KONTAN.CO.ID - Pandemi Covid-19 menyadarkan kita bahwa lingkungan perlu dijaga kelestariannya, terutama terhadap perubahan iklim dan ketidaksetaraan sosial yang bisa memicu kerusakan lingkungan. Di luar negeri, gerakan investasi di perusahaan ramah lingkungan sudah jamak diikuti, terutama oleh investor institusi, seperti dana pensiun, asuransi dan reksadana.
Indonesia juga mulai mengakomodasi konsep berinvestasi di sektor atau perusahaan yang ramah lingkungan, dengan diterbitkannya indeks ESG Leaders (IDXESGL). ESG yang merupakan singkatan dari Environmental, Social & Governance mulai dipertimbangkan investor global saat menanamkan investasi untuk mengidentifikasi risiko material dan kesempatan pertumbuhan.
Indeks ESG Leaders sendiri adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari saham-saham yang memiliki penilaian Environmental, Social & Governance yang baik dan tidak terlibat pada kontroversi secara signifikan. Selain itu, saham-saham tersebut memiliki likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik.
Penilaian ESG dan analisis kontroversi dilakukan oleh Sustainalytics. Tanggal dasar indeks dimulai pada 4 Februari 2014, dari angka dasar 100. Tapi peluncuran indeks ini baru dilakukan pada 14 Desember 2020 lalu.
Baca Juga: Ini Visi Aga Bakrie sebagai Bos Baru Bumi Resources (BUMI)
Sedangkan semesta alias universe indeks ini diambil dari konstituen indeks IDX80 dan memiliki skor risiko ESG dari Sustainalytics, hingga akhirnya tersortir 15 hingga 30 saham pengisi indeks. Jadwal evaluasi mayor dilakukan setiap awal Maret dan September, sedangkan evaluasi minor ditetapkan setiap Juni dan Desember.
Selain evaluasi rutin, Bursa Efek Indonesia juga melakukan evaluasi non rutin sewaktu-waktu, apabila terjadi perubahan jumlah saham secara signifikan, delisting, dan informasi lain yang bersifat sangat signifikan atas suatu konstituen indeks, dengan mengacu pada proses yang telah ditetapkan.
Lalu bagaimana kinerja IDXESGL? Ternyata sejak peluncurannya pada 14 Desember 2020 hingga tanggal 30 Agustus 2021, IDXESGL masih membukukan penurunan sebesar 10,63%, jauh tertinggal dibanding Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat 2,20% dan Indeks LQ45 yang turun 7,89%.
Dari kinerja sejak peluncuran yang masih minus, tercermin animo investor lokal yang relatif belum tertarik mengoleksi saham-saham bertema ESG, karena masih terkonsentrasi pada tema digital dan teknologi. Namun sebulan terakhir, kinerja IDXESGL sudah mulai pulih dengan gain 5,32% secara month on month (MoM), jauh meninggalkan IHSG yang cuma naik 1,23% MoM. Tapi IDXESGL masih sedikit tertinggal dari LQ45 yang naik 5,34% MoM.
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Baidu Bukti Minat Pasar atas Sektor Digital China Masih Tinggi
Berikut saham-saham yang berkontribusi membuat IDXESGL mencetak kinerja ciamik, berturut-turut mulai dari yang mencetak return tertinggi. Di urutan pertama ada Matahari Department Store (LPPF). Setelahnya ada Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), Semen Indonesia (SMGR) dan Mitra Adiperkasa (MAPI) serta Pakuwon Jadi (PWON).
Selain itu, ada juga saham-saham yang jadi pemberat indeks IDXESGL. Kalau diurutkan berdasarkan saham dengan penurunan harga terbesar, saham-saham pemberat tersebut adalah Surya Citra Media (SCMA), Erajaya Swasembada (ERAA), Sarana Menara Nusantara (TOWR) dan HM Sampoerna (HMSP) serta Tower Bersama Infrastruktur (TBIG).
