Reporter:
Arfyana Citra Rahayu, Filemon Agung |
Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Untuk menggenjot produk bernilai tambah, pemerintah menyiapkan sederet insentif kepada produsen batubara yang mengembangkan produk hingga ke hilir.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan: Ada enam insentif dan dukungan regulasi yang disiapkan. Antara lain, pertama, pemerintah akan mengurangi tarif royalti batubara secara khusus untuk gasifikasi batubara hingga 0%.
Kedua, ketentuan harga batubara khusus untuk peningkatan nilai tambah (gasifikasi) di mulut tambang. Ketiga, adanya regulasi jangka waktu Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara yang khusus digunakan sebagai pasokan batubara untuk gasifikasi. Dari sini, masa berlaku IUP akan diberikan sesuai umur ekonomis industri gasifikasi batubara.
Empat, pemerintah juga merancang kebijakan tax holiday-Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara khusus sesuai umur ekonomis gasifikasi batubara. Lalu, kelima ada pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa pengolahan batubara menjadi syngas sebesar 0% (lihat infografik).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan, pemerintah terus mendorong badan usaha untuk menjalankan proyek hilirisasi batubara.
Kabar terbaru, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bersama Air Products & Chemical Inc dan PT Pertamina mengembangkan dimetil eter (DME) sebagai substitusi liquefied petroleum gas (LPG). "Nantinya akan menyusul beberapa proyek lain karena hilirisasi merupakan amanat undang-undang," ujar dia.
Sejumlah perusahan siap menyambut proyek hilir batubara. PT Indika Energy Tbk (INDY), misalnya, bersama Pertamina masih melakukan studi kelayakan terkait hilirisasi batubara. "Kami mendukung pengembangan DME dan telah diproyeksikan menjadi salah satu energi alternatif pengganti LPG sebagai energi rumah tangga," kata Head of Corporate Communications PT Indika Energy Tbk, Ricky Fernando.
Kendati demikian, dia menyebutkan pelaksanaan hilirisasi batubara tetap perlu memperhatikan aspek keekonomian proyek. Untuk itu, perlu dukungan insentif pemerintah untuk mendorong keekonomian proyek.
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melanjutkan proyek hilirisasi melalui dua anak usahanya, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
"Proyek Bengalon (oleh KPC) akan dieksekusi. Adapun Arutmin akan merampungkan keputusan final diikuti feasibility untuk dieksekusi," ucap Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI, Dileep Srivastava, kemarin.
Kaltim Prima Coal merencanakan proyek gasifikasi commissioning pada 2024 dan proyek Arutmin akan commisioning pada 2025.
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga mengkaji sejumlah proyek hilirisasi. "Kami sedang mempelajari dan mempertimbangkan berbagai proyek peningkatan nilai dan green business sesuai rencana pemerintah," ungkap Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira, kemarin.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai, harga pokok produksi dari produk DME tahap awal masih memerlukan subsidi agar setara dengan LPG. "Kalau harga DME lebih mahal, (maka) menyulitkan dalam substitusi," kata dia.
Fahmy menilai, dengan kapasitas terpasang maksimal sekalipun, produk DME belum 100% menggantikan LPG. Ini lantaran pemerintah dan industri masih perlu mengembangkan bauran DME, kompor listrik serta jaringan gas.
Menurut Fahmy, kehadiran insentif dan kemudahan dalam berusaha bisa mendorong investasi pada proyek hilirisasi batubara, termasuk pengembangan produk DME sebagai pengganti LPG.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.