KCC Glass Korsel Dicabut Bahlil Lahadalia

KCC Glass Indonesia kini sudah membangun pabrik kaca di KIT Batang, Jawa Tengah.

Pasokan dan Permintaan Tak Imbang, Harga Batubara Naik
| Senin, 14 Oktober 2024 | 07:10 WIB

Pasokan dan Permintaan Tak Imbang, Harga Batubara Naik

Harga batubara Newcastle senilai US$ 153,15 per ton, menguat 3% sejak awal Oktober ini.

Menadah Big Cap Saat Harga Murah
| Senin, 14 Oktober 2024 | 07:03 WIB

Menadah Big Cap Saat Harga Murah

Ada peluang buy on weakness untuk big cap yang terkoreksi

INDEKS BERITA

Terpopuler