Berita Ekonomi

Harga Minyak Turun, Defisit Neraca Dagang RI Bakal Melebar

Jumat, 24 April 2020 | 08:00 WIB
Harga Minyak Turun, Defisit Neraca Dagang RI Bakal Melebar

ILUSTRASI. Petugas berkomunikasi saat memeriksa Rig (alat pengebor) elektrik D-1500E di Daerah operasi pengeboran sumur JST-A2 Pertamina EP Asset 3, Desa kalentambo, Pusakanagara, Subang, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020).. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/hp.

Reporter: Bidara Pink, Rahma Anjaeni | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga minyak mentah dunia turut berimbas pada perekonomian Indonesia. Tak hanya dari sisi anggaran, penurunan harga minyak juga berdampak pada perdagangan internasional Indonesia.

Sebagaimana diketahui, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York sempat merosot hingga ke level negatif US$ 37,63 per barel pada Senin (20/4). Padahal, pada awal tahun, minyak WTI masih diperdagangkan lebih dari US$ 60 per barel.

Bahkan harga minyak sempat diperdagangkan pada level negatif pada pekan ini. Beruntung tekanan harga minyak tidak berlangsung dalam jangka panjang. Mengutip data Bloomberg, harga minyak WTI naik pada posisi US$ 15 per barel pada pukul Kamis (23/4) 15.43 WIB.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Febrio Nathan Kacaribu harga minyak mentah yang terus menurun bisa berdampak defisit anggaran.

"Jika harga terus mengalami penurunan, sehinga ICP (Indonesia Crude Price) menjadi US$ 30,9 per barrel dalam rata-rata setahun, defisit anggaran diperkirakan bertambah Rp 12,2 triliun," ujar Febrio, Rabu (22/4).

Baca Juga: Begini komentar BI soal dampak penurunan harga minyak dunia pada ekonomi Indonesia

Sementara rerata ICP tahun 2020 dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020, sebesar US$ 38 per barel.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finances (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara juga melihat penurunan harga minyak bisa berimbas pada penurunan harga komoditas lainnya. Hal Ini yang menyebabkan nilai ekspor Indonesia berpotensi turun.

Memang saat harga minyak turun, impor juga turun lantaran perekonomian dalam negeri sedang lesu sehingga neraca perdagangan surplus.

Meski demikian, hal tersebut perlu diwaspadai karena surplus itu bukan karena kinerja ekspor yang meningkat, tetapi karena impor yang turun lebih dalam.

"Ini menjadi kiamat kecil dengan harga minyak paling murah seperti WTI yang sempat di bawah US$ 0 per barel, walau sudah menanjak lagi," tandas Bhima.

Terbaru