Exxon Ingin Bangun Pusat Penyimpanan Penangkapan Karbon di Asia Tenggara

Senin, 25 Oktober 2021 | 13:08 WIB
Exxon Ingin Bangun Pusat Penyimpanan Penangkapan Karbon di Asia Tenggara
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Logo Exxon Mobil Corp dalam konferensi minyak dan gas di Rio de Janeiro, Brazil, 24 September 2018. REUTERS/Sergio Moraes/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Exxon Mobil Corp ingin membangun pusat penyimpanan penangkapan karbon atau carbon capture storage (CCS) di kawasan Asia. Raksasa minyak dan gas (migas) Amerika Serikat (AS) itu telah memulai pembicaraan dengan beberapa negara, yang dinilai memiliki lokasi potensial untuk menyimpan karbon dioksida (CO2), demikian pernyataan pejabat perusahaan.

Proyek yang diprioritaskan Exxon adalah membangun pusat CSS di Asia Tenggara, yang serupa dengan proyeknya di Houston, Texas, demikian pernyataan Joe Blommaert, President of Low Carbon Solutions di Exxon. 

Baca Juga: West Java Investment Summit (WJIS) 2021 kantongi komitmen investasi Rp 6,5 triliun

Secara garis besar, fasilitas CCS bertujuan untuk menangkap emisi, lalu menguburkannya di dalam tanah. Belum ada CCS yang sudah mencapai tahap komersialisasi. 
Raksasa migas dunia dan International Energy Agency (IEA), mendukung CCS sebagai upaya penting untuk menuju pemenuhan target tanpa emisi. CCS juga dinilai kubu pendukungnya sebagai langkah yang harus ada untuk mencapai tahap produksi hydrogen dalam skala besar.  

Global CCS Institute yang berbasis di Melbourne, Australia, pada Oktober, menyatakan bahwa rencana pembangunan proyek CCS di seluruh dunia melonjak 50% selama sembilan bulan terakhir.

Namun, proyek itu juga mengundang kritik. Para penentangnya menyebut CCS merupakan upaya untuk memperpanjang umur pemanfaatan bahan bakar fosil yang kotor. 

Agar proyek CCS bisa bergulir, perlu ada harga karbon yang transparan dan sistim penyesuaian harga lintas negara untuk memungkinkan CO2 yang ditangkap di sebuah negara, disimpan di negara lain, kata Blommaert dalam wawancara dengan Reuters.

Baca Juga: Arab Saudi Targetkan Emisi Nol Bersih 2060 Tapi Bertahan Sebagai Pemain Utama Migas

“Karena sebagian besar negara di dunia tidak memiliki penetapan harga karbon, ada risiko beberapa operator akan pindah ke negara-negara yang belum menetapkan harga emisi,” katanya.

Exxon, bulan lalu, mengatakan 11 perusahaan telah sepakat untuk mulai membahas rencana yang dapat mengarah ke pembangunan pusat penangkapan dan penyimpanan CO2 hingga 50 juta ton per tahun di Teluk Meksiko pada tahun 2030.

“Tidak seperti di Houston, kapasitas penyimpanan di sini tidak dekat dengan area yang memiliki emisi tertinggi,” kata dia dalam wawancara menjelang ajang Singapore International Energy Week.

“Itulah mengapa kami telah mempelajari konsep penempatan pusat penangkapan CO2 di kawasan-kawasan industri berat di Asia, seperti Singapura, dan kemudian menghubungkannya ke penyimpanan CO2 di tempat lain di kawasan ini,” tutur Blommaert, sambil menambahkan bahwa CO2 bisa diangkut dengan kapal, atau dialirkan melalui jaringan pipa.

Emisi CO2 industri Asia Tenggara melebihi 4 miliar, kata Blommaert, mengutip data 2019 dari Badan Energi Internasional. ExxonMobil telah mendaftarkan Singapura, rumah bagi pusat penyulingan-petrokimia terbesar di dunia, sebagai salah satu proyek CCS-nya. 

Namun, Singapura tidak memiliki lokasi penyimpanan CO2 yang sesuai, demikian hasil dari sebuah studi CCS yang dibiayai Pemerintah Singapura. Negara-negara di kawasan, yang dinilai memiliki lokasi penyimpanan potensial untuk CO2 antara lain Indonesia dan Malaysia.

Baca Juga: Capaian nilai TKDN Subholding Upstream Pertamina tembus 62% hingga September 2021

Studi lain yang dilakukan Singapore Energy Centre, yang sebagian dimodali oleh ExxonMobil, memperkirakan ladang minyak dan gas yang sudah menipis cadangannya serta lapisan garam di Asia Tenggara memiliki kapasitas penyimpanan CO2 dengan kapasitas hampir 300 miliar ton.

Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik yang dinilai memiliki lokasi potensial adalah Indonesia, Malaysia dan Australia. Di ketiga negara tersebut, Exxon juga memiliki kegiatan operasi migas. Exxon juga mengoperasikan kompleks penyulingan petrokimia di Fujian, bersama Sinopec dan Saudi Aramco.

