Investor Asing Mendominasi Startup Lokal, BUMN Jangan Sampai Kalah Gesit
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang sangat besar. Dalam beberapa tahun ke depan, kontribusi ekonomi digital diperkirakan bakal naik berkali-kali lipat.
Sayangnya, bukan rahasia lagi, ekonomi digital di Tanah Air didominasi oleh pemain asing. Sementara startup kita yang memiliki valuasi tinggi hingga berstatus unicorn juga dikuasai investor asing.
Pada 2021, pemerintah menghitung, nilai ekonomi digital di Indonesia sebesar US$ 70 miliar, tertinggi di Asia Tenggara. Diperkirakan, pada 2025 mendatang, nilai ekonomi digital bakal naik mencapai US$ 146 miliar.
Baca Juga: Alfamart Jadi Investor di Bank Aladin, Simak Target Harga dan Rekomendasi Saham AMRT
Dengan potensi pertumbuhan yang begitu besar, tak heran jika banyak startup asing berekspansi ke Indonesia. Di industri perdagangan berbasis elektronik alias e-commerce, misalnya, tak sedikit pemain asing yang membidik pasar Indonesia.
Itu sebabnya, untuk melindungi pelaku industri digital dalam negeri dan konsumen, pemerintah berencana melakukan redesain model bisnis ekonomi digital di Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, salah satu upaya yang akan dilakukan adalah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020, Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Menurut Teten, revisi beleid tersebut ditujukan agar produk impor memiliki level of playing field yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM. Sehingga, pasar ekonomi digital yang diperkirakan mencapai Rp 5.400 triliun pada 2030 mendatang bisa dinikmati sebesar-besarnya oleh produk dalam negeri dan UMKM.
Namun, seperti diketahui, bukan hanya startup asing yang merangsek ke pasar Indonesia. Investor global juga berlomba-lomba membenamkan investasinya di perusahaan rintisan lokal.
Baca Juga: Ingin Ekspansi Menara Baru, Ini Strategi Bisnis Gihon Telekomunikasi (GHON)
Tak heran, startup lokal kita, khususnya mereka yang telah memiliki valuasi tinggi hingga level unicorn, justru dikuasai asing. Memang, beberapa perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta nasional mulai ikut berinvestasi di startup lokal, namun porsinya masih terbilang mini.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan investasi di perusahaan rintisan memang bukan model pembiayaan yang memiliki risiko rendah. Karena risikonya tinggi, tak banyak perusahaan nasional yang berani melakukan injeksi modal kepada startup baru.
Hal ini berbanding terbalik dengan perusahaan asing, baik perusahaan modal ventura, investor institusi, hingga pengelola dana investasi milik pemerintah, yang berlomba-lomba menanamkan investasinya di startup lokal. Mereka yakin dengan model bisnis startup lokal sehingga berani mengucurkan investasi yang tidak sedikit.
Tak heran, Toto mengatakan, sebagian besar investor startup dengan valuasi besar yang sudah mencapai status unicorn di Indonesia merupakan perusahaan raksasa asing. Sebut saja, misalnya, Softbank, Alibaba, Temasek, hingga korporasi besar Amerika Serikat seperti Google juga ikut masuk.
"Pasarnya ada di sini, tapi investornya dari luar," kata Toto , Selasa (15/6).
Baca Juga: Pieter Tanuri, Sinarmas & Grab Investasi di Vidio.com, Terkait Ke Bisnis Bali United
Menurut Toto, pemerintah sebetulnya sudah menyadari hal ini. Makanya, beberapa waktu lalu, Pemerintah melalui Kementerian BUMN membentuk konsorsium Merah Putih Fund.
Seperti diketahui, Merah Putih Fund (MPF) merupakan bagian dari inisiatif pemerintah dalam pendanaan terhadap calon unicorn Indonesia. Konsorsium ini menggabungkan lima perusahaan modal ventura dari kalangan BUMN yaitu, Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, BRI Ventures, dan BNI Ventures.
MPF ditujukan untuk menjadi alternatif bagi perusahaan startup mengurangi porsi modal asing dalam pendanaan mereka. Dengan komitmen awal pendanaan pada putaran pertama ini senilai US$ 300 juta, MPF akan membantu perusahaan startup lokal agar bisa naik kelas menjadi startup unicorn.
BUMN jangan sampai kalah dari venture capital asing >>>
Sayang, hingga kini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan restu kepada Merah Putih Fund. Chief Investment Officer Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha mengatakan, Merah Putih Fund masih dalam proses perizinan OJK.
Meskipun masih dalam proses perizinan, Mandiri Capital juga melakukan proses pencarian calon startup yang bakal didanai sudah dilakukan. Ia menegaskan, startup yang dibidik adalah yang sesuai dengan kreteria, yakni milik orang Indonesia, berdomisili di Indonesia dan sudah memiliki roadmap untuk menuju IPO di BEI.
Menurut Toto, inveStasi di startup oleh perusahaan BUMN memang bukan perkara sederhana. Di luar perkara perizinan, investasi BUMN di startup memiliki risiko lebih tinggi Sebab, hingga saat ini masih menjadi perdebatan apakah kerugian dari investasi perusahaan BUMN termasuk kerugian negara atau tidak.
Baca Juga: Aturan Pajak Karbon Sektor PLTU Segera Berlaku, Ini Reaksi Pengembang Listrik Swasta
Ini berbeda dengan perusahaan modal ventura asing yang lebih berani mengambil risiko sepanjang startup tersebut dinilai memiliki prospek ke depan dan sesuai dengan preferensi investasi mereka.
Bagaimana pun, Toto bilang, perusahaan BUMN sebagai perusahaan milik negara harus mengambil peran dalam membesarkan startup lokal. Jangan sampai perusahaan BUMN kalah gesit dibandingkan investor asing dalam berinvestasi ke startup lokal.
"Jika perusahaan BUMN tidak mau ambil peran tersebut, maka unicorn baru yang akan muncul di Indonesia akan diback-up oleh venture capital asing karena tidak ada modal ventura lokal yang mendukungnya," ujar Toto.
Menurut Toto, investasi BUMN ke startup lokal merupakan bentuk keberpihakan negara melalui Kementerian BUMN dan perusahaan BUMN untuk membesarkan startup lokal. Perusahaan BUMN punya kepentingan dalam proses pembianaan startup lokal.
Sebab, sebagai negara dengan populasi besar, jangan sampai Indonesia hanya menjadi negara konsumen saja. Apalagi, saat ini sudah banyak startup asing yang berekspansi ke Indonesia.
"Jangan sampai pasar Indonesia justru dikuasai startup asing. Sebaliknya, justru unicorn kita yang harus didukung agar bisa berekspansi ke luar negeri. Sehingga Indonesia tidak hanya menjadi sekadar pasar," tegas Toto.
Baca Juga: Tunas Baru Lampung (TBLA) Rampungkan Pelunasan Dipercepat Dua Obligasi Rp 1,3 Triliun
Yang jelas, perusahaan BUMN jangan sampai ketinggalan dibanding venture capital global dalam mengembangkan startup lokal. Kalau perlu, Toto bilang, perusahaan modal ventura nasional lainnya ikut mendukung karena dana BUMN terbatas. Jika ada perusahaan swasta yang membikin aliansi di luar Merah Putih Fund, menurut Toto, tentu akan lebih bagus.
Toto menambahkan, investasi ke startup lokal oleh perusahaan lokal perlu terus didorong, jangan sampai kalah dari modal ventura asing. "Kalau tidak, nanti kita akan repot karena semua dikuasai oleh modal ventura asing," pungkas Toto.