Kelas Aset dan Investasi

Senin, 11 April 2022 | 06:10 WIB
Kelas Aset dan Investasi
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Di dunia investasi dikenal istilah kelas aset, yaitu kumpulan efek yang berkarakteristik mirip, berperilaku serupa di pasar dan tunduk pada peraturan atau hukum yang sama. Ada beberapa kelas aset di dunia keuangan, yakni setara kas, pendapatan tetap dan saham. Sedangkan properti, derivatif seperti opsi dan kontrak berjangka serta logam mulia, dimasukkan kategori aset campuran.

Ketika memulai investasi, setiap orang harus memutuskan alokasi dana ke berbagai kelas aset di atas. Setiap kelas aset punya tingkat pengembalian berbeda dengan risiko yang juga berbeda. Aliran arus kas tiap kelas aset juga berbeda dengan tingkat fluktuasi yang berbeda. Aliran arus kas di masa depan ini mewakili potensi return, sedangkan tingkat fluktuasi dan ketidakpastian mewakili risiko.

Alokasi aset ini sangat terkait dengan usia, waktu, pendapatan, aset yang dimiliki sampai karakter investor. Usia jadi pertimbangan karena investor muda punya waktu yang lebih banyak melakukan akumulasi aset dibanding investor tua, sehingga investor muda lebih berani mengambil risiko.

Bila rencana penggunaan dana masih lama, dana investasi bisa diinvestasikan pada aset yang lebih berisiko karena waktu menurunkan risiko. Orang dengan pendapatan tinggi cenderung lebih berani mengambil risiko karena bila rugi bisa lebih cepat memulihkan kerugiannya. Orang dengan aset besar cenderung menempatkan nominal besar dalam investasi berisiko.

Baca Juga: Libur Bersama Lebaran, Pemudik Bisa Membludak

Jadi, investor muda dengan pendapatan tinggi serta menyukai risiko cenderung menempatkan dananya pada kelas aset berisiko seperti saham dan derivatif. Tetapi investor tua yang sudah pensiun lebih banyak menempatkan dana pada kelas aset rendah risiko, seperti setara kas atau pendapatan tetap.

Investor yang tidak menyukai risiko cenderung menempatkan dana pada kelas aset kas dan setaranya, seperti instrumen tabungan dan deposito. Investor yang lebih moderat cenderung memilih instrumen pendapatan tetap seperti obligasi, baik swasta maupun pemerintah. Sedangkan investor yang menyukai risiko akan berinvestasi pada saham. Investor yang menyukai spekulasi dan bersedia menerima risiko tinggi cenderung memilih instrumen derivatif atau aset kripto.

Investor yang tidak menyukai risiko cenderung menempatkan dana di perbankan karena pokok investasi terjamin dan ada kepastian pengembalian (return) serta jaminan likuiditas. Ini juga yang jadi dasar pemikiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang perbankan memfasilitasi transaksi kripto di Indonesia. Aset kripto yang saat ini sangat populer di dunia termasuk yang paling berisiko.

Aset kripto sebenarnya tidak punya fundamental pasti dan nilainya ditentukan permintaan dan pasokan. Dengan tidak adanya aliran kas atau pengembali di masa depan, aset kripto hanya mengandalkan capital gain dari fluktuasi harga. Ini membuat kelas aset ini sangat berisiko.

Ketika masyarakat tidak percaya atau menemukan instrumen investasi lain, aset kripto bisa terkoreksi dalam sehingga menimbulkan kerugian besar. Mengingat ini, sebagian nasabah bank kemungkinan besar tidak cocok dengan aset kripto. Memang di luar negeri aset kripto tidak untuk semua orang, tetapi hanya untuk investor kelas tertentu yang punya kemampuan menanggung risiko.

Baca Juga: Nasabah Kresna Life Mengancam Menggugat OJK

Nasabah perbankan, berdasarkan penjelasan kelas aset di atas, memiliki kateristik tidak menyukai risiko. Maka perbankan juga harus mengatur risikonya agar risiko yang diterima nasabah tetap rendah. Ini juga yang menyebabkan aktivitas perbankan dibatasi, sesuai Undang-undang Perbankan .

Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Perbankan yang mengatur soal kegiatan usaha perbankan tidak ada mengatur mengenai perdagangan komoditi. Lalu, pasal 10 Undang-Undang Perbankan mengatakan bank dilarang melakukan usaha selain yang tersebut pada pasal 6 dan pasal 7.

