Mencegah Trade-Off UMP Terulang

Selasa, 03 Desember 2024 | 03:24 WIB
Mencegah Trade-Off UMP Terulang
[ILUSTRASI. Tuntut Upah Minimum Aksi unjuk rasa buruh di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (20/11/2024). Buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia bersama dengan Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dan elemen buruh lainnya menuntut meninjau kembali mekanisme kebijakan penetapan upah minimum 2025.KONTAN/Cheppy A. Muchlis/20/11/2024]
Agus Herta Sumarto | Ekonom Indef dan Dosen FEB Universitas Mercu Buana (UMB)

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhirnya setelah tertunda beberapa waktu akibat gelombang penolakan dari berbagai kelompok tenaga kerja dan pelaku usaha, penetapan upah minimum tenaga kerja ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, penetapan upah minimum itu dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto setelah lawatannya ke luar negeri. Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional (UMN) sebesar 6,5% untuk tahun 2025, lebih tinggi 0,5% dibandingkan usulan Kementerian Ketenagakerjaan sebesar 6,0%. 

Sebenarnya, sudah terdapat formula penetapan upah minimum nasional dan provinsi terkait besaran kenaikan upah tenaga kerja setiap tahunnya. Besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) ini didasarkan pada formula yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan. 

Dengan formula ini diharapkan kenaikan UMP yang terjadi dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan antara pihak pekerja dan pemberi kerja di setiap daerah. 

Baca Juga: DGWG, Pemain Pupuk dan Pestisida Mau IPO, Simak Bisnis dan Valuasi Harga Perdananya

Dalam waktu yang sama, kenaikan UMP juga diharapkan dapat menjadi jaring pengaman untuk para pekerja agar daya beli para pekerja tidak mengalami penurunan dan tingkat kesejahteraannya terus bertahan.

Namun seolah telah menjadi rutinitas tahunan yang terus berulang, penetapan upah minimum selalu diwarnai aksi protes baik dari kelompok tenaga kerja maupun kelompok pemberi kerja. Kondisi ini mengakibatkan penetapan upah minimum setiap tahun seolah-olah selalu dihadapkan pada kondisi trade-off. Pemerintah selalu dihadapkan pada situasi yang mengharuskan untuk memilih antara pekerja atau pemberi kerja dengan mengorbankan kepentingan salah satu pihak.

Baca Juga: Politik AS dan Konflik Geopolitik Setir Pergerakan Rupiah Hingga Akhir 2024

Kenaikan UMP 2025 ditetapkan pada kondisi yang memang kurang ideal baik dari sisi pekerja maupun pemberi kerja. Saat ini masyarakat, terutama kelas menengah bawah termasuk di dalamnya para pekerja, sedang dihadapkan pada kondisi daya beli yang stagnan. Bahkan sebagian besar di antaranya mengalami penurunan. Bukan hanya karena harga mengalami kenaikan, melemahnya daya beli juga disebabkan pendapatan masyarakat yang tak kunjung meningkat.

Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia mengalami deflasi secara berulang setelah beberapa waktu sebelumnnya inflasi inti juga berada di level yang sangat rendah. Inflasi inti yang rendah disusul dengan deflasi dalam lima bulan berturut-turut menjadi bukti bagaimana daya beli para pekerja sangat tertekan.

Baca Juga: Emiten Rumah Sakit Makin Bugar, Simak Rekomendasi Sahamnya

Dalam waktu bersamaan kinerja sektor industri sedang tidak baik-baik saja. Banyak perusahaan yang mengalami proses pemulihan tetapi kondisinya belum kembali pada titik optimal seperti sebelum masa pandemi Covid-19. Bahkan industri tekstil dan alas kaki yang selama ini dikenal sebagai rajanya industri pencipta lapangan kerja, saat ini berada di titik terendahnya.