Yang agak mengejutkan, ternyata saham HM Sampoerna masuk dalam portofolio indeks IDXESGL. Entah apa argumennya? Karena menilik pada ketentuan proses pemilihan konstituen indeks, dijelaskan ada dua kategori saham yang bisa dinyatakan tidak lulus seleksi atau dikeluarkan dari indeks. Pertama, saham-saham dengan kontroversi kategori 4 dan 5. Kedua, saham-saham dengan skor risiko ESG pada kategori tinggi (high) dan berat (severe).
Sustainalytics mendefinisikan kontroversi kategori 4 sebagai kontroversi yang berdampak tinggi terhadap lingkungan dan masyarakat dengan risiko bisnis tinggi (komentar dari penulis, apa asap rokok tidak berpengaruh tinggi terhadap lingkungan dan masyarakat?). Terjadi permasalahan struktural/sistemik, insiden berulang, dan perusahaan memiliki sistem manajemen yang tidak memadai.
Baca Juga: Kurs Dollar AS Topang Kinerja Reksadana Global Berbasis ESG
Sementara kontroversi kategori 5 didefinisikan sebagai kontroversi yang berdampak berat terhadap lingkungan dan masyarakat, dengan risiko bisnis yang serius. Terjadi perilaku negatif yang luar biasa, frekuensi insiden yang tinggi dan perusahaan memiliki manajemen kontroversi yang buruk.
Bahkan ESG Risk Score HM Sampoerna sebesar 25,73. Angka tersebut masih lebih baik dibandingkan ESG Risk Score Bank BTN yang sebesar 26.74, BBCA sebesar 27,24 dan Bank BNI di angka 27,51.
Mungkin dari segi ini, Bursa Efek Indonesia perlu lebih mensosialisasikan secara detail perihal angka perhitungan dan faktor-faktor apa saja yang dinilai dan tidak dinilai oleh Sustainalytics. Dengan demikian, indeks ini menjadi lebih meyakinkan bagi investor, terutama investor asing agar lebih mantap saat berinvestasi di IDXESGL.
Mencermati saham-saham di IDXESGL, ada beberapa saham yang mempunyai valuasi relatif murah bila ditinjau dari valuasi metode multiple, khususnya Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV). Bila disortir dengan batasan PER laggard (historis), yaitu single digit alias di bawah 10 kali, dan PBV di bawah 1 kali, maka didapatkan hanya ada empat saham.
Baca Juga: Tak Hanya Rilis Reksadana Terproteksi Baru, MI Gencar Tawarkan Reksadana Global ESG
Berturut-turut bila diurutkan dari PBV terendah ada Buana Listya Tama (BULL) dengan PBV 0,66 dan PER 9,74 kali, Bank BTN (BBTN) yang PBV-nya 0,75 kali dan PER 8.48 kali serta Media Nusantara Citra (MNCN) dengan PBV 0,81 kali dan PER 6,64 kali. Lalu ada Ciputra Development (CTRA) dengan PBV 0,89 kali dan PER 9,88 kali .
Jadi bagi investor yang concern terhadap ESG, indeks ESG Leaders patut dipertimbangkan, mumpung harga saham-sahamnya masih relatif murah dan sudah mulai menunjukkan pembalikan arah sebulan terakhir. Ditambah tren di luar negeri saat ini mengarah ke investasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Siapa tahu prospek ke depannya akan seperti saham teknologi yang booming saat ini.
Memang arah pembalikan belum definitif. Tapi ini bisa disiasati dengan investasi secara bertahap di reksadana indeks ESG secara periodik. Bagi yang ingin berinvestasi saham sendiri, bisa menyaring saham-saham yang berprospek baik serta valuasi murah, seperti empat saham yang disebut di atas.
Selanjutnya: Lolos dari Gugatan Anak Usaha Bank Mandiri, Tridomain (TDPM) Kembali Digugat PKPU