Tanpa Restu KPPU, Proses Merger dan Akuisisi Tidak Bisa dilanjutkan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memasuki tahap akhir. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menargetkan bisa segera mengesahkan beleid baru ini.
Saat ini, beleid calon pengganti Undang-Undang (UU) No 5/1999 tersebut telah masuk tahap sinkronisasi dan harmonisasi dalam Tim Musyawarah DPR dan Pemerintah setelah Panitia Kerja (Panja) menyelesaikan pembahasan seluruh Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Sejumlah poin penting tercantum dalam draf terakhir RUU tersebut. Pertama, terkait sanksi administrasi yang ditetapkan bagi pelaku usaha yang melanggar aturan persaingan usaha tidak sehat. Sanksinya juga cukup berat, mulai dari pembatalan perjanjian antar pelaku usaha, denda, antara 5%–30% dari nilai transaksi, rekomendasi pencabutan izin usaha, hingga memasukkan sebagai daftar hitam perusahaan untuk dipublikasikan ke masyarakat.
Kedua, proses pelaku usaha harus melaporkan rencana proses merger dan akuisisi ke KPPU sebelum transaksi dilakukan. Nantinya, instansi yang memproses izin merger dan akuisisi ini tak bisa mengeluarkan izin tanpa adanya persetujuan KPPU.
Ketiga, KPPU bisa meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memanggil pihak yang akan dimintai keterangan terkait kasus yang ditangani.
Dengan selesainya beberapa poin krusial di RUU itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawijaya mengklaim, RUU ini bisa diketok pada masa sidang awal tahun ini. "Seharusnya tahun lalu selesai," tegas dia kepada KONTAN, Rabu (9/1).
Azam memastikan pemerintah dan DPR telah menyepakati seluruh pasal dalam pembahasan. Alhasil, setelah sinkronisasi dan harmonisasi, beleid ini bisa dibawa ke paripurna untuk disahkan.
Kendati begitu, Staf Ahli Menteri Perdagangan bidang Perdagangan Jasa Lasminingsih menjelaskan, pemerintah masih meminta waktu tambahan untuk berkoordinasi terkait poin yang sulit diterapkan dalam aturan ini.
Salah satunya adalah pasal 88 ayat 3 yang menyebut, keberatan atas putusan KPPU dapat diajukan jika pihak yang mengajukan keberatan setelah mereka membayar sebesar 10% dari nilai denda yang dijatuhkan kepada terlapor.
"Dari sisi keuangan ketentuan ini sulit dilaksanakan, makanya perlu ada koordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemperin) terkait pasal tersebut," ujarnya.