Kinerja sektor industri tekstil dan alas kaki mengalami kemerosotan yang sangat tajam. Banyak perusahaan gulung tikar mulai dari selatan Jawa Barat sampai ujung Jawa Timur. Bahkan perusahaan tekstil yang selama ini dikenal sebagai raksasanya pabrik tekstil di Indonesia mengalami kebangkrutan. 

Baca Juga: Peluang Window Dressing Semakin Menipis

Padahal sektor industri ini sejak dahulu kala menjadi penyumbang terbesar sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Ketika industri tekstil dan alas kaki mengalami kebangkrutan, diperkirakan lebih dari 100.000 pekerja di industri tekstil yang tersebar di Pulau Jawa terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Fenomena yang tentunya dapat menimbulkan preseden buruk di awal pemerintahan Prabowo.

Trade-off UMP

Dalam kondisi yang serba tidak ideal baik dari sisi pekerja maupun pemberi kerja, pemerintah tahun ini benar-benar dihadapkan pada kondisi trade-off. Bukan trade-off karena klaim sepihak atau sebagai strategi negosiasi kedua belah pihak, trade-off kali ini benar-benar disebabkan mekanisme pasar yang tidak bisa terhindarkan.

Baca Juga: Kesiapan Moda Transportasi Menjelang Libur Nataru

Untuk mempertahankan daya beli, maka upah pekerja harus dinaikkan dan dalam waktu bersamaan tingkat pengangguran juga harus dijaga, tidak boleh bertambah. Jangan sampai ada pekerja yang kehilangan pekerjaan sehingga mereka kehilangan sumber pendapatannya. Dengan kenaikan upah tersebut, maka paling tidak tingkat kesejahteraan pekerja tidak mengalami perubahan. 

Namun kenaikan UMP akan secara langsung menaikkan beban biaya yang harus ditanggung pemberi kerja. Biaya gaji dan upah yang harus ditanggung pemberi kerja akan naik signifikan dan tentu akan semakin menekan kinerja perusahaan. Beberapa harga input produksi mengalami kenaikan, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin tinggi, dan ketersediaan bahan baku mulai berkurang menjadi daftar beban perusahaan yang sudah berada dalam daftar antrean kenaikan biaya sebelum kenaikan beban gaji dan upah.

Baca Juga: Pemerintah Terus Memacu Penggunaan Energi Bersih

Jika pemerintah tetap menaikkan UMP tahun 2025, maka sama saja pemerintah memberikan virus mematikan yang akan membunuh perusahaan secara perlahan. Secara sepintas tampak pemerintah menghadapi jalan buntu dan tidak ada pilihan yang baik untuk kedua belah pihak.

"Banyak jalan menuju Roma" menjadi pepatah yang harus diyakini pemerintah saat ini terutama dalam kasus penentuan UMP. Pemerintah bisa membuat kebijakan yang mendorong salah satu pihak tanpa harus mengorbankan pihak lain. Sejatinya, permasalahan riil yang dihadapi para pekerja tidak hanya terkait upah. Setidaknya terdapat empat kebutuhan dasar lainnya yang selama ini sering luput dari perhatian pemerintah dan menjadi beban biaya yang harus ditanggung para pekerja, yaitu akses terhadap fasilitas kesehatan, akses terhadap fasilitas pendidikan, akses terhadap pasar pangan dan akses terhadap sarana telekomunikasi yang baik.

Baca Juga: Kendali Ketahanan Pangan Kelak di Tangan Bulog

Ketersediaan fasilitas kesehatan dan lembaga pendidikan terutama di daerah pinggiran sangat terbatas dan sulit dijangkau. Kondisi ini mengakibatkan biaya transportasi menjadi mahal. Masyarakat harus menanggung biaya transportasi yang nilainya bisa lebih tinggi dari biaya pelayanan kesehatan dan biaya pendidikan itu sendiri.

