IHSG Emergency, Teguh Hidayat: Sebaiknya Perdagangan Bursa Disuspensi Selama Sepekan

Selasa, 17 Maret 2020 | 15:35 WIB
IHSG Emergency, Teguh Hidayat: Sebaiknya Perdagangan Bursa Disuspensi Selama Sepekan
[ILUSTRASI. Pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia.]
Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga penutupan sesi I perdagangan Selasa (17/3), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 4,18% ke posisi 4.494,69. Pengamat pasar modal, Teguh Hidayat menyatakan kondisi IHSG saat ini lebih parah dari tahun 2008.

Teguh bahkan menyebutkan, nasib IHSG akan sama seperti tahun 1998 jika tidak dibendung. "Pada masa itu, pemulihan bursa butuh waktu hingga lima tahun," kenang Teguh kepada KONTAN, Selasa.

Hingga penutupan pasar kemarin, Selasa (16/3), IHSG yaer to date sudah anjlok hingga 25%. Dan bila dihitung dari posisi tertinggi tahun 2018 silam, IHSG saat ini sudah turun lebih dari 30%.

Teguh menilai kondisi ini sudah sama atau bahkan lebih parah dari tahun 2008. Sebab, sebelum isu wabah virus corona merebak, IHSG sudah dihantam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya).

"Pasar sudah babak belur karena cerita Jiwasraya, reksadana anjlok, sehingga tekanannya berlipat-lipat," tutur Teguh.

Memang, lanjut Teguh, penurunan IHSG kali ini masih separuh dari penurunan tahun 2008 silam. Di tahun 2008, penurunan indeks dari titik tertinggi hingga titik terendah, mencapai 60,3%.

Baca Juga: IHSG Anjlok, Tito Sulistio: Sebaiknya Bebaskan Biaya Transaksi Bursa Selama 6 Bulan

Sedangkan di tahun 2008, kalau dihitung dari awal sampai akhir tahun penurunannya mencapai 50,1%.

Teguh menyebutkan alasan mengapa dari sisi penurunan nilai, IHSG saat ini baru separuh dari tahun 2008 meski kondisinya lebih buruk.

Kata Teguh, salah satu sebabnya karena beberapa tahun terakhir ini banyak saham emiten kecil-kecil yang melaksanakan initial public offering (IPO) lantas harganya tampak digoreng.

Kenaikan harga saham IPO dari hasil gorengan itu tidak sesuai fundamental dan investor ritel tidak ikut disana.

Jadi meski harga saham tersebut naik tinggi, investor ritel tidak mendapatkan keuntungan karena mereka tidak ada yang pegang.

"Contohnya saham PT Pollux Properti Indonesia Tbk (POLL). Saham emiten properti ini dikerek hingga Rp 11.000-an," ujar Teguh.

Kapitalisasi pasar POLL menyentuh Rp 60 triliunan. "Market capitalization seperti itu lebih dari 10% dari market capitalization perusahaan-perusahaan properti di bursa saat ini," tutur Teguh.

Teguh heran, bagaimana POLL bisa menjadi lebih besar ketimbang emiten properti hebat lainnya di bursa.

"Keberadaan saham-saham gorengan seperti itu, yang membuat penurunan IHSG tidak terlalu dalam. Karena market caps-nya cukup besar, maka sedikit banyak dia juga ikut menyumbang kenaikan indeks," imbuh Teguh.

Model saham seperti itu, lanjut Teguh, cukup banyak.

Jika dibandingkan dengan tahun 2008, pengaruh saham-saham Grup Bakrie misalnya, bobotnya tidak melebihi saham-saham dengan fundamental bagus seperti Astra, Bank BRI dan Telkom.

Jika tidak terbantu saham-saham IPO yang harganya naik dengan sangat tidak masuk akal, Teguh yakin IHSG bakal turun lebih dalam.

Dia menyebut, IHSG sudah termanipulasi dan tidak bisa dijadikan patokan lagi, karena keberadaan saham-saham tersebut.

"Bandingkan dengan LQ45 atau IDX30 yang penurunannya lebih besar, karena memang berisi saham yang mencerminkan pasar," kata Teguh.

"kita sudah seperti kondisi tahun 2008, kondisi di bulan Oktober 2008, saat IHSG autoreject selama 3 hari berturut-turut dan turun sebanyak 20% dalam 3 hari itu," jelas Teguh.

Saat ini, perdagangan bursa akan dihentikan selama 30 menit saat IHSG turun sebanyak 5%.

Teguh menyatakan, dirinya mengapresiasi upaya otoritas dengan pelbagai kebijakan.

Namun dirinya menilai, otoritas masih memiliki senjata pamungkas lainnya, yakni suspensi bursa dalam beberapa waktu, seperti yang terjadi tahun 2008 silam.

IHSG juga sempat disuspensi selama 3 hari di bulan Oktober 2008.

