Berita Interview

Jalaludin Miftah: Urung Cut Loss Karena Senior

Sabtu, 29 Juni 2019 | 09:50 WIB
Jalaludin Miftah: Urung Cut Loss Karena Senior

Reporter: Dimas Andi | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi bisa dilakukan tanpa harus menjadi sukses terlebih dahulu. Yang terpenting, setiap orang tahu seperti apa risiko instrumen investasi yang dipilih. Itulah prinsip yang menjadi pegangan Jalaludin Miftah dalam berinvestasi.

Lelaki yang menjabat sebagai Vice President Marketing & Communication Narada Asset Management ini pertama kali mengenal investasi saat membeli produk asuransi yang sempat ramai di akhir 1990-an. Ia tertarik dengan asuransi yang dibalut dengan investasi, alias unitlink. Pasalnya, di samping fungsi proteksi produk ini memberi imbal hasil lumayan.

Pada 2008, ia baru terjun ke pasar modal. Tak tanggung-tanggung, pria kelahiran 18 Agustus 1971, ini memilih saham yang notabene berisiko tinggi ketimbang instrumen investasi pasar keuangan yang lain. "Dulu saya mencoba trading saham. Kecil-kecilan saja, mumpung kerja di perusahaan sekuritas," kenang dia.

Sejak itu, Jalal pun merasakan jatuh bangun dalam berinvestasi saham. Ia pernah merasakan dampak krisis ekonomi global yang membuat pasar saham Indonesia bergejolak hampir sepanjang tahun. Jalal berkisah, portofolio investasinya pun turut terdampak. Ia bahkan sempat berniat jual rugi alias cut loss.

Maklum, saat itu Jalal tidak punya banyak informasi yang memadai. Akses untuk membeli dan mengelola saham kala itu tidak semudah sekarang. Maklum, layanan mayoritas perusahaan sekuritas masih di area luring (offline).

Beruntung, senior-seniornya yang lebih dahulu mengenal dunia pasar modal memberikan arahan supaya ia tetap tenang menghadapi gejolak pasar. Akhirnya, Jalal mengurungkan niat menjual saham ketika krisis terjadi.

Ia yakin, cepat atau lambat kerugian akan berakhir dan peluang meraih keuntungan terbuka begitu pasar kembali pulih. "Saya hold saja. Kemudian kalau ada uang lagi, saya berusaha masuk sewaktu harganya murah," ungkap dia.

Jalal malah merasa beruntung bahwa pengalaman awalnya berinvestasi saham terjadi ketika pasar bergejolak. Secara mental, ia mengaku menjadi lebih terlatih.

Melirik properti

Seiring berjalannya waktu, pria yang pernah bekerja di Paramitra Alfa Sekuritas ini menjajal instrumen lainnya. Pilihannya adalah reksadana saham dan campuran, yang dibelinya pada 2010 lalu.

Dia memilih kedua jenis reksadana ini lantaran sama-sama berbasis saham. "Karena sudah pernah investasi saham secara langsung, saya merasa lebih paham karakteristik reksadana saham dan campuran," jelas dia.

Di luar saham dan reksadana, Jalal juga berinvestasi pada usaha jual-beli mobil. Bahkan, bisnis tersebut sudah ia lakukan bertahun-tahun sebelum dirinya masuk ke dunia pasar modal. "Kebetulan saya hobi utak-atik mobil sejak zaman kuliah. Ternyata bisa menghasillan uang juga," jelas dia.

Mobil-mobil yang dikoleksinya merupakan mobil keluaran lama, yakni produksi sekitar 10 tahun ke belakang. Mobil-mobil itu disimpan dan dimodifikasi secara sederhana.

Hanya saja, karena kesibukannya bekerja, segala urusan utak-atik mobil diserahkan kepada adiknya. Ia baru terjun langsung mengurus mobil-mobil tersebut saat ada waktu libur, seperti saat libur lebaran.

Ke depan, Jalal ingin melakukan diversifikasi portofolio investasinya. Ia tertarik berinvestasi di properti. Tapi hal ini belum akan dia lakukan dalam waktu dekat. Dia masih perlu waktu mengumpulkan uang. Maklum, modal untuk berinvestasi di properti memang besar.

Kepada investor pemula, Jalal berpesan agar investor mengenal betul profil risiko pribadinya dan memahami karakteristik instrumen yang akan dibeli.

Terbaru