Hal yang sama juga terjadi dalam aksesibilitas pasar. Ketersediaan pasar yang menyediakan bahan-bahan pokok makanan di wilayah pedesaan masih sangat terbatas. Padahal masyarakat membutuhkan bahan pangan yang murah dan terjangkau. Namun biaya transportasi yang tinggi menjadikan harga riil produk pangan tetap mahal.

Baca Juga: Program Rumah Rakyat Butuh 26.000 Hektare Lahan

Kondisi yang relatif sama juga terjadi dalam aksesibilitas internet. Di wilayah pedesan, akses internet yang murah, cepat dan aman masih menjadi barang langka dan mahal. Jika pemerintah bisa menurunkan biaya tersebut, maka sejatinya pemerintah dapat menjaga daya beli para pekerja tanpa harus menaikkan UMP dalam jumlah besar.

Pemerintah juga bisa membuat kebijakan yang berpihak pada pekerja tanpa harus menambah beban biaya perusahaan secara berlebihan. Pemerintah bisa memberikan insentif untuk perusahaan yang menaati penetapan UMP yang telah ditetapkan pemerintah yang besarannya sesuai permintaan para pekerja. Pemerintah bisa memberikan tax holiday atau subsidi suku bunga kredit yang dapat mengurangi beban biaya yang ditanggung perusahaan.

Baca Juga: Makan Bergizi Belum Tentu Menyehatkan Ekonomi

Dengan langkah tersebut, maka seharusnya tidak akan ada pihak yang dirugikan asalkan pemerintah mau sedikit berkorban. Permasalahan berikutnya yang harus dihadapi pemerintah adalah bagaimana mengomunikasikan kebijakan ini kepada kedua pihak agar masing-masing pihak mau menerima secara legowo. Seringkali kebijakan yang sudah baik tak dapat terlaksana karena pola komunikasi yang tak efektif. Jika kebijakan penentuan upah ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka trade-off penentuan UMP seharusnya tidak terulang kembali. 

Bagikan

Berita Terbaru

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP
| Minggu, 28 Desember 2025 | 13:00 WIB

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP

Indonesia mengalami ketergantungan akut pada China di saat minat Negeri Tirai Bambu terhadap baterai nikel justru memudar.

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 11:15 WIB

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026

Restrukturisasi finansial saja tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan pasar secara total terhadap GIAA.​

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:27 WIB

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali

Perkiraan dana pembelian kembali menggunakan harga saham perusahaan pada penutupan perdagangan 23 Desember 2025, yaitu Rp 710 per saham.

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:12 WIB

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026

Tahun depan, PALM siap berinvetasi di sektor-sektor baru. Kami juga terbuka terhadap peluang investasi pada perusahaan tertutup.

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:03 WIB

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas

HCM,  kontraktor kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja Selat Madura berdasarkan production sharing contract dengan SKK Migas.

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:00 WIB

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering

Penyesuaian pola belanja pemerintah pasca-efisiensi di tahun 2025 bisa membuat bisnis hotel lebih stabil.

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:20 WIB

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran

Diversifikasi reksadana campuran memungkinkan investor menikmati pertumbuhan saham sekaligus stabilitas dari obligasi dan pasar uang 

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:15 WIB

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi

Ekonomi dan konsumsi masyarakat berpotensi menguat di 2026. Simak strategi yang bisa Anda lakukan supaya keuangan tetap aman.

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:02 WIB

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang

Ramainya rencana penerbitan obligasi yang berlangsung pada awal  tahun 2026 dipengaruhi kebutuhan refinancing dan pendanaan ekspansi.

Catat Perbaikan Kinerja di Kuartal III-2025, PANR Optimis Menatap Bisnis di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:00 WIB

Catat Perbaikan Kinerja di Kuartal III-2025, PANR Optimis Menatap Bisnis di 2026

Faktor cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah memaksa wisatawan domestik memilih destinasi yang dekat.​

INDEKS BERITA

Terpopuler