Ini Perusahaan Kontraktor Migas dengan Limbah Terbesar

Selasa, 22 Januari 2019 | 08:15 WIB
Ini Perusahaan Kontraktor Migas dengan Limbah Terbesar
[]
Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dian Pertiwi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah lingkungan menjadi sorotan dalam pengembangan wilayah kerja minyak dan gas (migas) di Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat 10 besar kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas yang mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam skala besar pada tahun lalu.

Ke-10 kontraktor migas itu adalah PT Chevron Pacific Indonesia, Petrochina Internasional Jabung Ltd, Medco E&P Natuna, PT Pertamina Hulu Mahakam, PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga, ConocoPhillips (Grissik) Ltd, Pertamina Hulu Energi Oses Ltd, ExxonMobil Cepu Ltd, PT Pertamina EP, serta Pertamina Hulu Energi ONWJ.

Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, Iwan Prasetya Adhi mengatakan, total tonase dari 10 kontraktor migas itu mencapai 70.197,35 ton limbah B3. Sementara itu, total biaya pengelolaan limbah mencapai US$ 12,24 juta.

Dari 10 kontraktor, Chevron Pacific Indonesia tercatat paling besar dalam jumlah limbah dan biaya pengelolaannya. Wilayah migas Chevron menghasilkan limbah mencapai 30.791 ton dengan biaya pengelolaan mencapai US$ 4,64 juta.

Direktur Teknik dan Lingkungan Migas, Adhi Wibowo menilai besarnya volume limbah B3 Chevron sejalan dengan jumlah area wilayah kerja migas mereka yang cukup luas. Selain itu, Chevron telah lama berproduksi di Indonesia. "Ya karena luas saja, kan persentase dari luas. Karena wilayahnya luas, apalagi sudah dari zaman belanda mereka mengelola, jadi kumulatif berton-ton limbahnya," ungkap Adi di Gedung DPR RI, Senin (21/1).

Menurut dia, Chevron telah mengalokasikan dana untuk melakukan kewajibannya dalam mengelola limbah B3. "Dalam aturan, mereka harus menganggarkan dana. Tinggal nanti di SKK Migas mekanismenya mengacu aturan dalam PSC (production sharing contract)," jelas Adi.

Senior Vice President Policy, Government and Public Affrairs Chevron Pacific Indonesia, Wahyu Budianto mengatakan, Chevron selalu mengelola limbah yang timbul dari hasil produksi dan operasi migas. "Kami mengusahakan limbah dikelola dengan baik. Kami punya pengolahan limbah domestik, kami bagi, ada bagian organik, limbah operasi bekas oli, semua kami proses," ungkap dia.

Terkait biaya, Wahyu menyebutkan setiap kegiatan pengolahan limbah migas selalu masuk dalam work program and budget(WP&B).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rasio Ridho Sani mengemukakan Kementerian LHK telah mengeluarkan sanksi administratif kepada kontraktor migas yang tidak mematuhi pengelolaan limbah sesuai izin-izin yang telah diatur oleh pemerintah. Ada beberapa perusahaan migas yang sudah mendapatkan sanksi administratif karena menunjukkan ketidakpatuhan dalam pengelolaan limbah. Namun seluruh kontraktor migas hanyak mendapatkan sanksi administrasi. "Hanya bersifat administrasi," kata dia.

Jika sanksi administrasi tersebut tidak diindahkan, menurut Ridho, maka besar kemungkinan bisa berlanjut hingga ranah hukum. "Kami juga memberikan sanksi untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Kalau mereka tidak patuh, sanksinya cukup berat, termasuk di dalamnya bisa dikenakan pidana, bisa juga gugatan perdata," jelas Ridho.

 

Bagikan

Berita Terbaru

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:30 WIB

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi

Salah satu realisasi investasi di industri F&B adalah pabrik PT PepsiCo Indonesia yang diresmikan pada 18 Juni 2025.

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:25 WIB

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap

Saat ini Indonesia memiliki peran strategis sebagai pusat inovasi, produksi dan ekspor produk bebas asap ke wilayah Asia Pasifik.

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:21 WIB

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah

Pemerintah pusat harus menyadari bahwa setiap daerah memiliki tantangan dan dinamika yang bervariasi.

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:20 WIB

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif

Pada Juni, rata-rata kinerja unitlink saham turun 1,9%. Padahal pada Mei 2025, rata-rata return unitlink saham masih positif 5,97%.

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang

Pelaku industri memanfaatkan momentum positif dari stabilnya suku bunga dan membaiknya sentimen pasar untuk mengamankan pendanaan.

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik

Hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan meningkat 1,4% menjadi Rp 22,43 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 22,12 triliun.

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 12:52 WIB

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama

Indonesia menjadi negara importir gandum terbesar kedua dunia menurut data FAO. Impor Indonesia hanya kalah oleh Mesir.

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Terbaru di Laman Resmi Belum Berubah
| Minggu, 06 Juli 2025 | 11:07 WIB

Profit 26,68% Setahun, Harga Emas Antam Terbaru di Laman Resmi Belum Berubah

Belum ada perbaruan data harga emas Antam hari ini. Harga terakhir 5 Juli 2025) tertera Rp 1.908.000 per gram.

Menguak Penyebab Kenaikan Impor Bahan Baku dan Barang Modal RI Saat PMI Terkontraksi
| Minggu, 06 Juli 2025 | 09:00 WIB

Menguak Penyebab Kenaikan Impor Bahan Baku dan Barang Modal RI Saat PMI Terkontraksi

Kenaikan impor bahan baku dan barang modal saat manufaktur lesu juga ditengarai efek praktik dumping yang dilakukan China.

Safe Haven Masih Menjadi Primadona di Semester II-2025, Emas Tetap Jadi Andalan Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 08:00 WIB

Safe Haven Masih Menjadi Primadona di Semester II-2025, Emas Tetap Jadi Andalan Utama

Ketidakpastian arah suku bunga acuan The Fed dan geopolitik yang masih memanas kurang mendukung aset berisiko seperti saham.

INDEKS BERITA

Terpopuler