Pemerintah Irak Tak Satu Suara, Kesepakatan dengan Total Tak Kunjung Tercapai

Senin, 14 Februari 2022 | 16:46 WIB
Pemerintah Irak Tak Satu Suara, Kesepakatan dengan Total Tak Kunjung Tercapai
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Pekerja lapangan minyak Zubair di Basra, Irak. 9 Mei 2018. REUTERS/Essam al-Sudani/File photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - BASRA/LONDON. Pembahasan kesepakatan bernilai US$ 27 miliar, atau setara Rp 386,7 triliun lebih, antara Irak dan perusahaan minyak dan gas (migas) asal Prancis, Total terhenti. Negosiasi tidak kunjung bergerak setelah pemerintahan baru Irak membatalkan persyaratan dan risiko yang telah disepakati oleh rezim terdahulu.

Nasib kesepakatan ini menjadi ironi bagi Irak. Baghdad semula berharap kesepakatan dengan Total akan mengakhiri tren keluarnya para pemain migas dunia dari negerinya.  Sejak invasi Amerika Serikat lebih dari satu dekade lalu, Irak kesulitan menarik investasi baru di sektor energi.

Pemerintah Irak berulang kali memotong target produksi minyaknya, sejalan dengan hengkangnya sejumlah pemain global. Para pemain internasional itu yang telah memiliki kontrak di masa lalu, memilih untuk keluar karena tingkat imbal hasil yang buruk dari perjanjian pembagian pendapatan.

Total setuju tahun lalu untuk berinvestasi dalam empat proyek minyak, gas dan energi terbarukan di wilayah Basra selatan selama 25 tahun. Kesepakatan itu yang ditandatangani Kementerian Perminyakan Irak pada September 2021, menyusul kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke negeri tersebut.

Baca Juga: Antisipasi Masalah Rantai Pasok, Presiden Korsel Biayai Lembaga Pengawas  

Namun, kementerian lain, yang juga berwenang menerbitkan izin tidak satu suara dengan Kementerian Perminyakan dalam rincian kesepakatan finansial, turut sumber-sumber Reuters di Kementerian Perminyakan Irak dan di industri. Sejak itu, penolakan terhadap kesepakatan itu terus bergulir.

Setelah pemilihan anggota parlemen, kesepakatan itu harus mendapat persetujuan dari kabinet baru Irak, termasuk menteri perminyakan dan keuangan yang baru. Kedua menteri baru itu baru memiliki kewenangan, paling cepat, akhir Maret.

Kementerian Perminyakan Irak mengatakan kepada Reuters bahwa mereka mengharapkan pembahasan kesepakatan akan tuntas di saat para menteri baru mulai menjabat.

Baca Juga: Tekanan Pasar Global Belum Reda, BOJ Pertahankan Target Imbal Hasil Obligasi Acuan  

TotalEnergies mengatakan sedang berkembang menuju penutupan kesepakatan. Tetapi perusahaan menambahkan bahwa perjanjian harus tetap tunduk pada kondisi yang harus dipenuhi dan dicabut oleh kedua belah pihak."

Persyaratan, yang belum diumumkan atau dilaporkan sebelumnya, memicu kerisauan dari para politisi Irak. Menurut sumber yang dekat dengan kesepakatan itu, kerisauan semacam itu belum pernah terjadi sebelumnya di Irak.

Sekelompok anggota parlemen Syiah menulis surat kepada kementerian perminyakan pada Januari menuntut rincian kesepakatan dan menanyakan mengapa itu ditandatangani tanpa persaingan dan transparansi, menurut salinan surat yang dilihat oleh Reuters.

Parlemen dapat memaksa kementerian perminyakan untuk meninjau atau membatalkan kesepakatan itu.

Dalam rancangan kesepakatan, Total harus menyediakan investasi awal untuk keseluruhan proyek, yang berjumlah empat, senilai US$ 10 miliar. Sumber dana investasi itu bisa diambil dari penjualan minyak yang diproduksi di ladang minyak Ratawi,.

Lapangan Ratawi sudah memompa 85.000 barel minyak per hari. Dan, alih-alih mengalir ke Total, pendapatan itu langsung mengalir ke kantong pemerintah Irak.

Total akan mendapatkan 40% dari hasil penjualan minyak Ratawi, tutur seorang sumber di Pemerintahan Irak yang terlibat dalam negosiasi ke Reuters. Persentase itu jauh lebih besar dibandingkan dengan porsi yang diterima investor di sektor migas Irak di masa lalu, yaitu berkisar 10%-15%.

Baca Juga: Oil Prices Climb More Than 1% to 7-Year Highs on Supply Disruption Fears

Perusahaan minyak asing di Irak di masa lalu mendapatkan technical service contract. Dalam kesepakatan itu, pemerintah Irak akan mengganti biaya modal dan produksi yang dikeluarkan perusahaan asing, dan memberi remunerasi dalam persentase tetap atas minyak yang dipompa.

Semakin tinggi proporsi bagi hasil, semakin cepat dan kurang berisiko pengembalian bagi investor.

Pejabat kementerian perminyakan Irak berpendapat negara itu perlu bersaing dengan negara-negara penghasil energi lain untuk memikat investor besar seperti Total.

“Kami perlu menawarkan lebih banyak insentif,” kata seorang pejabat senior kementerian perminyakan.

Total juga memiliki kekhawatiran tentang kesepakatan itu. Perusahaan Prancis telah menolak memiliki Perusahaan Minyak Nasional Irak (INOC) sebagai mitranya dalam proyek tersebut, yang juga menunda penutupan kesepakatan, menurut dua sumber.