Suspensi IHSG dilepas pada hari ke ketika Indeks Dow Jones Industrial Average (Dow Jones) sudah rebound, sehingga dinilai cukup aman. IHSG memang saat itu tidak langsung rebound, tetapi indeks juga tidak anjlok.

"Hal itu terjadi karena investor sudah menganalisa kembali, menenangkan pikiran, karena hal ini bersifat psikologis," kenang Teguh.

Kondisi tahun 2008 bahkan tidak seburuk saat ini. Tahun 2008 masalahnya hanya bersumber dari luar negeri, dan tidak ada lockdown seperti yang terjadi sekarang.

Pemulihan indeks pasca krisis tahun 2008 juga terbilang cepat, yakni hanya satu tahun. Hal itu terjadi, lanjut Teguh, karena beberapa faktor.

Faktor yang pertama adalah sumber masalah berasal dari luar negeri, krisis global, kasus Lehman Brother. Kedua, otoritas Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan BEI kala itu bertindak proaktif.

Dan ketiga, saat itu Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan bailout Century yang terbukti mencegah terjadinya dampak sistemik di sektor keuangan. 

Jika kondisi saat ini tidak ditangani dengan baik, maka akan terjadi kondisi seperti tahun 1998, yang membutuhkan waktu hingga 5 tahun bagi bursa untuk menyembuhkan dirinya.

Pemerintah harus memberikan perhatian kepada pasar. "Berikanlah pernyataan yang menenangkan, yang meyakinkan pasar," tutur Teguh.

Pada akhirnya, Teguh mengingatkan potensi tekanan yang lebih dalam terhadap IHSG jika investor tidak diberi waktu berfikir, dengan cara suspensi dalam beberapa hari atau sepekan. "Kondisi terburuk, IHSG bisa jatuh ke titik support 3.800," pungkas teguh.

Bagikan

Berita Terbaru

Saham Berkapitalisasi Jumbo Tak Selalu Memberikan Cuan Yang Besar
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:17 WIB

Saham Berkapitalisasi Jumbo Tak Selalu Memberikan Cuan Yang Besar

Dari 30 saham berkapitalisasi besar, ada beberapa emiten yang memberikan hasil negatif dalam tiga tahun. 

Indonesia Masih Impor Jagung hingga 1,3 Juta Ton
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:15 WIB

Indonesia Masih Impor Jagung hingga 1,3 Juta Ton

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor komoditas jagung sepanjang tahun ini sampai November melonjak cukup tinggi.

Kisruh Upah Sektoral 2025 Hampir Selesai
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:05 WIB

Kisruh Upah Sektoral 2025 Hampir Selesai

Serikat pekerja membatalkan aksi demo menuntut kejelasan kenaikan upah sektoral lantaran sudah ada titik temu.

Pemodal Asing Masih Melirik Investasi di IKN
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:00 WIB

Pemodal Asing Masih Melirik Investasi di IKN

Otorita IKN mengklaim masih banyak surat minat investasi di IKN yang berasal dari sejumah investor manca negara.

Menjelang Libur Natal, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Para Analis
| Selasa, 24 Desember 2024 | 06:55 WIB

Menjelang Libur Natal, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Para Analis

Sebelum Hari Natal di awal pekan, investor asing mencatatkan aksi jual asing atau net sell Rp 395,28 miliar.

Simpan Duit di Bank Digital Masih Menggiurkan
| Selasa, 24 Desember 2024 | 06:35 WIB

Simpan Duit di Bank Digital Masih Menggiurkan

Rata-rata bunga deposito bank digital saat ini masih di kisaran 6%-8%. Sedangkan bunga deposito bank umum konvensional hanya 3%-4%​

Prospek Mata Uang Utama Tergantung Kondisi Ekonomi
| Selasa, 24 Desember 2024 | 05:00 WIB

Prospek Mata Uang Utama Tergantung Kondisi Ekonomi

Dolar AS masih terlalu perkasa. Sikap hawkish Federal Reserve alias The Fed merupakan katalis positif bagi gerak dolar AS.

Pelemahan Daya Beli Bisa Menjadi Batu Sandungan
| Selasa, 24 Desember 2024 | 05:00 WIB

Pelemahan Daya Beli Bisa Menjadi Batu Sandungan

Tantangan utama di tahun depan masih maraknya serbuan produk impor yang terus meningkat, serta tren penurunan daya beli.

Industri Manufaktur Hadapi Sederet Tantangan
| Selasa, 24 Desember 2024 | 04:59 WIB

Industri Manufaktur Hadapi Sederet Tantangan

Tahun 2024 menjadi tahun yang berat bagi sektor manufaktur di tengah ketidakpastian geopolitik dan pelemahan ekonomi global.

SBN Tetap Jadi Primadona Asuransi Jiwa
| Selasa, 24 Desember 2024 | 04:57 WIB

SBN Tetap Jadi Primadona Asuransi Jiwa

Menghadapi tahun 2025 , perusahaan asuransi jiwa tetap akan mengandalkan instrumen investasi dengan risiko rendah. 

INDEKS BERITA

Terpopuler