Mengawal Pemutihan Kredit Macet UMKM

Selasa, 26 November 2024 | 05:12 WIB
Mengawal Pemutihan Kredit Macet UMKM
[ILUSTRASI. Pekerja menyelesaikan pembuatan ritsleting untuk koper di Desa Kadugenep, Petir, Kabupaten Serang, Banten, Senin (25/11/2024). Berdasarkan data Bank Indonesia penyaluran kredit UMKM pada bulan Oktober tumbuh sebesar 4,6 persen secara year on year (yoy) hingga mencapai Rp 1.402,3 triliun, angka tersebut melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,0 persen (yoy). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/gp/agr]
Imron Rosyadi | Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum genap satu bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, sudah muncul kebijakan populis. Kebijakan yang membawa angin semilir bagi dunia usaha, kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebab, tidak sedikit jumlah debitur UMKM yang tak mampu lagi melunasi utang-utangnya di bank. 

Merujuk catatan BRI (2024), hingga akhir triwulan II-2024, Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyalurkan total kredit senilai Rp 1.336,78 triliun. Dari total kredit itu, 81,96%-nya atau sekitar Rp 1.095,62 triliun merupakan kredit kepada segmen UMKM. Sementara per Juni 2024, non performing loans (NPL) BRI untuk kredit mikro sebesar 2,95%. 

Sementara data kolektibilitas kredit UMKM pada himpunan bank milik negara (Himbara) per-31 Desember 2022, nasabah yang masuk kategori kolektibiltas 2 (dalam perhatian khusus) mencapai 912.259 debitur. Sedangkan nasabah kolektibilitas 5 (kredit macet) mencapai 246.324 debitur, dengan nilai kredit mencapai sekitar Rp 8,7 triliun (OJK, 2024).

Baca Juga: Mr.DIY (MDIY) IPO Rp 4,71 Triliun, 90% Dana dari Investor Masuk ke Kantong Pengendali

Kredit macet UMKM tersebut bukan semata-mata karena kesengajaan tidak mau membayar utang, atau ngemplang. Melainkan, lantaran kinerja keuangan usahanya memburuk akibat terdampak pandemi Covid-19, dan bencana alam berupa gempa bumi, likuifaksi, longsor, banjir bandang dan lainnya.

Regulasi yang dinilai pro-rakyat tersebut, dituangkan melalui Peraturan Peraturan (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet kepada UMKM. Kebijakan ini menyasar sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, peternakan serta sektor lainnya yang mendukung penguatan ketahanan pangan.

Baca Juga: Bisnis Tumbuh Terus, Anak Usaha Erajaya (ERAL) Ambil Alih Saham JV dengan JD Sport

Namun tidak semua kredit macet UMKM bisa dihapuskan. Terutama, hanya diperuntukkan bagi nasabah UMKM yang memiliki kredit macet pada Himbara, meliputi, BRI, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Tabungan Negara (BTN). Selain itu, program ini hanya berlaku selama enam bulan sejak PP tersebut diberlakukan.

Terdapat sejumlah kriteria penghapusan tagih kredit. Pertama, penghapusan kredit macet bisa dilakukan setelah adanya penghapusan kredit macet secara administratif. Atau menurut narasi PP, penghapustagihan piutang macet bisa dilakukan setelah adanya penghapusbukuan minimal 5 tahun hingga PP itu diberlakukan.

Baca Juga: The Waiting Game Menghantui Pasar Saham

Sementara itu, yang dimaksud penghapusbukuan, tindakan administratif oleh bank untuk menghapus piutang macet dari laporan posisi keuangan bank sebesar kewajiban debitur/nasabah tanpa menghapus hak tagih bank kepada debitur/nasabah. 

Sedangkan penghapustagihan merupakan tindakan penghapusan hak tagih oleh bank atas suatu tagihan kepada debitur/nasabah setelah penghapusbukuan dilakukan.

Kedua, penghapusbukuan terhadap piutang macet telah dilakukan upaya restrukturisasi sesuai ketentuan yang berlaku pada bank. Lalu, bank telah melakukan upaya penagihan secara optimal termasuk upaya restrukturisasi tetapi tetap tidak tertagih.