INOC adalah perusahaan minyak nasional Irak yang dibentuk kembali, dibuat untuk meniru perusahaan seperti Saudi Aramco yang besar, tetapi status hukumnya belum sepenuhnya disetujui oleh pemerintah dan parlemen baru Irak, menghadirkan risiko bagi Total.

Kapasitas produksi minyak Irak telah tumbuh dari 3 juta menjadi sekitar 5 juta barel per hari dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kepergian perusahaan minyak besar seperti Exxon Mobil dan Shell dari sejumlah proyek karena pengembalian yang buruk berarti pertumbuhan di masa depan tidak pasti.

 Baca Juga: Lonjakan Harga Minyak Menuju US$ 100 per Barel Mendatangkan Ancaman Inflasi Dunia

Perkembangan juga melambat karena meningkatnya fokus investor pada kriteria lingkungan, sosial dan tata kelola. Irak pada suatu waktu telah menargetkan menjadi saingan produsen global utama Arab Saudi dengan output 12 juta barel per hari atau lebih dari sepersepuluh dari permintaan global.

Selain Ratawi, kesepakatan dengan Total terdiri dari pembangkit listrik tenaga surya 1 GW, fasilitas pemrosesan gas 600 juta kaki kubik per hari, dan proyek pasokan air laut senilai $ 3 miliar untuk meningkatkan produksi minyak selatan Irak.

Yang terakhir juga terkena penundaan karena kementerian perminyakan Irak memutuskan pada Agustus tahun lalu bahwa mereka ingin konstruktor membayar untuk proyek tersebut, membalikkan keputusan sebelumnya untuk memilih perusahaan yang akan melakukannya dengan menggunakan dana negara. Itu masih mengumpulkan tawaran untuk pembiayaan, kata sumber.

 

Bagikan

Berita Terbaru

Logisticsplus (LOPI) Amankan Kontrak Baru Pada 2026 Senilai Rp 80 Miliar
| Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56 WIB

Logisticsplus (LOPI) Amankan Kontrak Baru Pada 2026 Senilai Rp 80 Miliar

PT Logisticsplus International Tbk (LOPI) menutup tahun buku 2025 dengan recognized revenue konsolidasi sekitar Rp 105 miliar.

Dari Uang Saku Anak ke Pengelolaan Keuangan
| Jumat, 26 Desember 2025 | 11:47 WIB

Dari Uang Saku Anak ke Pengelolaan Keuangan

Ada banyak pilihan dalam memberikan uang saku buat anak. Simak cara mengatur uang saku anak sembari mengajarkan soal pengelolaan uang.

Altcoin Season 2025 Terasa Hambar, Likuiditas Terpecah Belah
| Jumat, 26 Desember 2025 | 11:45 WIB

Altcoin Season 2025 Terasa Hambar, Likuiditas Terpecah Belah

Altcoin 2025 tak lagi reli massal, pelajari faktor pergeseran pasar dan rekomendasi investasi altcoin untuk tahun 2026.

Memperbaiki Kondisi Keuangan, KRAS Dapat Pinjaman Rp 4,9 Triliun dari Danantara
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:58 WIB

Memperbaiki Kondisi Keuangan, KRAS Dapat Pinjaman Rp 4,9 Triliun dari Danantara

PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) memperoleh pinjaman dari pemegang sahamnya, yakni Danantara Asset Management. 

Harga Ayam Diprediksi Naik, Kinerja Japfa Comfeed (JPFA) Pada 2026 Bisa Membaik
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:38 WIB

Harga Ayam Diprediksi Naik, Kinerja Japfa Comfeed (JPFA) Pada 2026 Bisa Membaik

Salah satu sentimen pendukung kinerja emiten perunggasan tersebut di tahun depan adalah membaiknya harga ayam hidup (livebird). ​

Pelemahan Harga Komoditas Menyengat Emiten Migas
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:19 WIB

Pelemahan Harga Komoditas Menyengat Emiten Migas

Risiko pelemahan harga minyak mentah dunia masih berpotensi membayangi kinerja emiten minyak dan gas (migas) pada 2026.​

Harga Bitcoin Koreksi di Penghujung 2025, Saat Tepat untuk Serok atau Wait and See?
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:15 WIB

Harga Bitcoin Koreksi di Penghujung 2025, Saat Tepat untuk Serok atau Wait and See?

Dalam beberapa proyeksi, bitcoin diperkirakan tetap berada di atas kisaran US$ 70.000–US$ 100.000 sebagai floor pasar.

Denda Administrasi Menghantui Prospek Emiten CPO dan Pertambangan
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:02 WIB

Denda Administrasi Menghantui Prospek Emiten CPO dan Pertambangan

Pemerintah bakal agresif menerapkan denda administrasi atas aktivitas usaha di kawasan hutan pada tahun 2026.

Berharap Saham-Saham Pendatang Baru Masih Bisa Menderu
| Jumat, 26 Desember 2025 | 09:42 WIB

Berharap Saham-Saham Pendatang Baru Masih Bisa Menderu

Dengan pasokan saham yang terbatas, sedikit saja permintaan dapat memicu kenaikan harga berlipat-lipat.

Pasar Mobil Konvensional Terpukul, Mobil Listrik Masih Sulit Merakyat
| Jumat, 26 Desember 2025 | 09:35 WIB

Pasar Mobil Konvensional Terpukul, Mobil Listrik Masih Sulit Merakyat

Negara berpotensi meraup minimal Rp 37,7 triliun per tahun dari cukai emisi, dengan asumsi tarif 10% hingga 30% dari harga jual kendaraan.

INDEKS BERITA

Terpopuler