KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada pemandangan menarik di meja kasir Alun-Alun Indonesia di Grand Indonesia, Jakarta. Terdapat papan pemberitahuan bertuliskan aksara China serta logo wechat Pay dan Alipay.
Yang artinya, menurut Handaka Santosa, Presiden Direktur PT Panen Lestari Internusa, pemilik gerai Alun-Alun Indonesia, mereka menerima pembayaran menggunakan dompet digital wechat Pay dan Alipay.
Selain di gerai produk kreatif Indonesia itu, Sogo yang juga bernaung di bawah Panen Lestari, menerima transaksi dengan aplikasi asal China tersebut. Tapi, tak di semua gerai department store ini, transaksi baru bisa di Sogo Central Park, Jakarta, serta Sogo Bali Collection dan Sogo Discovery Mall, Bali.
Wechat Pay dan Alipay masuk ke Sogo dan Alun-Alun Indonesia lewat PT Alto Halo Digital Internasional (AHDI). Handaka bilang, Panen Lestari menjalin kerjasama dengan anak usaha PT Alto Network itu pada awal Juli 2019 lalu. Metode pembayarannya lewat teknologi kode respons cepat alias quick response (QR) code.
Target utamanya, tentu saja turis dari China yang pelesiran ke Indonesia, khususnya Jakarta dan Bali. Banyaknya pelancong negeri tembok raksasa yang berkunjung ke Indonesia jadi alasan Panen Lestari mau berkongsi sama AHDI.
Handaka menjelaskan, pelaku usaha harus sangat jeli melihat peluang bisnis. Salah satunya adalah potensi belanja dari turis China. Dari data yang dirilis oleh Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, terlihat bahwa selama ini turis yang datang dari China menduduki ranking teratas, hampir 30% dari total turis asing ke Bali, jelas dia.
Hasilnya, Handaka mengungkapkan, cukup menggembirakan lantaran banyak wisatawan China yang berbelanja di Sogo dan Alun-Alun Indonesia. Sebelum ada wechat Pay dan Alipay, turis China sangat terbatas berbelanja dengan uang tunai, karena mereka kan, sudah terbiasa bertransaksi secara nontunai dengan uang elektronik yang diterbitkan di negaranya, ungkap Handaka.
100.000 merchant
Bukan cuma di gerai Sogo dan Alun-Alun Indonesia, Budhi Widjajantho Surjadi, Direktur AHDI, membeberkan, ada 2.000 merchant di Bali juga menerima pembayaran dengan wechat Pay dan Alipay. Bahkan, kerjasama yang dia klaim dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di pulau dewata itu sudah sejak 2018 lalu.
Selain di Bali, puluhan merchant di Batam dan Manado juga menyediakan fasilitas transaksi dengan wechat Pay dan Alipay. Tapi, Transaksi kami masih kecil, tidak sampai ratusan miliar rupiah, ujar Budhi. Hingga akhir 2019, ADHI menargetkan, bisa menggandeng 100.000 merchant yang bisa menerima pembayaran wechat Pay dan Alipay.
Kedua platform dompet elektronik (e-wallet) itu masuk ke Indonesia dengan menggandeng AHDI sebagai official partner. Kerjasama dengan wechat Pay terjalin akhir 2017, tapi aplikasi ini baru beroperasi pada Februari 2018. Sementara kerjasama dengan Alipay tercipta pada November 2018 dan operasionalnya bulan itu juga.
Tugas AHDI sebagai penunjang sistem pembayaran dalam negeri dan luar negeri, termasuk menyediakan merchant system kepada dua penerbit uang elektronik tersebut. Jadi, Budhi menegaskan, AHDI bukan penerbit e-money.
Oleh karena itu, AHDI tidak perlu mengajukan perizinan sebagai penerbit uang elektronik kepada Bank Indonesia (BI). Tentu, permohonan izinnya akan beda, kata Budhi.
Meski begitu, Budhi mengaku, perusahaannya sudah kulo nuwun dengan BI untuk operasional wechat Pay dan Alipay di Indonesia. Saat ini, menurutnya, AHDI tengah menunggu aturan dari bank sentral yang mengatur perusahaan dalam negeri sebagai penyedia bisnis penunjang bagi uang elektronik asing. Rencananya, beleid itu akan rilis bulan depan.
Memang, Budhi menyebutkan, ada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik yang tegas mewajibkan penerbit e-money asing harus bekerjasama dengan bank umum kegiatan usaha (BUKU 4). Tetapi, ia menilai, ketentuan itu kurang gamblang karena wechatPay dan Alipay masuk lewat AHDI bukan untuk menawarkan uang elektronik kepada konsumen di Indonesia.
Dan, Budhi memastikan, pengguna wechatPay dan Alipay adalah turis China. Ia menjamin masyarakat bakal lebih memilih aplikasi dompet digital terbitan perusahaan dalam negeri. Sebab, kalau menggunakan dompet elektronik China, mereka harus menyimpan dana dulu di negara itu. Pasti tidak ada yang mau, tegasnya.
