KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yang muda yang berutang. Kabar soal besarnya kredit macet anak muda di platform pinjaman daring atau pindar cukup menyita perhatian. KONTAN menulis, nilai kedit macet itu mencapai Rp 651 miliar atau hampir 54% dari total kredit macet fintech lending. Ini angka per November 2024.
Sejatinya, fenomena ini mudah untuk dipahami alias tak mengejutkan. Pertama, hasil sensus penduduk terakhir (tahun 2020), menunjukkan bahwa jumlah anak muda semakin dominan.
Total jumlah kelompok milenial dan Generasi Z telah mencapai 54% populasi. Empat tahun kemudian, angkanya pasti terus bertambah. Ini artinya mayoritas pelaku ekonomi kita saat ini memang kaum muda.
Kedua, mayoritas pindar ditawarkan melalui aplikasi digital. Nah, anak mudalah yang paling melek teknologi. Jadi, dibandingkan kelompok lain, mereka paling sering memperoleh tawaran pinjaman daring itu; mulai dari produk fintech sampai pay later.
Faktor yang terakhir, kemudahan belanja melalui berbagai aplikasi membuat generasi muda kita cenderung lebih konsumtif. Di zaman teknologi, belanja hanyalah sejauh “klik” saja.
Hasil survei OCBC Financial Fitness Index (FFI) 2024 menunjukkan, 80% anak muda membelanjakan uang untuk menyesuaikan gaya hidup lingkungan, walaupun di luar kemampuan finansial. Dengan kata lain, demi gaya hidup, mereka rela berutang. Angka ini meningkat dari 73% di 2024.
Fenomena ini akan berlanjut jika tidak ada upaya ekstra untuk mengedukasi generasi muda kita agar lebih bijak dalam berbelanja. Siapa yang bertanggung jawab?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus lebih aktif memimpin gerakan ini. Dan, tentu programnya tak cukup hanya sekadar mengganti nama pinjaman online (pinjol) menjadi pinjaman daring.
Para pelaku industri keuangan sebagai pemilik produk juga tak boleh ongkang kaki. Namun, yang terpenting, masing-masing keluarga harus menyadari hal ini dan aktif mengedukasi putra-putri mereka.
Harap diingat, bonus demografi hanya akan benar-benar mendatangan manfaat jika kaum muda kita memiliki kapasitas finansial yang kuat. Ini artinya mereka bijak dalam membelanjakan pendapatan sehingga mampu memiliki aset, tabungan, atau investasi yang cukup.
Jika kondisi ideal ini terpenuhi, anak muda kita akan mampu mencukupi kebutuhan ekonomi mereka sendiri dan bukan sebaliknya tetap bergantung kepada orang lain