Strategi Lo Kheng Hong Membeli Saham Salah Harga

Senin, 12 Agustus 2019 | 18:26 WIB
Strategi Lo Kheng Hong Membeli Saham Salah Harga
[ILUSTRASI. Lo Kheng Hong membeli saham salah harga]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham sektor perbankan dan sektor barang konsumen pada tahun ini bisa jadi bakal moncer seiring tren penurunan suku bunga perbankan. Investor kawakan Lo Kheng Hong sekali pun mengakui hal itu.

Namun, bagi Lo Kheng Hong, saham di sektor potensial belum tentu menjadi saham yang layak untuk ia beli.

Meski menganggap sektor perbankan dan sektor barang konsumen potensial di tahun ini, investor yang kerap dijuluki Warren Buffett Indonesia itu malah tidak memasukkan saham perbankan dan barang konsumen ke dalam portofolionya.

Lo Kheng Hong mengakui, hingga saat ini belum membeli saham sektor perbankan maupun di sektor barang konsumen.

"Karena saya belum menemukan saham yang salah harga di kedua sektor tersebut," kata Lo Kheng Hong memberikan alasan.

Lo Kheng Hong memang dikenal sebagai investor fundamental yang hanya membeli saham-saham yang salah harga.

Yang dimaksud saham salah harga adalah saham yang harganya kemurahan alias harga pasarnya jauh di bawah nilai wajarnya.

Lo Kheng Hong bilang, sektor perbankan dan barang konsumen saat ini sedang bagus.

Makanya, dia tidak bisa menemukan saham yang salah harga di kedua sektor tersebut.

Bila kita cermati, harga sebagian besar saham baik di sektor perbankan maupun sektor barang konsumen memang tidak bisa dikatakab kemurahan.

Ini terlihat dari valuasi saham-saham tersebut.

Cara paling mudah menentukan valuasi saham mahal atau tidak adalah dengan melihat perbandingan antara harga saham dengan laba bersih emiten atawa price to earning ratio (PER).

Saham Unilever Indonesia (UNVR), misalnya, memiliki rasio harga saham alias price to earning ratio (PER) 46,26 kali dengan asumsi harga penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Saham Indofood Sukses Makmur (INDF) dan anak usahanya, Indofoo CBP Sukses Makmur (ICBP) memiki PER masing-masing 12,89 kali dan 25,57 kali.

Di industri rokok, saham Gudang Garam (GGRM) memiliki PER 16,54 kali.

Sementara PER saham HM Sampoerna (HMSP) sebesar 25 kali.

Rasio harga saham terhadap laba bersih per saham emiten perbankan juga lumayan tinggi.

Saham Bank Central Asia (BBCA) tergolong saham perbankan yang cukup mahal dengan PER sebesar 29,07 kali.

Lalu, saham dua bank terbesar di Indonesia, Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki PER masing-masing 12,84 kali dan 16,34 kali.

Tentu, bagi seorang investor fundamental seperti Lo Kheng Hong, menilai harga wajar perusahaan tidak hanya ditentukan berdasarkan PER.

Sebab, jika hanya mengandalkan valuasi berdasarkan PER, Lo Kheng Hong tak akan masuk ke saham-saham yang perusahannya membukukan kerugian alias PER-nya minus.

Seperti kita ketahui, Lo Kheng Hong mengakumulasi saham BUMI dan saham Grup Indika seperti INDY, PTRO, dan MBSS, justru di saat perusahaan tersebut tengah merugi.

Menurut Lo Kheng Hong, saham yang salah harga hanya ditemukan di perusahaan yang sektornya saat ini kurang baik.

Namun, bukan berarti setiap saham salah harga di sektor yang sedang kurang bagus memiliki prospek menarik.

Sebab, ada sektor saham yang saat ini kurang bagus namun susah berubah menjadi bagus di kemudian hari.

Lo Kheng Hong mencontohkan, sektor tekstil dan baja termasuk sektor yang sulit berubah menjadi lebih bagus.

Lalu, bagaimana caranya memilih perusahaan yang sektornya kurang bagus saat ini tapi punya prospek bagus?

"Pilihlah sektor komoditas," jawab Lo Kheng Hong.

Sektor komoditas, menurut Lo Kheng Hong, suatu hari pasti menjadi bagus meski sekarang kurang bagus.

"Seperti sektor batubara di awal 2016, beli dan simpan menunggu dengan sabar, suatu hari pasti akan menjadi baik," ujar Lo Kheng Hong.