Walau belum mendapat izin dari BI, Handaka mengatakan, kesepakatan Panen Lestari dengan AHDI tidak memiliki risiko. Pasalnya, kongsi bisnis terjadi sama AHDI, bukan dengan wechat Pay dan Alipay. Kami juga memastikan, uang yang ditransaksikan dalam rupiah bukan renminbi. Jadi, tidak ada risiko, imbuh Handaka.
Sebatas mengecek
AHDI boleh mengklaim sudah permisi ke bank sentral. Tapi kenyataannya, BI belum tahu wechatPay dan Alipay telah beroperasi di Indonesia. Makanya, Deputi Gubernur BI Sugeng menyatakan, pihaknya bakal mengecek dan mendalami operasional dompet digital itu di negara kita.
Yang terang, Filianingsing Hendarta, Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, menegaskan, wechat Pay dan Alipay adalah penyelenggara e-money asing. Sesuai PBI Uang Elektronik, mereka wajib bekerjasama dengan bank BUKU 4 lokal.
Toh, BI belum akan menjatuhkan sanksi ke siapa pun. Mereka baru akan melakukan pengecekan lebih dulu.
Memang, Filianingsing mengungkapkan, wechat Pay dan Alipay sudah mengajukan permohonan perizinan dengan menggandeng bank BUKU 4. Saat ini, sedang kami proses. Ada beberapa dokumen tinggal dilengkapi, setelah selesai maka mereka dapat langsung beroperasi, ujar Filianingsih.
Skema operasional kerjasama, Filianingsih menjelaskan, penerbit uang elektronik asing membuka rekening penampung di bank BUKU 4. Rekening ini untuk menampung dana dari penerbit uang elektronik asing yang akan diteruskan ke merchant-merchant yang berkongsi dengan bank BUKU 4.
Budhi menyebutkan, AHDI telah bekerjasama dengan tiga bank BUKU 4, yakni Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Mandiri, serta satu bank BUKU 3, yaitu Bank Permata. Tapi, kerjasama ini untuk melancarkan proses settlement antara AHDI dan merchant yang menerima transaksi pembayaran wechat Pay dan Alipay.
Sedang Santoso, Direktur BCA, mengatakan, pihaknya belum ada kolaborasi dengan wechat Pay serta Alipay. Kedua pihak baru sebatas komunikasi saja. Dalam pembicaraan itu, BCA menyampaikan, agar wechat Pay dan Alipay bekerjasama dengan bank BUKU 4 dalam negeri jika ingin beroperasi di Indonesia.
BCA juga sedang dalam proses pengembangan platform uang elektronik sesuai standardisasi QR dari BI, yaitu QR Indonesian Standard (QRIS). Soalnya, Ke depan, semua transaksi lewat QR harus pakai QRIS, termasuk wechat Pay dan Alipay, terang Santoso.
Budhi memastikan, transaksi turis China dengan merchant yang ada di dalam negeri menggunakan wechat Pay dan Alipay dalam mata uang rupiah, bukan renminbi. Karena jika dengan renminbi, kami juga tidak untung, katanya.
Ke depan, AHDI tidak hanya ingin menyediakan merchant system untuk wechat Pay dan Alipay saja. Budhi mengatakan, pihaknya akan membuka peluang kerjasama dengan penerbit uang elektronik asing dari negara lain, karena banyak turis yang liburan ke Indonesia.
Kami ingin kerjasama dengan penerbit uang elektronik dari Australia, Singapura, dan Amerika Serikat, ujar Budhi.
Tapi, Budhi belum bisa menyampaikan, kapan rencana tersebut bakal direalisasikan. Soalnya, AHDI masih fokus pada operasional wechat Pay dan Alipay.
Maklum, pasar transaksi dari turis China sangat besar di Indonesia. Sepanjang Januari hingga Mei 2019 lalu, turis China yang berkunjung ke Indonesia, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), total mencapai 882.000 orang. Jumlahnya paling banyak di antara wisatawan dari negara lainnya. Jika potensi transaksi turis China tidak diambil, maka akan diambil orang lain, ujar Budhi.
Handaka menambahkan, banyaknya turis China yang hanya membawa Alipay ataupun wechat Pay, yang merupakan sarana pembayaran sangat luas di negeri tembok besar, maka sudah seharusnya Indonesia bisa mengakomodasinya. Sehingga, mereka bisa melakukan transaksi belanja di tanah air.
Bila kita sampai lambat mengantisipasi, tentu akan berpengaruh pada potential sales loss opportunity, imbuh Handaka.
Salah satu negara yang aktif, kreatif, dan cekatan adalah Singapura. Kita bisa membayar transaksi secara umum dan bahkan taksi dengan memakai Alipay, kata Handaka.
Jadi sebaiknya, regulator aktif mendukung biar bisa memaksimalkan peluang transaksi untuk mengerek penjualan di Indonesia. Kalau ingin mengatur tentang transaksi menggunakan QR code, maka sebaiknya bisa diakomodasi kemudahan-kemudahan bisnis. Apalagi, bila transaksinya memang sudah menggunakan rupiah sesuai Peraturan Bank Indonesia, ucap Handaka.
Bagaimana BI?