Banyak Proyek Energi Baru Terbarukan Masih Terganjal
Selasa, 03 Agustus 2021 | 09:10 WIB
Reporter:
Muhammad Julian |
Editor: Dadan M. Ramdan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan pengembangan energi bersih atawa ramah lingkungan terus digenjot. Untuk itu, pemerintah bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah merencanakan penambahan kapasitas pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) dengan target bauran sebesar 23% di tahun 2025 nanti.
Meski begitu, jalan menuju target tersebut bukannya bebas hambatan. Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Priyandaru Effendi mengatakan, pelaksanaan sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) masih tersendat. Dari sebanyak 20 izin pengusahaan panas bumi alias Izin Panas Bumi (IPB) yang telah dikeluarkan, hanya segelintir proyek di antaranya yang telah mencapai tahapan commercial operacion date (COD) atau setidaknya mendekati tahapan COD.
"Saat ini yang sudah berprogres sampai COD atau mendekati COD adalah PLPP Muara Laboh, Rantau Dedap, Sorik Marapi, Sokoria, dan Ijen," katanya saat dihubungi KONTAN, Senin (2/8).Menurut Priyandaru, pelaksanaan proyek PLTP yang molor umumnya disebabkan oleh tiga hal, yaitu masalah perundingan dengan PLN, nilai keekonomian, serta hambatan dengan komunitas setempat (community issue).
Ketua Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Riza Husni mengeluhkan proses menuju tahapan perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBTL) alias power purchase agreement (PPA) juga terbilang lama. Proses pengajuan peningkatan kapasitas oleh independent power producer (IPP) yang telah mengantongi PPA pun dinilai sulit. "Yang sudah PPA minta naik kapasitas tidak bisa. Yang sudah siap PPA didata tapi tetap aja enggak PPA, hanya bolak-balik disuruh daftar," sebut Riza kepada KONTAN(2/8).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana tidak memungkiri banyak proyek EBT yang mandek dengan sejumlah persoalan yang mengganjalnya.
Kementerian ESDM mencatat, terdapat 48 proyek PLTM dengan total kapasitas 288,86 MW dan lima proyek PLTA dengan berkapasitas total 762 MW yang masih mengalami kendala dalam pelaksanaan proyek. Proyek tersebut terdiri dari proyek IPP maupun proyek PLN. "Kendala antara lain disebabkan oleh kondisi geologis (longsor), masalah administrasi perizinan, serta masalah pembiayaan proyek," kata Dadan kepada KONTAN, kemarin.
Menyikapi permasalahan ini, Dadan memastikan bahwa Kementerian ESDM secara intensif melakukan debottlenecking proyek yang mengalami kendala melalui pembahasan dan fasilitasi yang melibatkan badan usaha, PLN, kementerian/lembaga dan instansi terkait. Dengan cara itu, ESDM berharap bisa mempercepat pelaksanaan proyek-proyek PLTA dan PLTM oleh IPP maupun PLN.
Sementara itu, dalam pandangan Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma, pendanaan merupakan faktor paling signifikan bagi kelanjutan proyek EBT. Ganjalan pendanaan turut menghambat pelaksanaan proyek-proyek pembangkit EBT lambat terealisasi seperti yang ditargetkan. Adapun penyebabnya juga tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan di dalam Peraturan Menteri ESDM No 50/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang membuat daya tarik investasi EBT menjadi kurang menarik. Buntutnya, para pengembang menjadi kesulitan untuk mendapatkan pendanaan.
"Apa yang kami usulkan adalah segera merevisi Permen tersebut agar ada kepastian hukum, sehingga perlu diatur dalam Perpres yang sudah dibahas sejak akhir tahun 2019. Sayang, sampai sekarang Perpres tersebut juga belum ditandatangani oleh Presiden," ungkap Surya.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.