Baca Juga: Harga Membaik, Kinerja Emiten Perkebunan Sawit Terungkit

Ketiga, nilai pokok kredit macet paling banyak sebesar Rp 500 juta per debitur/nasabah. Kemudian, bukan kredit yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit. Serta tidak terdapat agunan kredit atau terdapat agunan kredit, namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau agunan sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman nasabah.

Keempat, penghapusan secara mutlak piutang negara macet terhadap piutang dana bergulir, dan piutang kredit program pemerintah yang telah dilakukan penghapusan secara bersyarat.

Baca Juga: Transaksi QRIS di Thailand Belum Lancar

Adapun yang dimaksud penghapusan secara bersyarat, kegiatan untuk menghapuskan piutang negara dari pembukuan pemerintah pusat dengan tidak menghapuskan hak tagih negara. Sedangkan penghapusan secara mutlak merupakan penghapusan piutang negara setelah penghapusan secara bersyarat, dengan menghapuskan hak tagih negara.

Kawal kebijakan

Kemunculan regulasi yang menggembirakan tersebut patut diapresiasi semua pihak. Pasalnya, kebijakan ini bakal membantu 600.000 petani/nelayan dalam mengembangkan usahanya, dan terbebas dari lilitan utang (Kemenkeu, 2024). 

Hal itu lantaran debitur UMKM bisa mengakses kembali pembiayaan perbankan, setelah semua utangnya dihapuskan oleh pihak perbankan. Serta dihapuskan dari daftar hitam (black list) debitur perbankan. 

Baca Juga: Tata Kelola Stabilisasi Harga Pangan

Namun sehebat apapun aturan, tetap saja ada celah penyimpangan (moral hazard) yang bisa dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Setidaknya ada sejumlah celah penyimpangan, sehingga tidak tepat sasaran pada penerima manfaat kebijakan tersebut.

Pertama, sengaja berniat tidak membayar utang (ngemplang), atau membayar sebagian kecil dari nilai total kredit macet. Perilaku ini berkaitan dengan moral hazard debitur. Hal ini bisa saja terjadi dengan cara memoles laporan keuangan usaha, seolah keuangan usahanya dalam keadaan kesulitan likuiditas (financial distress). Sehingga dinilai oleh bank tidak lagi mampu membayar utang.

Baca Juga: Awas, Program Makan Bergizi Gratis Bisa Memperlebar Defisit Anggaran

Kedua, potensi terjadinya kesepakatan di "bawah meja" antara pihak pengusaha (yang memiliki kredit macet di atas Rp 500 juta) dengan oknum pegawai bank. Demi memenuhi kriteria penghapusbukuan dan penghapustagihan, bisa saja besaran kredit macet "dikreasi" seolah tidak sampai batas Rp 500 juta.

Ketiga, tidak tepat sasaran. Hal tersebut berpotensi terjadi pada korporasi besar (bukan UMKM) yang memanfaatkan klausul "nilai pokok kredit macet paling banyak sebesar Rp 500 juta per debitur/nasabah". Celahnya, bisa saja pengusaha memecah nilai kredit macetnya yang lebih dari Rp 500 juta. 

Baca Juga: Hore! Harga Tiket Pesawat Turun di Masa Nataru

Misalnya, total kredit macetnya senilai Rp 100 miliar, untuk bisa ikut program penghapustagihan piutang, oknum pengusaha memecah total kreditnya menjadi masing-masing di bawah Rp 500 juta. Sehingga muncul ratusan nama nasabah/debitur baru yang sebenarnya milik satu pengusaha yang sama.

Keempat, kurangnya intensitas sosialisasi dan literasi kebijakan pemutihan utang UMKM, terutama kelompok usaha mikro dan ultra-mikro di pedesaan dan/atau desa-desa di daerah tertinggal. Walhasil, kebijakan luhur ini tidak banyak dimanfaatkan oleh nasabah/debitur yang sejatinya membutuhkan penghapusan kredit macet.