Lo Kheng Hong telah membuktikannya. Di akhir 2015 hingga awal 2016 lalu, misalnya, harga saham Indika (INDY) anjlok hingga ke kisaran Rp 110 per saham.

Penyebabnya, harga batubara saat itu terpuruk sehingga Indika menderita kerugian sebesar US$ 44 juta.

Saat itulah Lo Kheng Hong mulai membeli saham INDY.

Hanya butuh waktu enam bulan, harga saham INDY naik enam kali lipat.

Di luar komoditas, menurut Lo Kheng Hong, sektor saham yang saat ini kurang baik sulit berubah menjadi baik.

Tak heran, mayoritas saham yang ada di portofolio Lo Kheng Hong adalah saham komoditas.

Bagikan

Berita Terbaru

Dirut Emiten Afiliasi Haji Isam Mengundurkan Diri, Ada Apa?
| Jumat, 12 Desember 2025 | 10:59 WIB

Dirut Emiten Afiliasi Haji Isam Mengundurkan Diri, Ada Apa?

Bila terjadi kekosongan anggota direksi sehingga jumlahnya kurang dari dua orang, RUPS wajib diselenggarakan paling lambat 90 hari kalender

Patriot Bond Danantara Jilid Kedua Dikabarkan Terbit Lebih Cepat dari Jadwal Awal
| Jumat, 12 Desember 2025 | 08:16 WIB

Patriot Bond Danantara Jilid Kedua Dikabarkan Terbit Lebih Cepat dari Jadwal Awal

Berbeda dengan Patriot Bond jilid I yang kelebihan permintaan (oversubscribe), Patriot Bond II punya cerita berbeda.

SIDO Kebut Penjualan di Akhir Tahun, Laba Kuartal IV-2025 Diproyeksi Melonjak 59%
| Jumat, 12 Desember 2025 | 08:04 WIB

SIDO Kebut Penjualan di Akhir Tahun, Laba Kuartal IV-2025 Diproyeksi Melonjak 59%

Sido Muncul agresif perluas distribusi hingga 100 ribu gerai modern dan luncurkan produk baru. Kinerja ekspor juga meningkat 23% YoY. 

Intikeramik Alamasri (IKAI) Membenahi Fundamental Keuangan
| Jumat, 12 Desember 2025 | 07:50 WIB

Intikeramik Alamasri (IKAI) Membenahi Fundamental Keuangan

IKAI memasuki periode pemeliharaan besar (major maintenance). Artinya mesin-mesin diperbaiki, diservis untuk memastikan tetap berjalan lancar

Marketplace Siap Kerek Biaya Admin
| Jumat, 12 Desember 2025 | 07:45 WIB

Marketplace Siap Kerek Biaya Admin

Pendanaan ke sektor e-commerce tidak sebesar dulu, sehingga beberapa platform melakukan penyesuaian untuk menjaga keberlanjutan operasional.

OJK Relaksasi Kredit Wilayah Bencana
| Jumat, 12 Desember 2025 | 07:29 WIB

OJK Relaksasi Kredit Wilayah Bencana

Kebijakan ini mengacu pada POJK 19/2022 tentang perlakuan khusus bagi lembaga jasa keuangan di daerah terdampak bencana. 

Usulan Status Ojol  Menjadi Pelaku Usaha Mikro
| Jumat, 12 Desember 2025 | 07:25 WIB

Usulan Status Ojol Menjadi Pelaku Usaha Mikro

Akan menyampaikan usulan itu dalam pembahasan Peraturan Presiden (Perpres) tentang ojol yang bakal dilanjutkan tahun depan.

Bank Incar Pertumbuhan Kredit di Manufaktur
| Jumat, 12 Desember 2025 | 07:18 WIB

Bank Incar Pertumbuhan Kredit di Manufaktur

Perbanas dorong akselerasi kredit manufaktur untuk genjot pertumbuhan ekonomi 2026                  

The Fed Turunkan Bunga, Tapi Rupiah Masih Jadi Ganjalan Investor
| Jumat, 12 Desember 2025 | 07:18 WIB

The Fed Turunkan Bunga, Tapi Rupiah Masih Jadi Ganjalan Investor

Federal Reserve mengisyaratkan hanya akan melakukan satu kali pemangkasan suku bunga tambahan pada 2026.

Membangun Peluang Bisnis Galangan Kapal
| Jumat, 12 Desember 2025 | 07:05 WIB

Membangun Peluang Bisnis Galangan Kapal

Industri nasional siap untuk menangkap peluang dalam memenuhi kebutuhan pembangunan kapal bagi kementerian, lembaga, BUMN maupun pihak swasta.​

INDEKS BERITA