Simak Prospek Saham Perbankan di Tengah Perubahan Suku Bunga hingga PSAK Baru
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ketidakpastian pemangkasan suku bunga lanjutan dari The Federal Reserve, prospek industri perbankan di Indonesia mulai cerah. Apalagi, Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menilai, keputusan BI menurunkan BI 7-day repo rate (BI 7-DRR) pada pertengahan bulan Juli lalu membawa angin segar bagi industri perbankan. Alhasil, saham emiten perbankan dapat mencetak hasil positif di sisa tahun ini.
Menurut Suria, tren bunga rendah menjadi celah bagi perbankan untuk memperbaiki net interest margin (NIM). Ia memperkirakan, penurunan suku bunga acuan pun masih berlanjut, baik di dalam negeri maupun di AS.
Baca Juga: Saham BBCA (Bank BCA) turun 0,72%, ini PER dan PBV terbaru (2/8)
Sebab, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan akan mengenakan tarif impor 10% terhadap produk asal China dengan nilai impor US$ 300 miliar mulai 1 September mendatang. Ini dilakukan karena negosiasi dagang antara AS dan China belum menemukan titik terang.
Trump juga menilai Presiden China Xi Jinping melanggar kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Jika perang dagang kembali memanas, probabilitas bagi The Fed kembali memangkas suku bunga acuan di sisa tahun ini kian tinggi.
Perkiraan analis, bank sentral AS tersebut bisa kembali menurunkan suku bunga pada rapat FOMC di September dan Desember. "Dengan kondisi tersebut, BI punya peluang lebih tinggi untuk memangkas suku bunga acuannya," kata Suria, Sabtu (3/8).
Baca Juga: IHSG tertekan, masih ada peluang menguat tipis pada hari ini
Menurut hitungan Suria, BI 7-DRR bisa turun tiga kali lagi jika keadaan ini terjadi. "Suku bunga bisa dipangkas tiga kali lagi di tahun ini, tapi tentu juga dengan memperhitungkan apa yang terjadi dengan The Fed," jelas dia.
Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menambahkan, prospek saham perbankan ke depannya akan lebih baik. Permintaan pinjaman kredit diharapkan akan meningkat.
Dengan begitu, kinerja emiten perbankan akan bertahan di jalur positif. "Tapi, investor perlu waspada bila ada kejadian yang tidak diharapkan pasar, yakni jika The Fed ternyata menurunkan suku bunga acuannya hanya sekali saja, dan penurunan suku bunga akan berlanjut tahun depan," jelas Sukarno, Minggu (4/8).
Tekanan NPL
Dari sentimen domestik, Suria menjelaskan, sentimen yang paling mempengaruhi pergerakan emiten perbankan adalah masalah likuiditas. Ini karena rasio pinjaman terhadap simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) di industri perbankan mencapai 96%.
Baca Juga: Saham BBTN (Bank BTN) turun 3,33%, ini PER dan PBV terbaru (2/8)
Untungnya rasio pinjaman bermasalah atawa non performing loan (NPL) industri perbankan hingga semester I-2019, rata-rata sudah membaik. "Namun memang, ada beberapa pinjaman yang mulai diwaspadai karena berpotensi menjadi NPL akibat kasus, seperti Duniatex dan lain-lain," jelas Suria.
Ke depan, masih ada beberapa sentimen domestik yang bakal mempengaruhi kinerja emiten perbankan. Di antaranya implementasi PSAK 71. Hal ini tengah diantisipasi oleh banyak bank.
Perubahan penghitungan CKPN sesuai standar baru tersebut akan mempengaruhi keuangan bank. Untuk itu, bank-bank yang memiliki coverage ratio NPL yang rendah harus menaikkan cadangan mereka. Selain itu, masih ada ancaman penurunan CAR.
Baca Juga: Saham BMRI (Bank Mandiri) turun 1,29%, Ini PER dan PBV terbaru (2/8)
Nah, untuk perbankan yang berada di BUKU IV, Suria menilai kondisi tersebut tidak akan menjadi masalah. Di sisi lain, ada isu dari sentimen eksternal yang juga perlu menjadi perhatian ke depan, yakni perkembangan perang dagang antara AS dan China.
Perang dagang diprediksi masih akan berkepanjangan. "Apalagi pernyataan Trump yang membalikkan persepsi bisa muncul tiba-tiba dan kapan saja," ungkap dia.
Meskip begitu, untuk jangka panjang, Sukarno meyakini prospek saham perbankan akan tetap positif. Adapun saham perbankan pilihannya yakni saham yang berada di kategori BUKU IV.
Secara sektoral, Suria masih memberikan peringkat overweight bagi sektor perbankan. Dia merekomendasikan beberapa saham seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).
Menurut dia, kedua bank tersebut masih memiliki valuasi yang menarik, meski memang NIM kedua bank tersebut lebih rendah di antara bank besar lainnya. Suria menargetkan harga saham BBTN di akhir tahun bisa mencapai Rp 2.850 per saham.
Sementara, untuk BBNI, Suria menyarankan beli dengan target harga Rp 10.600 per saham. Adapun untuk saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), meskipun memiliki kinerja paling mantap, namun valuasi kedua perbankan tersebut terbilang premium. Suria memasang rekomendasi hold untuk kedua saham tadi.