Menimbang Saham Milik Konglomerat Tanah Air

Sabtu, 09 Maret 2019 | 05:58 WIB
Menimbang Saham Milik Konglomerat Tanah Air
[]
Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yuwono Triatmodjo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan saham sektor perbankan, komoditas dan petrokimia telah mengantar sejumlah pengusaha asal Indonesia terdaftar sebagai orang-orang terkaya dunia versi Forbes. Beberapa di antaranya turut mendulang untung dari bisnis yang melantai di bursa dan sahamnya mencatat kenaikan harga.

Sebut saja dua bersaudara Budi Hartono dan Michael Hartono, pemilik Grup Djarum yang tercatat memiliki kekayaan US$ 37,1 miliar. Kekayaan duo Hartono sekitar 70% disumbangkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang naik sekitar 20% sepanjang 2018 lalu. Kenaikan ini berlanjut tahun ini. Harga BBCA naik hampir 5% sepanjang 2019 ini.

Lalu ada Theodore Permadi Rachmat yang kekayaannya mencapai US$ 1,8 miliar, sudah naik 12,5% dari posisi akhir 2018 yang senilai US$ 1,6 miliar. Kenaikan kekayaannya sejalan dengan kenaikan harga saham yang dimilikinya, ADRO dan ESSA yang masing-masing naik 14% lebih year to date.

Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki mengungkapkan, meskipun bos-bos emiten tersebut masuk dalam daftar orang terkaya Tanah Air, investor tetap harus melihat kondisi fundamental masing masing perusahaan tersebut sebelum berinvestasi. Menurut dia, tidak melulu harga saham-saham milik orang kaya tersebut akan bergerak positif.

Sebagai contoh, saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mendulang kenaikan karena memiliki batubara kalori tinggi berkualitas baik. Sehingga ketika harga batubara naik, saham ADRO akan terangkat.

Saham orang kaya lainnya yang ditutup koreksi pada perdagangan akhir pekan ini adalah milik orang terkaya ketiga di Indonesia, Sri Prakash Lohia. Saham PT Indo Rama Synthetics Tbk (INDR) merosot sebanyak 1,96% ke Rp 6.250 per saham. Saham milik Prajogo Pangestu, yakni PT Barito Pacific Tbk (BRPT), juga turun 1,30% ke Rp 3.040.

Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido menilai, tak semua saham yang dimiliki konglomerat ini menarik. Bahkan, ketika sudah dikuasai lebih dari 50%, kecenderungannya saham tak likuid.

Dia mencontohkan, MEGA yang 58% sahamnya dikuasai oleh induk usahanya. Juga BRPT yang sebesar 73,06% sahamnya dikuasai Prajogo Pangestu. Disusul dengan Low Tuck Kwong yang menguasai sekitar 53,73% saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN).

Di sisi lain, prospek saham milik orang terkaya Indonesia 2019 juga bergantung pada kondisi ekonomi ke depan. Menurut Kevin, beberapa sektor sangat sensitif terhadap perkembangan ekonomi. Misal pertambangan, perbankan dan otomotif. Analis menilai saham BBCA masih menarik, berdasarkan kondisi fundamental dan prospek sahamnya.

Bagikan

Berita Terbaru

BABY Targetkan Pertumbuhan Dua Digit, Begini Strategi Ekspansinya Tahun Depan
| Selasa, 09 Desember 2025 | 09:20 WIB

BABY Targetkan Pertumbuhan Dua Digit, Begini Strategi Ekspansinya Tahun Depan

PT Multitrend Indo Tbk (BABY) ikut memanfaatkan tren shoppertainment di TikTok Shop dan berhasil mengerek penjualan lewat kanal ini.

Potensi Pasar Menggiurkan, Robinhood Akuisisi Buana Capital dan Pedagang Aset Kripto
| Selasa, 09 Desember 2025 | 09:03 WIB

Potensi Pasar Menggiurkan, Robinhood Akuisisi Buana Capital dan Pedagang Aset Kripto

Reputasi global tidak serta-merta menjadi jaminan keamanan dana nasabah yang anti-bobol, mengingat celah oknum internal selalu ada.

Beda Nasib Hingga Prospek Anggota MIND ID di 2026: INCO dan PTBA (Bag 2 Selesai)
| Selasa, 09 Desember 2025 | 08:29 WIB

Beda Nasib Hingga Prospek Anggota MIND ID di 2026: INCO dan PTBA (Bag 2 Selesai)

Faktor kebijakan pemerintah ikut memengaruhi kinerja dan prospek PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Mengintip Strategi Bisnis RAAM, Tambah 3-5 Bioskop per Tahun & Genjot Pendapatan F&B
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:54 WIB

Mengintip Strategi Bisnis RAAM, Tambah 3-5 Bioskop per Tahun & Genjot Pendapatan F&B

Penurunan penjualan PT Tripar Multivision Plus Tbk (RAAM) diimbangi oleh menyusutnya rugi bersih hingga 82%.

Akuisisi Korporasi Selalu Mengandung Ketidakpastian, Madu Atau Racun?
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:36 WIB

Akuisisi Korporasi Selalu Mengandung Ketidakpastian, Madu Atau Racun?

Akuisisi korporasi adalah keputusan investasi sangat strategis. Akuisisi  menjadi alat sebuah perusahaan untuk bertumbuh lebih cepat. ​

Dian Swastatika Sentosa (DSSA) Lunasi Obligasi dan Sukuk yang Jatuh Tempo
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:19 WIB

Dian Swastatika Sentosa (DSSA) Lunasi Obligasi dan Sukuk yang Jatuh Tempo

Jumlah obligasi yang jatuh tempo pada 6 Desember 2025 terdiri dari pokok sebesar Rp 199,17 miliar dan bunga keempat sebesar Rp 3,596 miliar.

Kantongi Dana Segar dari IPO, RLCO Bidik Laba Rp 40 Miliar
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:10 WIB

Kantongi Dana Segar dari IPO, RLCO Bidik Laba Rp 40 Miliar

PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (8/12).​

Investor Asing Masih Hati-Hati
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:08 WIB

Investor Asing Masih Hati-Hati

Kendati tampak pemulihan, investor asing masih berhati-hati berinvestasi, terlihat dari arus keluar dana asing yang dominan di pasar obligasi.​

Tantangan Penerapan Biodiesel B50 di 2026
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:54 WIB

Tantangan Penerapan Biodiesel B50 di 2026

SPKS juga menyoroti munculnya perusahaan seperti Agrinas Palma yang mengelola1,5 juta ha lahan sawit dan berpotensi menguasai pasokan biodiesel

Rupiah Loyo Mendekati Rp 16.700 per Dolar AS, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:51 WIB

Rupiah Loyo Mendekati Rp 16.700 per Dolar AS, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Pasar juga mewaspadai kurs rupiah yang terus melemah mendekati Rp 16.700 per dolar AS. Kemarin rupiah tutup di Rp 16.688 per dolar AS.

INDEKS BERITA

Terpopuler