Baca Juga: Penetapan UMP Molor, Pengusaha Bisa Tekor

Dengan demikian publik berharap, kebijakan populis itu tidak sekadar ngeyem-ngeyemi rakyat yang bersifat sporadis. Melainkan, kebijakan tersebut berimbas pada pertumbuhan aset UMKM yang signifikan. Sebab, melalui penghapustagihan piutang, UMKM mempunyai akses pembiayaan kembali. Serta bagi bank dapat menjadi sumber pertumbuhan kredit baru.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Petinggi Grup Sinarmas Indra Widjaja Kembali Mangkir dari Panggilan KPK
| Jumat, 18 April 2025 | 04:00 WIB

Petinggi Grup Sinarmas Indra Widjaja Kembali Mangkir dari Panggilan KPK

Indra Widjaja dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen.

Negara-Negara Pemegang Utang Terbesar AS, Jepang dan China Jawara
| Kamis, 17 April 2025 | 21:17 WIB

Negara-Negara Pemegang Utang Terbesar AS, Jepang dan China Jawara

Jepang masih menjadi pemegang terbesar surat utang Amerika Serikat (AS) US Treasury, menurut data terbaru yang dirilis pada 16 April 2025.

 Ramai Rencana Perubahan Pengendali Pada Sejumlah Emiten di Awal 2025
| Kamis, 17 April 2025 | 16:06 WIB

Ramai Rencana Perubahan Pengendali Pada Sejumlah Emiten di Awal 2025

Sejumlah emiten mengumumkan rencana perubahan pengendali di awal tahun ini, beberapa diantaranya mencatatkan kerugian.

Menghitung Proyeksi Valuasi Telkom (TLKM) setelah Aksi Buyback
| Kamis, 17 April 2025 | 12:07 WIB

Menghitung Proyeksi Valuasi Telkom (TLKM) setelah Aksi Buyback

PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) mengumumkan rencana buyback sebanyak-banyaknya Rp 3 triliun yang akan dilaksanakan 28 Mei 2025 - 27 Mei 2026.

Garuda Muda
| Kamis, 17 April 2025 | 11:29 WIB

Garuda Muda

Hasil Tim Nasional U-17 di Piala Asia U-17 menjadi pembelajaraan untuk terus membenahi para talenta muda di ajang sepakbola nasioinal.

Grup Sinarmas (DSSA) Gelar Aksi Inbreng Aset di Perusahaan Pengelola MyRepublic
| Kamis, 17 April 2025 | 09:00 WIB

Grup Sinarmas (DSSA) Gelar Aksi Inbreng Aset di Perusahaan Pengelola MyRepublic

Agar bisa terus bersaing dengan ISP yang menawarkan tarif murah, MyRepublic akan menggunakan perangkat yang bisa menurunkan capex.

Profit 38,08% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Semakin Terbang (17 April 2025)
| Kamis, 17 April 2025 | 08:34 WIB

Profit 38,08% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Semakin Terbang (17 April 2025)

Harga emas Antam hari ini (17 April 2025) 1 gram Rp 1.976.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 38,08% jika menjual hari ini.

Diversifikasi Usaha, Manajemen Indosat (ISAT) Mengklaim bisa Mengerek Pendapatan
| Kamis, 17 April 2025 | 08:24 WIB

Diversifikasi Usaha, Manajemen Indosat (ISAT) Mengklaim bisa Mengerek Pendapatan

Pendapatan Indosat (ISAT) di 2025 diperkirakan naik menjadi Rp 60,1 triliun dan laba bersih menjadi Rp 5,3 triliun. 

Kenaikan Royalti Minerba Bisa Goyahkan Minat Investasi, Pebisnis Minta Dialog Ulang
| Kamis, 17 April 2025 | 08:10 WIB

Kenaikan Royalti Minerba Bisa Goyahkan Minat Investasi, Pebisnis Minta Dialog Ulang

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) akan mengusulkan dialog dengan pemerintah untuk membahas kembali kenaikan royalti.

Penjualan Metropolitan Land (MTLA) Terkerek Insentif Pajak
| Kamis, 17 April 2025 | 08:03 WIB

Penjualan Metropolitan Land (MTLA) Terkerek Insentif Pajak

MTLA mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 2,02 triliun di tahun 2024. Tumbuh 18,52% secara tahunan atau year on year (yoy). 

INDEKS BERITA

Terpopuler