“Kami sekarang bekerja dengan beberapa negara yang diidentifikasi dalam studi ini untuk mengembangkan lokasi penyimpanan potensial,” kata Blommaert, tanpa menyebut nama negara.

“Jika memiliki konsentrasi aliran CO2 yang sangat tinggi, Anda mungkin mendapatkan biaya yang lebih rendah. Untuk skala itu, pasar CO2 sangat terbatas. Karena itu, penyimpanan CO2 sangatlah penting,” ujar dia.

Selanjutnya: Kejar Ambisi Sang Presiden, China Mengandalkan Reformasi Pajak

 

Bagikan

Berita Terbaru

Jejak Oplosan Beras Menjerat Korporasi Besar
| Rabu, 16 Juli 2025 | 03:25 WIB

Jejak Oplosan Beras Menjerat Korporasi Besar

Potensi kerugian konsumen akibat pengoplosan beras ditaksir Rp 99 triliun per tahun, sehingga pemerintah harus menindak tegas pelakunya

Laju Simpanan Korporasi di Bank Melambat
| Rabu, 16 Juli 2025 | 01:17 WIB

Laju Simpanan Korporasi di Bank Melambat

Aktivitas bisnis di Tanah Air masih lesu. Perusahaan-perusahaan masih berhati-hati dalam melakukan belanja dan investasi bisnis.​

BI Rate Perlu Turun Meski Masih Susah Untuk Turun
| Selasa, 15 Juli 2025 | 21:09 WIB

BI Rate Perlu Turun Meski Masih Susah Untuk Turun

Ekonom menyebut masih ada ketidakpastian tarif yang bisa menimbulkan capital outflow jika BI memutuskan memangkas bunga lebih cepat. 

Harga Saham Solusi Sinergi Digital (WIFI) Diproyeksi Tetap Bullish Ditopang Ekspansi
| Selasa, 15 Juli 2025 | 21:05 WIB

Harga Saham Solusi Sinergi Digital (WIFI) Diproyeksi Tetap Bullish Ditopang Ekspansi

Kenaikan kinerja WIFI di awal 2025 menjadi sinyal positif emiten ini siap mencatatkan lonjakan pendapatan dan laba dalam beberapa tahun ke depan

Saham Sinar Eka Selaras (ERAL) Naik Didukung Kinerja dan Ekspansi
| Selasa, 15 Juli 2025 | 20:25 WIB

Saham Sinar Eka Selaras (ERAL) Naik Didukung Kinerja dan Ekspansi

Harga saham PT Sinar Eka Selaras Tbk (ERAL) untuk pertama kalinya berhasil melampaui harga IPO-nya 8 Agustus 2023 silam.

PSAT Terkena UMA Usai Lima Hari Listing, Lima Broker Ini Paling Banyak Jual-Beli
| Selasa, 15 Juli 2025 | 19:52 WIB

PSAT Terkena UMA Usai Lima Hari Listing, Lima Broker Ini Paling Banyak Jual-Beli

Sejak listing di BEI pada Selasa, 8 Juli 2025, PSAT memang terus-menerus menyentuh autoreject atas (ARA).

Agresif Transisi ke Bisnis Non-Batubara, Profil Keuangan INDY Jadi Sorotan
| Selasa, 15 Juli 2025 | 15:41 WIB

Agresif Transisi ke Bisnis Non-Batubara, Profil Keuangan INDY Jadi Sorotan

Indika Energy telah mengungkapkan targetnya untuk mencapai komposisi pendapatan 50:50 antara segmen batubara dan non-batubara pada 2028 mendatang.

Jejak Panjang Happy Hapsoro di Saham MINA, Setelah 8 Tahun Pasif Kini Ambil Kendali
| Selasa, 15 Juli 2025 | 14:05 WIB

Jejak Panjang Happy Hapsoro di Saham MINA, Setelah 8 Tahun Pasif Kini Ambil Kendali

Setelah Happy Hapsoro jadi pengendali MINA, komisaris serta direksi dirombak dan rencana ekspansi bisnis dijalankan. 

Mengintip Strategi ITMG yang Lebih Selektif Diversifikasi ke Bisnis Non-Batubara
| Selasa, 15 Juli 2025 | 09:40 WIB

Mengintip Strategi ITMG yang Lebih Selektif Diversifikasi ke Bisnis Non-Batubara

PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) lebih berhati-hati di bisnis PLTA namun tetap ekspansif di pertambangan nikel.

Saham INET Terus Merangkak Naik Ditopang Harapan Menang Lelang Frekuensi
| Selasa, 15 Juli 2025 | 08:52 WIB

Saham INET Terus Merangkak Naik Ditopang Harapan Menang Lelang Frekuensi

Lantaran sudah mengalami kenaikan tinggi sejak awal 2025, saham INET disarankan untuk trading jangka pendek saja.

INDEKS BERITA

Terpopuler