KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten memilih penerbitan saham baru untuk mendanai ekspansi dan membayar utang jatuh tempo tahun ini. Analis menilai, pilihan tersebut berkaitan erat dengan ekspektasi ekonomi yang lebih baik atau stabil di tahun ini.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue mencapai sekitar Rp 5,49 triliun hingga minggu ketiga April 2019. Nilai tersebut di atas nilai rights issue pada periode sama tahun lalu yang senilai Rp 850 miliar.
Pada Januari-April 2019, tiga emiten menggelar rights issue. Mereka adalah PT Renuka Coalindo Tbk (SQMI), PT Kirana Megatara Tbk (KMTR) dan PT Alkindo Naratama Tbk (ALDO).
Ke depan masih ada sejumlah emiten yang menempuh rights issue. Salah satunya adalah PT MNC investama (BHIT) yang akan menerbitkan saham baru sebanyak 17,57 miliar dengan target dana Rp 1,75 triliun.
Rights issue dilaksanakan 5 Juli 2019 dan akhir perdagangan 18 Juli 2019. Dana hasil rights issue untuk membayar kompensasi setoran saham atas Cavaraggio Holdings Limited dan New Ascend Limited senilai maksimal US$ 115 juta sekitar Rp 1,5 triliun dan sisanya untuk modal kerja.
Penerbitan saham baru dengan cara tanpa HMETD atau private placement juga dipilih emiten. PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS), misalnya, merilis saham baru 9,98% dari modal atau setara 423 juta unit saham.
Dana hasil private placement WINS untuk memperbaiki struktur permodalan, pembiayaan utang dan meningkatkan dana kas. WINS juga akan memanfaatkannya untuk membiayai rencana pengembangan usaha.
Tahun ini, WINS akan meningkatkan kapasitas jasa pengangkutan kapal lepas pantai. Apalagi WINS meraih kontrak baru untuk bekerja di Indonesia, Myanmar, Malaysia dan Afrika.
Selain WINS, PT Bali Towerindo Sentra (BALI) juga akan private placement sebanyak 66 juta saham dengan harga Rp 1.275 per saham. Ini artinya perusahaan ini berharap bisa meraih dana segar Rp 84,15 miliar.
Sedianya, BALI akan merilis saham baru pada 2 Mei 2019. Tapi BALI menundanya menjadi 10 Mei 2019. Sekretaris Perusahaan BALI Lily Hidayat tak bersedia menjelaskan pertimbangan penundaan tersebut.
Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi menilai, semarak rights issue dan private placement ini seiring dengan ekspektasi pasar terhadap keadaan ekonomi lebih baik atau stabil dari tahun sebelumnya. "Aksi korporasi seperti ini wajar saja. Apalagi rata-rata tujuannya untuk belanja modal," jelas dia.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menambahkan, penerbitan saham baru lebih murah dan minim risiko. Sementara penerbitan obligasi dan utang memiliki risiko gagal bayar.