China Terapkan Pembatasan Tanpa Kecuali, Rantai Pasokan Global Semakin Ketat
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Kongesti melanda sejumlah pelabuhan di China akibat pengalihan pendaratan di Pelabuhan Ningbo serta lambatnya pemrosesan kargo. Situasi ini merupakan imbas dari penerapan langkah-langkah desinfeksi yang ketat, bagian dari kebijakan habis-habisan China memutus mata rantai virus corona.
Lebih dari 50 kapal kontainer, Selasa (17/8), mengantri untuk berlabuh di Pelabuhan Ningbo, yang merupakan pelabuhan laut terbesar kedua di China. Menurut data Refinitiv, angka itu lebih tinggi daripada antrian yang tercatat pada 10 Agustus, yaitu 28. Pada tanggal itulah, China mencatat kasus Covid-19 di salah satu terminal Ningbo.
Perusahaan pelayaran internasional terkemuka telah memperingatkan klien mereka tentang penundaan dan penyesuaian rute. Setidaknya 14 kapal yang dioperasikan oleh CMA CGM, lima kapal Maersk dan empat kapal Hapag-Lloyd telah memutuskan untuk tidak masuk ke Ningbo. Dan lusinan lusinan kapal lain menyesuaikan jadwal mereka, kata kelompok pelayaran.
Baca Juga: Ekonomi Mulai Pulih, Laba Perusahaan Pelayaran Dunia Ini Naik hingga 10 Kali Lipat
Ekonomi China kehilangan momentum pemulihan, sebagai akibat dari pembatasan virus corona baru. Rantai pasokan global pun menghadapi ketegangan lebih lanjut dengan aturan pembatasan yang memperparah kongesti di pusat transportasi utama China. Sebelum pengetatan pembatasan, global supply chain sudah terbebani pemulihan belanja konsumen, kekurangan kapal kontainer dan kemacetan di pelabuhan.
Kementerian Perhubungan China telah memerintahkan semua pelabuhan untuk membentuk tim khusus yang menangani kapal asing. Beijing juga mewajibkan awak kapal dari luar China untuk memiliki sertifikat kesehatan atau tes negatif sebelum, kapal boleh melakukan bongkar muat.
Pengelola sejumlah pelabuhan juga memiliki aturan sendiri, dengan mencegah berlabuhnya kapal-kapal yang berasal dari daerah dengan risiko Covid-19 yang tinggi selama 21 hari terakhir, seperti India, Laos atau Rusia.
“Kebijakan tanpa toleransi China baik untuk pandemi tetapi buruk untuk rantai pasokan,” kata Dawn Tiura, chief executive officer Sourcing Industry Group, asosiasi sourcing dan procurement yang berbasis di Amerika Serikat (AS). “Sekarang merupakan masa yang sibuk karena peningkatan belanja seiring dengan masa kembali ke sekolah dan ke kantor. Ini juga masa persiapan untuk musim belanja yang akan datang."
Melalui pernyataan tertulis, Senin (16/8), Ningbo Zhoushan Port Co mengatakan, volume penanganannya telah kembali ke sekitar 90% dari tingkat rata-rata harian pada Juli, menyusul upaya untuk mengurangi dampak penutupan terminal.
Kapal yang dijadwalkan untuk singgah di terminal Ningbo, dialihkan ke pelabuhan terdekat. Pelabuhan Shanghai memiliki 34 kapal yang menunggu di pelabuhan, dibandingkan dengan 27 pada 10 Agustus. Sementara jumlah kapal yang menunggu di pelabuhan Xiamen - 700 km selatan Ningbo - naik menjadi 18 pada Selasa dari empat pada awal pekan lalu.
Baca Juga: Produksi melebihi konsumsi, Indonesia ekspor beras ke Arab Saudi
"Kargo menumpuk di pelabuhan baru-baru ini karena sedikitnya jumlah tenaga kerja dari sisi pelabuhan dan departemen terkait. Sementara peningkatan pengiriman juga membebani," kata operator kapal curah di kota pelabuhan timur China, Lianyungang.
“China adalah komponen penting dari rantai pasokan global. Setiap penutupan atau penundaan di China akan berimbas ke penundaan ketersediaan barang hingga dua atau tiga tingkat berikut,” kata Richard Lebovitz, CEO LeanDNA, konsultan supply chain di AS.
Freightos Baltic Global Container Index (FBX), indeks rata-rata tertimbang dari 12 rute utama peti kemas di dunia, pekan ini, sebesar US$ 9.770 per peti kemas seukuran empat puluh kaki. Itu adalah rekor tertinggi FBX.
Selanjutnya: Tawarkan Obligasi, Baidu Uji Minat Pasar atas Efek yang Diterbitkan Emiten China