Perusahaan Negara Sakit Akut Bakal Ditutup

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengisyaratkan bakal kembali menutup perusahaan pelat merah yang sakit.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmojo menyatakan saat ini pihaknya masih menunggu perkembangan dari hasil evaluasi PT Perusahaan Pengalolaan Aset (PPA).
"Kalau bisa diperbaiki, ya diperbaiki, kalau enggak bisa, akan kami tutup. Tapi kami lihat sampai sembilan bulan ini, seperti apa hasilnya," ungkap Tiko, panggilan akrab Kartika Wirjoatmojo ditemui usai laporan kinerja Id Food 2023, Senin (8/1).
Meski begitu, Kementerian BUMN tidak menjelaskan secara mendetail berapa banyak BUMN yang akan ditutup. "Saat ini belum ada, masih kami kaji," ungkap Tiko.
Berdasarkan catatan KONTAN, saat ini masih ada 15 BUMN yang masih menjadi "pasien" PPA dan sedang dikaji untuk penanganannya.
Ke-15 BUMN itu adalah PT Amarta Karya, PT Barata Indonesia, PT Boma Bisma Indra, PT Djakarta Lloyd, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, PT Dok dan Perkapalan Surabaya, PT Industri Kapal Indonesia. Kemudian ada PT Indah Karya, PT Industri Telekomunikasi Indonesia, PT Semen Kupang, PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Primissima, PT Varuna Tirta Prakasya dan PT PANN Pembiayaan Maritim (anak usaha PT PANN).
Kementerian BUMN memang ingin memaksimalkan kinerja BUMN dengan menutup beberapa anak usaha yang tidak bekerja dengan baik.
Hingga akhir 2023, Kementerian BUMN telah menutup tujuh BUMN bermasalah. Ketujuh perusahaan pelat merah itu antara lain PT Iglas, PT Industri Sandang Nusantara, PT Istaka Karya, PT Kertas Kraft Aceh, PT Kertas Leces dan PT Merpati Nusantara Airlines.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai, rencana penutupan BUMN yang bermasalah membuktikan kinerja Kementerian BUMN masih jauh dari ideal.
Dalam kondisi seperti ini, tugas Kementerian BUMN adalah menyelamatkan BUMN yang sedang sakit dengan berbagai skema, alih alih melakukan penutupan. "Kalau sampai banyak yang ditutup, implikasinya bisa ke kepercayaan investor yang ingin kerja sama dengan BUMN karena ketidakpastian kebijakan, dan performa BUMN yang bermasalah," kata dia, Selasa (9/1).
Selain itu, banyaknya BUMN bermasalah berakibat pada tekanan, kreditur, vendor maupun kontraktor proyek yang terlibat dalam operasional BUMN.
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute, Achmad Yunus berpendapat, sebelum menutup BUMN, Kementerian BUMN perlu melihat dulu sektor usaha beberapa BUMN tersebut. "Apakah masuk kategori penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak atau tidak," kata dia.
Jika masuk kategori penting, maka negara tidak bisa membubarkan begitu saja. "Karena ada tanggung jawab negara terhadap sektor industri tersebut," ucap dia.