Hasil Kajian BIS Kebijakan Moneter Ultra Longgar Meningkatkan Kesenjangan

Kamis, 19 Mei 2022 | 17:03 WIB
Hasil Kajian BIS Kebijakan Moneter Ultra Longgar Meningkatkan Kesenjangan
[ILUSTRASI. Papan nama jalan Wall Street terlihat di depan New York Stock Exchange (NYSE), New York City, New York, AS., 24 Februari 2022. REUTERS/Caitlin Ochs]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - LONDON. Bank of International Settlements (BIS) memperingatkan bank sentral di berbagai negara untuk turut berperan mengatasi kesenjangan kekayaan. Hasil kajian terbaru BIS terhadap kebijakan moneter di berbagai negara, masalah resesi dan kemiskinan akan memperparah tingkat kesenjangan. 

Sejak era 1980-an, adalah kebijakan pemerintah yang kerap dituding sebagai penyebab peningkatan ketidaksetaraan. Namun beberapa tahun terakhir, para bankir sentral juga turut dipersalahkan karena memberlakukan tingkat bunga yang sangat rendah dan skema pembelian aset.

Kebijakan moneter yang longgar ini memicu banjir likuiditas, yang pada akhirnya memungkinkan sejumlah pihak mencetak untung besar-besaran di pasar modal.

Dari hasil kajian atas 182 resesi di 70 negara, BIS menemukan bahwa bahkan enam tahun setelah penurunan, bagian pendapatan dari 50% terbawah dari penerima dalam ekonomi yang terkena dampak tetap 0,3% di bawah tingkat pra-resesi rata-rata. Sedangkan mereka yang berada di braket 10% teratas, masih menikmati 0,7% pendapatan lebih tinggi.

Baca Juga: Shanghai Izinkan Bisnis di Daerah Bebas Covid Kembali Beroperasi Mulai Juni

Ekonomi yang lebih tidak setara mengalami resesi yang lebih dalam yang pada gilirannya semakin meningkatkan ketidaksetaraan, demikian hasil analisis BIS. Tarif pajak yang kurang progresif dan program dukungan sosial di banyak negara juga memperburuk masalah.

"Semakin jelas bahwa ketidaksetaraan telah berkembang dari masalah akademis menjadi masalah kebijakan yang mendesak," kata surat kabar BIS, menambahkan bahwa salah satu risiko utama bagi bank sentral adalah alat kebijakan mereka menjadi kurang efektif.

Studi BIS menunjukkan bahwa pekerja bergaji rendah di beberapa negara lebih dari tiga kali lebih mungkin kehilangan pekerjaan selama pandemi COVID-19, sementara lonjakan inflasi sekarang memukul rumah tangga yang lebih miskin secara tidak proporsional.

Baca Juga: Nilai Impor Melonjak ke Rekor Baru, Defisit Perdagangan Jepang Melebar di April

"Begitu ketidaksetaraan dibiarkan tumbuh tidak terkendali, resesi yang lebih dalam dan lebih dalam menuntut dukungan kebijakan tambahan," katanya.

"Tetapi pada saat yang sama stimulus moneter kehilangan daya tarik, sehingga bank sentral perlu menggunakan instrumen yang lebih berani, yang pada gilirannya dapat menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan dalam hal ketimpangan kekayaan".

BIS merekomendasikan untuk menjaga inflasi tetap terkendali dan bahwa pemerintah menggunakan "kebijakan stabilisasi" seperti subsidi atau bantuan sosial yang membantu kelompok miskin.

Bagikan

Berita Terbaru

Kredit Sindikasi Perbankan Mulai Berangsur Pulih
| Jumat, 28 November 2025 | 14:13 WIB

Kredit Sindikasi Perbankan Mulai Berangsur Pulih

Sepanjang 2025 berjalan, penyaluran kredit sindikasi perbankan mencapai US$ 23,62 miliar angka ini menurun sekitar 12%.

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI
| Jumat, 28 November 2025 | 10:40 WIB

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI

PetroChina akan menggelar eksplorasi 6 sumur baru dan 11 sumur work over di Blok Jabung hingga 2028.

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI
| Jumat, 28 November 2025 | 08:50 WIB

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI

Perkembangan ini menjadi hal positif apalagi industri telekomunikasi saat ini sudah menyebar ke banyak wilayah Tanah Air.

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%
| Jumat, 28 November 2025 | 08:40 WIB

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%

VOKS membidik proyek ketenagalistrikan baru, termasuk melalui lelang yang akan dilakukan PT PLN (Persero).

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru
| Jumat, 28 November 2025 | 08:30 WIB

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru

Tak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah berharap program diskon belanja ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026
| Jumat, 28 November 2025 | 08:10 WIB

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026

Pada tahun depan, Prodia jWidyahusada membidik posisi sebagai South East Asia (SEA) Referral Laboratory.

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun
| Jumat, 28 November 2025 | 08:01 WIB

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun

Rencana penerbitan global bond merupakan bagian dari strategi DOID untuk mempertahankan sumber pendanaan yang terdiversifikasi. 

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat
| Jumat, 28 November 2025 | 07:53 WIB

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat

Kinerja PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) KLBF pada 2026 masih prospektif dengan ditopang segmen pharma (prescription) dan consumer health. 

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok
| Jumat, 28 November 2025 | 07:47 WIB

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok

Kinerja PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) loyo di sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Lemahnya daya beli jadi salah satu pemicunya.

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI
| Jumat, 28 November 2025 | 07:36 WIB

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI

Penerapan demutualisasi dinilai tidak akan berdampak kepada investor. Justru, itu jadi sarana BEI untuk menerapkan good corporate governance. ​

INDEKS BERITA