KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih memasang target ambisius dalam pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Hingga tahun 2022 nanti, pemerintah menargetkan bisa merampungkan pembangunan 57 smelter. Namun realisasi pembangunan hingga awal tahun ini baru mencapai 27 smelter.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan beberapa waktu lalu menyebutkan, hingga tahun lalu, total sudah ada 27 smelter yang beroperasi. Jumlah smelter paling banyak mengolah komoditas Nikel, yakni mencapai 17 smelter.
Sisanya adalah smelter yang mengolah komoditas tembaga sebanyak dua smelter, bauksit (dua smelter), besi (empat smelter), dan komoditas mangan sebanyak dua smelter. Jumlah tersebut sudah termasuk penambahan dua smelter nikel baru yang beroperasi pada tahun lalu.
Untuk rencana hingga 2022, Menteri Jonan memerinci, akan ada tambahan tiga smelter tembaga, 16 smelter nikel, lima smelter bauksit, dua smelter besi dan empat smelter timbal dan seng.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan 57 smelter tersebut memiliki izin yang berbeda. Namun mayoritas memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), artinya proses pengembangannya dikeluarkan oleh Kementerian ESDM. Ada pula smelter yang memiliki Izin Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian.
"Sampai tahun 2022 diharapkan ada 57 smelter. Di mana 27 smelter sudah 100% dan 30 smelter lagi progres pembangunannya berkisar 0%–90%," ungkap dia.
Dari 30 smelter yang belum beroperasi, menurut Bambang, progresnya pun bervariasi sesuai rencana (Kurva S) yang diajukan dan dilaporkan kepada Kementerian ESDM. "Progres pembangunannya berbeda-beda, ada yang 0-10%, ada yang 10%–20%, ada yang 30%–50%. Asalkan sesuai Kurva S, maka tak masalah. Namun jika enggak sesuai, maka kami akan cabut (rekomendasi ekspor)," ungkap dia.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menilai, perlu upaya ekstra untuk mempercepat pembangunan smelter supaya bisa mencapai target. Jika mengacu pengalaman, rata-rata hanya ada tiga unit smelter yang bisa beroperasi setiap tahun.
Irwandy mencontohkan, pada tahun 2010–2011 hanya tiga smelter yang beroperasi. Rata-rata penambahan dari 2012–2018 adalah tiga smelter per tahun, kecuali pada 2015 sebanyak tujuh smelter.
Jadi secara realistis, penambahan dalam tiga tahun ke depan hanya sembilan smelter. Sehingga total 27 smelter yang telah beroperasi, ditambah sembilan smelter baru, maka menjadi 36 smelter. "Masih jauh dari target 57 smelter, kecuali ada akselerasi," kata Irwandy, kemarin