Karena aturan tersebut, OJK terlihat melarang perbankan menggunakan, memasarkan, maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto alias cryptocurrency. Tetapi bila nasabah ingin melakukan transaksi sendiri dengan membeli aset kripto, tentu tidak dilarang.

Di Indonesia hanya ada bank komersial yang beroperasi dengan tujuan menyelesaikan transaksi komersial, seperti mengambil setoran secara legal dan meminjamkan uang kepada pelanggan, baik individu dan korporasi. Dana yang dikumpulkan perbankan komersial biasanya berupa dana jangka pendek, sehingga tidak cocok untuk investasi di pasar saham dan komoditas, termasuk di dalamnya aset kripto.

Berbeda dengan bank investasi yang bertindak sebagai perantara antara pembeli dan penjual saham dan obligasi. Bank investasi juga membantu klien dalam meningkatkan modal.

Pelaku pasar juga perlu memahami pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, perusahaan asuransi, dana pensiun, multifinance dan fintech di bawah pembinaan dan pengawasan OJK. Sedangkan perdagagan komoditas dan forex, termasuk kripto, di bawah pembinaan dan pengawasan Bappebti.

Pemahaman kelas aset dan peran institusi didalamnya akan membantu investor lebih baik dalam melakukan investasi.

Bagikan

Berita Terbaru

Usia Tambang Batu Hijau Bertambah Lima Tahun
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:57 WIB

Usia Tambang Batu Hijau Bertambah Lima Tahun

Produksi Fase 8 pada masa awal transisi ini dimulai dari sisi terluar dan teratas pit Batu Hijau yang memiliki kadar logam lebih rendah.

Tak Hanya Daya Beli, Asuransi Jiwa Juga Dihadang Perubahan Regulasi
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:55 WIB

Tak Hanya Daya Beli, Asuransi Jiwa Juga Dihadang Perubahan Regulasi

Selain tantangan pelemahan daya beli, perusahaan asuransi jiwa juga harus banyak melakukan penyesuaian bisnis. 

HERO Cermati Pelemahan Konsumsi
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:54 WIB

HERO Cermati Pelemahan Konsumsi

PT DFI Retail Nusantara Tbk (HERO) terus  mencermati tren perlambatan konsumsi masyarakat di kuartal II 2025

 Ekspor Batubara Terendah dalam Tiga Tahun Terakhir
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:49 WIB

Ekspor Batubara Terendah dalam Tiga Tahun Terakhir

Konflik geopolitik yang kembali memanas antara India dan Pakistan belum berdampak terhadap ekspor batubara Indonesia ke India.

AS dan China Damai, Begini Efeknya ke Indonesia
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:35 WIB

AS dan China Damai, Begini Efeknya ke Indonesia

Dampak dari kesepakatan kedua negara ini dalam jangka menengah adalah lebih pada berkurangnya sentimen ketidakpastian global. 

Aturan Baru Terkait TKDN Segera Meluncur
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:35 WIB

Aturan Baru Terkait TKDN Segera Meluncur

Pembahasan soal perubahan aturan TKDN sudah dilakukan sejak Februari 2025 dan bukan karena tekanan dari pemerintah Amerika Serikat.

Mayora Indah (MYOR) Memperluas Jangkauan Pasar Ekspor
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:25 WIB

Mayora Indah (MYOR) Memperluas Jangkauan Pasar Ekspor

Saat ini porsi penjualan ekspor MYOR sekitar 45%-50% dari total penjualan dengan pasar terbesar ASEAN dan negara Afrika.

Biaya Tinggi Tekan Kinerja Emiten Leasing
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:20 WIB

Biaya Tinggi Tekan Kinerja Emiten Leasing

Tingginya biaya dana hingga lemahnya daya beli masih akan membayangi kinerja maupun saham emiten perusahaan pembiayaan tahun ini.

Frontloading Bisa Menjadi Duri Bila Tidak Terkendali
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:20 WIB

Frontloading Bisa Menjadi Duri Bila Tidak Terkendali

Hingga 17 April 2025, realisasi penerbitan SBN mencapai Rp 413,97 triliun melonjak dari Januari 2025 sebesar Rp 204 triliun. 

Surplus Neraca Dagang Bakal Kian Menyusut
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:15 WIB

Surplus Neraca Dagang Bakal Kian Menyusut

Neraca dagang RI pada April berpotensi turun jadi US$ 1,3 miliar karena harga komoditas ekspor seperti batubara dan kelapa sawit turun di April.

INDEKS BERITA

Terpopuler